Bongkar Kelemahan Sirekap KPU, Pakar: Bisa Diapa-apain Tergantung yang Bikin
Jum'at, 16 Februari 2024 - 22:11 WIB
JAKARTA - Kejanggalan data yang dihasilkan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus menuai kontroversi. Hal ini terkait kelemahan entry data yang dikeluarkan.
Banyak masyarakat meragukan data yang dimiliki KPU saat ini yang dihasilkan dari penghitungan Sirekap. Pakar Riset Siber sekaligus Ketua Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan seharusnya ada komparasi data.
“Kalau menurut saya masalah yang sangat simpel. Kan kita meragukan data yang dimiliki KPU kan ya. Untuk memastikan data di KPU adalah data yang benar kan harus ada komparasi datanya. Nah sebenarnya ada nih Kawal Pemilu yang sebenarnya bisa karena ada beberapa masyarakat kita, ada 12 persen dari 823 ribu TPS itu yang bersedia untuk mengorbankan waktunya untuk memonitor hasil suara di TPS masing-masing,” kata Pratama, Jumat (16/2/2024).
Lebih lanjut, dia juga menambahkan sayangnya itu tidak cukup karena ada 823 ribuan tempat pemungutan suara (TPS). Untuk mendapatkan data komparasi tersebut yang paling memungkinkan itu adalah partai politik.
“Ya partai politik karena dia itu kan punya saksi ada caleg dan lain-lain ya. Harusnya mereka punya sistem untuk melakukan real count juga sehingga mereka punya data komparasi sebagai pembanding.
Pratama berpendapat data dari aplikasi Sirekap ini bisa dibuat sesuai kemauan pemiliknya. Menjawab rasa kecurigaan terhadap data yang dihasilkan ini tetap membutuhkan data pembanding.
“Sekarang siapa yang bisa membandingkan data di KPU? Kan nggak ada. Kemudian kalau kita curiga ada rekayasa, dimana curiganya? Karena baca sistem ini susah ya kan. Sistem ini bisa diapa-apain tergantung yang bikin. Oleh karena itu kita butuh komparasi,” tegasnya.
Banyak masyarakat meragukan data yang dimiliki KPU saat ini yang dihasilkan dari penghitungan Sirekap. Pakar Riset Siber sekaligus Ketua Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan seharusnya ada komparasi data.
“Kalau menurut saya masalah yang sangat simpel. Kan kita meragukan data yang dimiliki KPU kan ya. Untuk memastikan data di KPU adalah data yang benar kan harus ada komparasi datanya. Nah sebenarnya ada nih Kawal Pemilu yang sebenarnya bisa karena ada beberapa masyarakat kita, ada 12 persen dari 823 ribu TPS itu yang bersedia untuk mengorbankan waktunya untuk memonitor hasil suara di TPS masing-masing,” kata Pratama, Jumat (16/2/2024).
Lebih lanjut, dia juga menambahkan sayangnya itu tidak cukup karena ada 823 ribuan tempat pemungutan suara (TPS). Untuk mendapatkan data komparasi tersebut yang paling memungkinkan itu adalah partai politik.
“Ya partai politik karena dia itu kan punya saksi ada caleg dan lain-lain ya. Harusnya mereka punya sistem untuk melakukan real count juga sehingga mereka punya data komparasi sebagai pembanding.
Pratama berpendapat data dari aplikasi Sirekap ini bisa dibuat sesuai kemauan pemiliknya. Menjawab rasa kecurigaan terhadap data yang dihasilkan ini tetap membutuhkan data pembanding.
“Sekarang siapa yang bisa membandingkan data di KPU? Kan nggak ada. Kemudian kalau kita curiga ada rekayasa, dimana curiganya? Karena baca sistem ini susah ya kan. Sistem ini bisa diapa-apain tergantung yang bikin. Oleh karena itu kita butuh komparasi,” tegasnya.
(rca)
tulis komentar anda