MK Pastikan Tak Ada Deadlock Putusan PHPU Pilpres 2024, Suhartoyo Jadi Kunci
Jum'at, 19 April 2024 - 17:57 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) segera membacakan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 atas permohonan yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. MK memastikan tidak ada deadlock (kebuntuan) dalam memutus perkara.
"Semua lembaga pengadilan dalam mengambil keputusan tidak mungkin deadlock, di lembaga mana pun termasuk MK," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono, Jumat (19/4/2024).
MK dalam memutus perkara diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam beleid itu, hakim konstitusi akan bermufakat untuk menentukan putusan.
Apabila mufakat tidak dapat dicapai, maka hakim konstitusi akan mengambil jalan pengambilan suara terbanyak. Adapun dalam sidang PHPU kali ini, hakim konstitusi yang ikut bersidang jumlahnya 8 orang.
Artinya, ada potensi suara berimbang dalam putusan ini. Terkait itu, suara ketua sidang pleno yang akan menentukan. Ketua sidang pleno pada sengketa ini yakni Ketua MK Suhartoyo.
"Kalau suara terbanyak tidak bisa diambil, keputusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno itu menentukan," kata Fajar.
Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 45 ayat 8 UU Mahkamah Konstitusi. Dalam pasal itu dijelaskan jika putusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno merupakan suara yang menentukan.
"Misalnya 8 hakim konstitusi ada dua pendapat berbeda, misalnya empat banding empat lalu mana yang menjadi putusan? Itulah di ayat 8 Pasal 45 UU MK dinyatakan posisi ketua sidang pleno. Ini contoh ya, kalau di sini berarti ini yang menjadi putusan. Ini yang akan menjadi dissenting, begitu. Jadi nggak ada deadlock," ungkapnya.
"Semua lembaga pengadilan dalam mengambil keputusan tidak mungkin deadlock, di lembaga mana pun termasuk MK," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono, Jumat (19/4/2024).
MK dalam memutus perkara diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam beleid itu, hakim konstitusi akan bermufakat untuk menentukan putusan.
Apabila mufakat tidak dapat dicapai, maka hakim konstitusi akan mengambil jalan pengambilan suara terbanyak. Adapun dalam sidang PHPU kali ini, hakim konstitusi yang ikut bersidang jumlahnya 8 orang.
Artinya, ada potensi suara berimbang dalam putusan ini. Terkait itu, suara ketua sidang pleno yang akan menentukan. Ketua sidang pleno pada sengketa ini yakni Ketua MK Suhartoyo.
"Kalau suara terbanyak tidak bisa diambil, keputusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno itu menentukan," kata Fajar.
Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 45 ayat 8 UU Mahkamah Konstitusi. Dalam pasal itu dijelaskan jika putusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno merupakan suara yang menentukan.
"Misalnya 8 hakim konstitusi ada dua pendapat berbeda, misalnya empat banding empat lalu mana yang menjadi putusan? Itulah di ayat 8 Pasal 45 UU MK dinyatakan posisi ketua sidang pleno. Ini contoh ya, kalau di sini berarti ini yang menjadi putusan. Ini yang akan menjadi dissenting, begitu. Jadi nggak ada deadlock," ungkapnya.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda