Hafid Abbas Minta Pejabat Negara yang Terlibat KKN Mundur
Rabu, 20 Maret 2024 - 16:31 WIB
Abbas mengatakan, ada empat hal yang merisaukan komunitas kampus. Pertama, Bank Dunia menyebut Indonesia terancam pecah (bubar) yang antara lain, akibat diskriminasi yang sangat ekstrem. Contohnya distribusi tanah di sejumlah provinsi kalau dihitung jumlahnya tidak satu centimeter lagi untuk penduduk setempat, karena izin penggunaan lahan yang diberikan kepada pengusaha baik dalam dan luar negeri bisa dua kali lebih luas seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tenggara.
"Sebenarnya Indonesia sudah tidak ada. Karena sudah dikasih ke pengusaha-pengusaha itu. Semua dari Singapura lah, dari China lah dari mana-mana. Ini kan merisaukan. Jadi terjadi satu proses pemiskinan massal karena tidak ada aset tanah yang dimiliki, karena dikuasai oleh mereka," kata Abbas.
Kerisauan kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM) rendah akibat mutu pendidikan rendah. Sebab SDM yang bisa diserap di sektor informal dengan upah murah.
Ketiga, negara tidak hadir untuk mengangkat pemberdayaan. Uang yang beredar tidak sampai kepada rakyat berekonomi lemah. Uang hanya beredar sampai pada kelompok ekonomi atas. Usaha kecil mikro (UKM) tidak tersentuh bank karena tidak memenuhi persyaratan untuk dibantu negara.
Keempat, rakyat tidak mempunyai tabungan. Jika dilihat 400 juta hingga 500 juta jumlah rekening di seluruh Indonesia, 98% nilainya kecil-kecil dan terus turun. Dirinya mencontohkan pada tahun 2018 diatas Rp 3 juta rata-rata dari 400-500 juta itu, tetapi di penghujung era kepemimpinan Jokowi turun menjadi Rp2 juta.
"Dan anehnya lagi dari semua rekening yang dibawah Rp2 juta itu ada lebih 70% di Jawa. Jadi di daerah-daerah di luar Jawa ini sulit untuk sekolahkan anaknya, sulit untuk berobat karena dia tidak punya saving. Jadi inilah yang dikatakan Bank Dunia bahwa Indonesia sebenarnya terancam bubar," kata Abbas.
"Nah kampus bersuara bahwa hey look jangan dong merekayasa lagi segala macam ini, kan negara dalam keadaan ini. Jujurlah pada negara ini," sambungnya.
"Sebenarnya Indonesia sudah tidak ada. Karena sudah dikasih ke pengusaha-pengusaha itu. Semua dari Singapura lah, dari China lah dari mana-mana. Ini kan merisaukan. Jadi terjadi satu proses pemiskinan massal karena tidak ada aset tanah yang dimiliki, karena dikuasai oleh mereka," kata Abbas.
Kerisauan kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM) rendah akibat mutu pendidikan rendah. Sebab SDM yang bisa diserap di sektor informal dengan upah murah.
Ketiga, negara tidak hadir untuk mengangkat pemberdayaan. Uang yang beredar tidak sampai kepada rakyat berekonomi lemah. Uang hanya beredar sampai pada kelompok ekonomi atas. Usaha kecil mikro (UKM) tidak tersentuh bank karena tidak memenuhi persyaratan untuk dibantu negara.
Keempat, rakyat tidak mempunyai tabungan. Jika dilihat 400 juta hingga 500 juta jumlah rekening di seluruh Indonesia, 98% nilainya kecil-kecil dan terus turun. Dirinya mencontohkan pada tahun 2018 diatas Rp 3 juta rata-rata dari 400-500 juta itu, tetapi di penghujung era kepemimpinan Jokowi turun menjadi Rp2 juta.
"Dan anehnya lagi dari semua rekening yang dibawah Rp2 juta itu ada lebih 70% di Jawa. Jadi di daerah-daerah di luar Jawa ini sulit untuk sekolahkan anaknya, sulit untuk berobat karena dia tidak punya saving. Jadi inilah yang dikatakan Bank Dunia bahwa Indonesia sebenarnya terancam bubar," kata Abbas.
"Nah kampus bersuara bahwa hey look jangan dong merekayasa lagi segala macam ini, kan negara dalam keadaan ini. Jujurlah pada negara ini," sambungnya.
(abd)
tulis komentar anda