Menelisik Fenomena Pinjaman Online di Era Digital
Senin, 20 Mei 2024 - 06:44 WIB
Pinjaman online menawarkan berbagai kemudahan yang diminati banyak orang. Seiring berjalannya waktu, jumlah pemohon pinjaman pun setiap tahun terus meningkat. Hal ini lantaran cara mendapatkan uangnya yang mudah dengan syarat tak berbelit sehingga banyak masyarakat yang tertarik.
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai penyaluran fintech lending atau pinjaman online (pinjol) di Indonesia mencapai Rp22,76 triliun per Maret 2024. Nominal tersebut tumbuh 8,89% dari bulan sebelumnya (mom) yang sebesar Rp20,90 triliun.
Antara Peluang dan Tantangan Pinjol
Pinjaman online membuka pintu bagi banyak orang yang sebelumnya tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal. Hanya bermodalkan ponsel dan koneksi internet, kini siapa saja dapat mengajukan pinjaman kapan saja dan di mana saja. Hal ini terutama bermanfaat bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan akses ke bank.
Pinjaman online mampu menawarkan proses pengajuan yang sederhana dan persetujuan yang cepat sehingga memungkinkan masyarakat untuk segera mendapatkan dana yang dibutuhkan guna berbagai keperluan, mulai dari kebutuhan mendesak seperti biaya kesehatan dan pendidikan, hingga modal usaha untuk meningkatkan produksi atau memperluas bisnis kecil mereka.
Artinya, platform pinjaman online membantu menjembatani kesenjangan inklusi keuangan, memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam ekonomi formal.
Pada perkembangannya, inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan, didorong oleh berbagai inovasi teknologi dan kebijakan yang mendukung akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan. Perkembangan fintech telah sukses memainkan peran kunci dalam mendorong inklusi keuangan.
Platform fintech, termasuk pinjol, e-wallet, dan layanan pembayaran digital, telah berhasil mempermudah akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Hal tersebut berhasil membantu masyarakat di daerah pedesaan yang sebelumnya kesulitan untuk mendapatkan akses ke bank konvensional. Data Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) mencatat bahwa indeks inklusi keuangan di Indonesia terus meningkat baik dari sisi kepemilikan akun maupun dari sisi penggunaan akun.
Indeks kepemilikan akun meningkat dari 31,3% pada tahun 2014 menjadi 61,7% pada tahun 2020. Sementara indeks penggunaan akun atau rekening meningkat dari 59,74% pada 2013 menjadi 81,4% pada 2020. Angka tersebut terus meningkat hingga di tahun 2023 inklusi keuangan telah tercatat sebesar 88,7%, di mana angka tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 85,1%. Kini, di tahun 2024, pemerintah melalui DNKI menargetkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia bisa mencapai 90% pada akhir tahun.
Perlu diakui bahwa pinjol telah menjadi katalisator penting dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan perbankan konvensional. Jumlah penduduk Indonesia yang masih unbanked relatif besar, yaitu 97,7 juta orang (48% dari penduduk), merupakan potensi yang besar melalui pendekatan teknologi digital. Di banyak daerah pedesaan dan terpencil, akses ke bank masih terbatas, mengakibatkan banyak individu dan Usaha Kecil Menengah (UKM) kesulitan mendapatkan pembiayaan.
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai penyaluran fintech lending atau pinjaman online (pinjol) di Indonesia mencapai Rp22,76 triliun per Maret 2024. Nominal tersebut tumbuh 8,89% dari bulan sebelumnya (mom) yang sebesar Rp20,90 triliun.
Antara Peluang dan Tantangan Pinjol
Pinjaman online membuka pintu bagi banyak orang yang sebelumnya tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal. Hanya bermodalkan ponsel dan koneksi internet, kini siapa saja dapat mengajukan pinjaman kapan saja dan di mana saja. Hal ini terutama bermanfaat bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan akses ke bank.
Pinjaman online mampu menawarkan proses pengajuan yang sederhana dan persetujuan yang cepat sehingga memungkinkan masyarakat untuk segera mendapatkan dana yang dibutuhkan guna berbagai keperluan, mulai dari kebutuhan mendesak seperti biaya kesehatan dan pendidikan, hingga modal usaha untuk meningkatkan produksi atau memperluas bisnis kecil mereka.
Artinya, platform pinjaman online membantu menjembatani kesenjangan inklusi keuangan, memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk berpartisipasi dalam ekonomi formal.
Pada perkembangannya, inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan, didorong oleh berbagai inovasi teknologi dan kebijakan yang mendukung akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan. Perkembangan fintech telah sukses memainkan peran kunci dalam mendorong inklusi keuangan.
Platform fintech, termasuk pinjol, e-wallet, dan layanan pembayaran digital, telah berhasil mempermudah akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Hal tersebut berhasil membantu masyarakat di daerah pedesaan yang sebelumnya kesulitan untuk mendapatkan akses ke bank konvensional. Data Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) mencatat bahwa indeks inklusi keuangan di Indonesia terus meningkat baik dari sisi kepemilikan akun maupun dari sisi penggunaan akun.
Indeks kepemilikan akun meningkat dari 31,3% pada tahun 2014 menjadi 61,7% pada tahun 2020. Sementara indeks penggunaan akun atau rekening meningkat dari 59,74% pada 2013 menjadi 81,4% pada 2020. Angka tersebut terus meningkat hingga di tahun 2023 inklusi keuangan telah tercatat sebesar 88,7%, di mana angka tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar 85,1%. Kini, di tahun 2024, pemerintah melalui DNKI menargetkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia bisa mencapai 90% pada akhir tahun.
Perlu diakui bahwa pinjol telah menjadi katalisator penting dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia, terutama bagi masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan perbankan konvensional. Jumlah penduduk Indonesia yang masih unbanked relatif besar, yaitu 97,7 juta orang (48% dari penduduk), merupakan potensi yang besar melalui pendekatan teknologi digital. Di banyak daerah pedesaan dan terpencil, akses ke bank masih terbatas, mengakibatkan banyak individu dan Usaha Kecil Menengah (UKM) kesulitan mendapatkan pembiayaan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda