Gembira Beragama, War Takjil, dan Moderasi Beragama

Kamis, 04 April 2024 - 09:30 WIB
War takjil sendiri dipromosikan oleh Pdt Steve Marcel di beberapa khutbahnya di gereja saat pelaksanaan ibadah kaum kristiani, sebagai wujud implementasi toleransi secara riil. "Dalam beragama kita toleran, tapi dalam takjil kita duluan," kelakarnya. Meskipun motivasi sebenarnya adalah bersifat pragmatis, yakni ingin "berburu" jajanan yang jarang muncul di hari-hari biasa.

Pdt Marcel termasuk model tokoh agama yang unik. Ia membawakannya dengan gaya yang melawan mainstream yang selalu serius. Ia memperlihatkan bagaimana pentingnya beragama dengan gembira. War takjil menjadi makin populer di kalangan nonis yang ingin berpartisipasi dalam menikmati "berkah" Ramadan, yakni merasa dalam satu rasa merayakan kebahagiaan berbuka puasa. Fenomena ini tentu hanya terjadi di Indonesia.

Memang bangsa Indonesia banyak "gaya" dalam beragama, menunjukkan ekspressi gembira dalam beragama yang tidak akan pernah dimiliki bangsa lain. Hal demikian ini tentunya juga tidak bisa dipisahkan dengan semangat pemerintah dalam menggelorakan moderasi beragama yang "dikomandoi" Kementerian Agama melalui amanat Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

Gembira Beragama dengan war takjil harus diakui sebagai bagian dari ekses dan dampak implementasi riil moderasi beragama Ramadan tahun ini. Gejala "war takjil" dan "Gembira Beragama" adalah gejala positif dalam tradisi beragama di Indonesia.

baca juga: Santuni 1.500 Anak Yatim, Ketum IWAPI: Gak Usah War Takjil, tapi War Sedekah

Basis budaya masyarakat agraris tidak bisa dipisahkan sebagai fondasi bahwa doktrin agama terlihat begitu cair (fluid), sehingga agama menunjukkan tanda fleksibililitasnya. Dalam bahasa agama, sering terdengar bahwa ajaran agama itu selalu menyesuaikan dengan perubahan zaman dan tempat (shalih likulli zaman wa makan).

War Takjil Bukan Sinkretisme Beragama

Respon masyarakat terhadap fenomena war takjil beragam, ada yang bahagia karena beginilah potret kehidupan beragama masyarakat nusantara yang senantiasa diwarnai kebersamaan dan penuh nuansa kegembiraan. Tapi ada pula yang menganggap sebagai bentuk pencampuradukan ajaran agama. War takjil dianggap sinkretis.

Dalam hukum Islam, harus dibedakan antara ushul (pokok) dan furu' (cabang). Dalam ajaran yang bersifat pokok, tidak dibenarkan mencampuradukkan keyakinan dengan keyakinan atau aspek yang lain. Namun dalam hal furu', bisa dimungkinkan karena adanya kebaruan yang memerlukan pendapat hukumnya. Sementara takjil ini tidaklah masuk dalam ushul maupun furu'. Sehingga jika ada pelibatan nonis tidak akan mengganggu keyakinan.

baca juga: Fenomena Takjil War Viral, Muhammadiyah: Wujud Kerukunan Umat
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More