Hafid Abbas Minta Pejabat Negara yang Terlibat KKN Mundur

Rabu, 20 Maret 2024 - 16:31 WIB
loading...
Hafid Abbas Minta Pejabat...
Mantan Ketua Komnas HAM Profesor Hafid Abbas mendorong pihak terlibat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) harus mundur dari jabatan di pemerintahan. FOTO/DOK.OKEZONE
A A A
JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Profesor Hafid Abbas mendorong pihak terlibat praktik korupsi , kolusi, dan nepotisme (KKN) harus mundur dari jabatan di pemerintahan.

"Jangan ada musuh pada personifikasi atau siapa pun. Musuh bersama bangsa ini adalah KKN. Jadi ayo, Kampus bergerak memusuhi siapa pun yang ada nepotisme turunkan. Jadi siapa pun yang berada pada parameter itu, harus mengundurkan diri nggak usah disebut namanya," kata kata Abbas dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Rabu (20/3/2024).

Menurut Abbas, kampus menganggap siapa pun yang ada di kekuasaan termasuk Presiden harus mundur jika terbukti melakukan praktik KKN."Bukan hanya presiden, siapa pun," kata Abbas.



Abbas yang juga Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyebut Indonesia seharusnya meniru budaya mundur para pejabat di Jepang. Seperti Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang yang mundur karena menerima donasi politik sebesar Rp5,2 juta dari tetangganya yang warga negara Korea Selatan.

Undang-undang di Negara Matahari Terbit itu, katanya, tidak mengizinkan donasi politik dari warga yang tidak berkewarganegaraan Jepang. Kemudian, Menteri Dalam Negeri Jepang mundur karena makan bersama dengan pengusaha besar.

"Ini nggak usah mau membagi-bagi amplop uang segala macam. Itu berapa juta kali harus mundur ini orang. Jadi ini hanya kecil sekali ditraktir makan malam di suatu restoran menteri dalam negerinya mundur," kata Abbas.

Terancam Negara Gagal

Abbas menuturkan, kecurangan Pemilu 2024 hanya salah satu persoalan dari sejumlah persoalan kebangsaan yang merisaukan komunitas kampus. Dirinya mengutip data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menggolongkan Indonesia sebagai negara terancam gagal (failure state).

"Paling buruk Somalia sudah warna merah di laporan PBB. Indonesia bergerak ke arah sana. Ini berbahaya. Kampus melihat hal ini tidak baik dan harus dikoreksi," katanya.

Abbas mengatakan, ada empat hal yang merisaukan komunitas kampus. Pertama, Bank Dunia menyebut Indonesia terancam pecah (bubar) yang antara lain, akibat diskriminasi yang sangat ekstrem. Contohnya distribusi tanah di sejumlah provinsi kalau dihitung jumlahnya tidak satu centimeter lagi untuk penduduk setempat, karena izin penggunaan lahan yang diberikan kepada pengusaha baik dalam dan luar negeri bisa dua kali lebih luas seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tenggara.



"Sebenarnya Indonesia sudah tidak ada. Karena sudah dikasih ke pengusaha-pengusaha itu. Semua dari Singapura lah, dari China lah dari mana-mana. Ini kan merisaukan. Jadi terjadi satu proses pemiskinan massal karena tidak ada aset tanah yang dimiliki, karena dikuasai oleh mereka," kata Abbas.

Kerisauan kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM) rendah akibat mutu pendidikan rendah. Sebab SDM yang bisa diserap di sektor informal dengan upah murah.

Ketiga, negara tidak hadir untuk mengangkat pemberdayaan. Uang yang beredar tidak sampai kepada rakyat berekonomi lemah. Uang hanya beredar sampai pada kelompok ekonomi atas. Usaha kecil mikro (UKM) tidak tersentuh bank karena tidak memenuhi persyaratan untuk dibantu negara.

Keempat, rakyat tidak mempunyai tabungan. Jika dilihat 400 juta hingga 500 juta jumlah rekening di seluruh Indonesia, 98% nilainya kecil-kecil dan terus turun. Dirinya mencontohkan pada tahun 2018 diatas Rp 3 juta rata-rata dari 400-500 juta itu, tetapi di penghujung era kepemimpinan Jokowi turun menjadi Rp2 juta.

"Dan anehnya lagi dari semua rekening yang dibawah Rp2 juta itu ada lebih 70% di Jawa. Jadi di daerah-daerah di luar Jawa ini sulit untuk sekolahkan anaknya, sulit untuk berobat karena dia tidak punya saving. Jadi inilah yang dikatakan Bank Dunia bahwa Indonesia sebenarnya terancam bubar," kata Abbas.

"Nah kampus bersuara bahwa hey look jangan dong merekayasa lagi segala macam ini, kan negara dalam keadaan ini. Jujurlah pada negara ini," sambungnya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1708 seconds (0.1#10.140)