Tim Hukum Ganjar-Mahfud Serahkan ke MK soal Pemanggilan Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres 2024
Jum'at, 05 April 2024 - 17:08 WIB
JAKARTA - Tim Hukum Ganjar-Mahfud menyerahkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usulan pemanggilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di sela-sela sidang sengketa pilpres saat agenda pemanggilan empat menteri untuk dimintai keterangannya di Gedung MK, Jakarta, Jumat (5/4/2024).
“Kepala pemerintahan kita itu Presiden Jokowi jadi walaupun yang datang empat menteri. Empat menteri ini datang untuk mengatasnamakan presiden, pembantu presiden. Jadi ujung-ujungnya tetap Mr Presiden," ujar Todung kepada wartawan.
Seperti diketahui, MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju untuk menjelaskan perihal bantuan sosial (bansos). Sebab, dalam dalil Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud dan Tim Kuasa Hukum Anies-Amin menyatakan adanya politisasi bansos oleh Presiden Jokowi guna memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Kedua kubu mempersoalkan mengapa anggaran perlindungan sosial (perlinsos) melonjak dibandingkan dua tahun sebelumnya. Bahkan hampir menyamai jumlah saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020.
Kendati demikian, Todung menegaskan bahwa Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud menghormati pendapat Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang mengklaim kurang elok menghadirkan Jokowi di sidang MK.
Pada persidangan PHPU yang berlangsung hari ini, Jumat (5/4/2024), Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan kurang elok jika memanggil Jokowi dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Pasalnya, Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia.
"Jadi menurut saya kalau dikatakan Pak Arief Hidayat itu tidak elok, saya kira sih Pak Arief Hidayat sangat bijaksana. Dan saya pribadi tidak mau, tidak proporsional, jadi kita serahkan kepada Majelis Hakim. Kalau kita memaksakan,” kata Todung.
Adapun dalam persidangan tersebut Hakim Arief mengatakan jika hanya sekadar pemerintah, MK akan menghadirkan dalam persidangan. Sedangkan presiden sebagai kepala negara adalah simbol negara yang harus dijunjung tinggi oleh semua stakeholder.
“Maka, kita memanggil para pembantunya. Mahkamah juga sebenarnya. Apa iya kita memanggil kepala negara? Presiden Republik Indonesia, kelihatannya kan ini kurang elok," kata Arief dalam sidang tersebut.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di sela-sela sidang sengketa pilpres saat agenda pemanggilan empat menteri untuk dimintai keterangannya di Gedung MK, Jakarta, Jumat (5/4/2024).
“Kepala pemerintahan kita itu Presiden Jokowi jadi walaupun yang datang empat menteri. Empat menteri ini datang untuk mengatasnamakan presiden, pembantu presiden. Jadi ujung-ujungnya tetap Mr Presiden," ujar Todung kepada wartawan.
Seperti diketahui, MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju untuk menjelaskan perihal bantuan sosial (bansos). Sebab, dalam dalil Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud dan Tim Kuasa Hukum Anies-Amin menyatakan adanya politisasi bansos oleh Presiden Jokowi guna memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Kedua kubu mempersoalkan mengapa anggaran perlindungan sosial (perlinsos) melonjak dibandingkan dua tahun sebelumnya. Bahkan hampir menyamai jumlah saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020.
Kendati demikian, Todung menegaskan bahwa Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud menghormati pendapat Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang mengklaim kurang elok menghadirkan Jokowi di sidang MK.
Pada persidangan PHPU yang berlangsung hari ini, Jumat (5/4/2024), Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan kurang elok jika memanggil Jokowi dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Pasalnya, Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia.
"Jadi menurut saya kalau dikatakan Pak Arief Hidayat itu tidak elok, saya kira sih Pak Arief Hidayat sangat bijaksana. Dan saya pribadi tidak mau, tidak proporsional, jadi kita serahkan kepada Majelis Hakim. Kalau kita memaksakan,” kata Todung.
Adapun dalam persidangan tersebut Hakim Arief mengatakan jika hanya sekadar pemerintah, MK akan menghadirkan dalam persidangan. Sedangkan presiden sebagai kepala negara adalah simbol negara yang harus dijunjung tinggi oleh semua stakeholder.
Baca Juga
“Maka, kita memanggil para pembantunya. Mahkamah juga sebenarnya. Apa iya kita memanggil kepala negara? Presiden Republik Indonesia, kelihatannya kan ini kurang elok," kata Arief dalam sidang tersebut.
(kri)
tulis komentar anda