MK Tolak Gugatan Mahasiswa UI Soal Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024
Kamis, 29 Februari 2024 - 20:55 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) atas nama Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan terkait UU Pilkada yang teregister perkara Nomor 12/PUU-XXII/2024.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Kamis (29/2/2024).
Dalam pertimbangannya, MK menilai berkenaan dengan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015 oleh pembentuk undang-undang telah ditindaklanjuti dengan perubahan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada.
Karena itu, terkait isu konstitusionalitas keharusan mengundurkan diri anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD bagi seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah sesungguhnya telah selesai.
"Berkaitan dengan hal tersebut, Mahkamah telah mempertegas kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-XV/2017, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 28 November 2017 di mana kewajiban mengundurkan diri bagi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD tetap melekat jika akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah," ungkapnya.
MK juga menimbang berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas. Selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan dalil para pemohon berkenaan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sebagaimana yang dikehendaki para Pemohon dalam petitum permohonannya.
Pada pokoknya para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada dinyatakan konstitusional jika termasuk pengunduran diri bagi calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang telah terpilih berdasarkan rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.
Terhadap persoalan yang dimohonkan para Pemohon tersebut, Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut sebagai berikut:
Bahwa terkait status calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang terpilih sesungguhnya belum melekat hak dan kewajiban konstitusional yang berpotensi dapat disalahgunakan oleh calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang bersangkutan.
"Karena itu, jika hal ini dikaitkan dengan kekhawatiran para Pemohon sebagai pemilih yang berpotensi tidak mendapatkan jaminan adanya pemilihan kepala daerah yang didasarkan pada pelaksanaan yang memberi rasa keadilan bagi para pemilih, maka kekhawatiran demikian adalah hal yang berlebihan," kata Suhartoyo.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Kamis (29/2/2024).
Dalam pertimbangannya, MK menilai berkenaan dengan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015 oleh pembentuk undang-undang telah ditindaklanjuti dengan perubahan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada.
Karena itu, terkait isu konstitusionalitas keharusan mengundurkan diri anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD bagi seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah sesungguhnya telah selesai.
"Berkaitan dengan hal tersebut, Mahkamah telah mempertegas kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PUU-XV/2017, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 28 November 2017 di mana kewajiban mengundurkan diri bagi anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD tetap melekat jika akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah," ungkapnya.
MK juga menimbang berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas. Selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan dalil para pemohon berkenaan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sebagaimana yang dikehendaki para Pemohon dalam petitum permohonannya.
Pada pokoknya para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada dinyatakan konstitusional jika termasuk pengunduran diri bagi calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang telah terpilih berdasarkan rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.
Terhadap persoalan yang dimohonkan para Pemohon tersebut, Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut sebagai berikut:
Bahwa terkait status calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang terpilih sesungguhnya belum melekat hak dan kewajiban konstitusional yang berpotensi dapat disalahgunakan oleh calon anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang bersangkutan.
"Karena itu, jika hal ini dikaitkan dengan kekhawatiran para Pemohon sebagai pemilih yang berpotensi tidak mendapatkan jaminan adanya pemilihan kepala daerah yang didasarkan pada pelaksanaan yang memberi rasa keadilan bagi para pemilih, maka kekhawatiran demikian adalah hal yang berlebihan," kata Suhartoyo.
(jon)
tulis komentar anda