Oposisi dalam Demokrasi Pancasila

Jum'at, 05 April 2024 - 18:33 WIB
Dalam perkembangan dua dekade terakhir setelah terjadi amandemen UUD 1945, Indonesia menghadapi beberapa perkembangan ketatanegaraan yang bersifat menguji persepsi dan konseptual para perumus amandemen UUD 1945 dalam konteks kekinian. Salah satu hal paling mengemuka adalah melakukan reformulasi Haluan Negara. Rupanya, keinginan tersebut mendasarkan pada evaluasi sistem pembangunan nasional pasca amandemen UUD 1945 yang tidak sistematis dan komprehensif. Pembangunan era Reformasi lebih sekadar mengejawantahkan visi-misi Presiden terpilih tanpa ada perencanaan dan kelanjutan jangka panjang. Hal ini menimbulkan tantangan untuk kembali mewujudkan Haluan Negara yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagaimana yang diwasiatkan oleh para pendiri bangsa.

Para pendiri bangsa menginginkan haluan negara sebagai penciptaan visi bangsa yang dinamis, sehingga daripada mengubah konstitusi setiap saat, lebih baik menciptakan suatu dokumen negara yaitu haluan negara. Soepomo dalam pidato laporan Panitia Kecil (Panitia Sembilan) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 15 Juli 1945 menegaskan hal tersebut yang dapat disimpulkan bahwa haluan negara mempunyai makna dan kedudukan, pertama; sebagai acuan bagi penyelenggaran negara, dalam hal ini Presiden, untuk melaksanakan perencanaan maupun pembangunan nasional yang merupakan wujud dari kehendak seluruh rakyat Indonesia, demi mencapai suatu cita-cita yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945; kedua, sebagai elaborasi dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal dalam UUD 1945. Disitulah letak norma haluan negara, karena Pembukaan UUD 1945 mengandung konsepsi tentang jiwa bangsa (volksgeist), yang keberadaannya sudah dirintis jauh sebelum Indonesia merdeka.

Makna dan kedudukan haluan negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tidaklah dapat dilepaskan dari konsepsi negara kekeluargaan dengan demokrasi konsensus sebagaimana disampaikan di atas. Kebijakan dasar (rencana) pembangunan tidaklah diserahkan kepada Presiden sebagai ekspresi kekuatan mayoritas. Kebijakan dasar pembangunan harus dirumuskan bersama melalui mekanisme konsensus seluruh representasi kekuatan politik rakyat dalam suatu lembaga perwakilan terlengkap termasuk melalui oposisi di Parlemen. Dengan adanya haluan negara, pemerintah dan oposisi di Parlemen harus sama-sama menjalankan haluan negara tersebut yang berarti satu tujuan untuk kepentingan bangsa dan negara walaupun cara atau jalan yang dipakai akan berbeda.

Hal ini sangat memungkinkan terjadi sebagaimana dalam hubungan sistem pemerintahan dan partai oposisi, menurut Robert A Dahl dan Arend Lijphart yang menjelaskan tentang adanya karakteristik di negara-negara yang menganut model demokrasi konsensus dan campuran, seperti Amerika Serikat, pemegang kekuasaan bercirikan inklusif, tawar-menawar (bargaining), dan kompromis, oposisi tidak berhadap-hadapan, tetapi cenderung kompromi dengan partai pemerintah dan bekerja dalam mekanisme checks and balances. Oleh karena itu, sudah sewajarnya oposisi dan pemerintah dengan visi yang sama melalui haluan negara sebagai panduan pelaksanaan pembangunan yang bertalian dengan dasar kedaulatan rakyat, kematangan berdemokrasi serta model demokrasi konsensus yang menjadi ciri demokrasi Indonesia.
(kri)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More