Aliansi Masyarakat Sipil Desak Polisi Hentikan Penyidikan Terhadap Jerinx
Kamis, 13 Agustus 2020 - 12:50 WIB
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Sipil, seperti ICJR, Elsam, HRWG, Imparsial, YLBHI, mendesak polisi menghentikan penyidikan terhadap I Gede Ari Astina alias Jerinx. Aliansi menilai penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak tepat.
Penyidik Polda Bali telah menahan dan menetapkan tersangka Jerinx. Drummer band Superman is Dead diduga telah melakukan pencemaran nama baik. Sebelumnya, Jerinx menyebut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai kacung WHO di akun instagramnya. (Baca juga: Sebut IDI Kacung WHO, Jerinx SID Resmi Tersangka dan Ditahan)
Penyidik menjerat Jerinx dengan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan tidak perlu dilakukan penahanan terhadap Jerinx. Langkah itu seperti dipaksakan. “Pernyataan Jerinx terhadap penanganan Covid-19 yang kontraproduktif perlu menjadi pemicu untuk menghadirkan diskursus publik yang sehat. (Itu lebih baik) ketimbang menggunakan jalur kriminalisasi melalui instrumen UU ITE,” ujarnya, Kamis (13/8/2020). (Baca juga: Jerinx SID: Tidak Apa-apa Disel)
Aliansi menganggap penerapan Pasal 28 ayat 2 tidak tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut. Pada dasarnya aturan tersebut hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi-ekspresi yang menghasut suatu tindakan kebencian, kekerasan atau diskriminasi SARA. Postingan Jerinx, menurut Erasmus, sangat jauh untuk dapat dikatakan memenuhi unsur tersebut. Aliansi meminta kepolisian berhati-hati dalam menilai suatu ekspresi memiliki muatan berbahaya serius sehingga dapat dipidana.
Penerapan Pasal 27 ayat 3 pun dinilai tidak memiliki dasar. Pasal itu harus mengacu pada ketentuan pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran terhadap individu. “Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan atas pencemaran yang ditujukan terhadap seseorang. Bukan terhadap institusi atau badan hukum,” tuturnya.
Erasmus meminta kejaksaan sebagai yang memiliki kewenangan untuk menuntut agar menolak perkara ini. Sebab, pasal-pasal yang digunakan tidak sesuai dengan maksud pembentukannya dan terlihat dipaksakan. “Penahanan Jerinx bukan langkah yang tepat karena di masa pandemi Covid-19, seluruh pihak sedang berusaha mengurangi jumlah tahanan. Itu untuk mencegah penularan Covid-19,” katanya. Fahmi Bahtiar/rakhmatulloh
Penyidik Polda Bali telah menahan dan menetapkan tersangka Jerinx. Drummer band Superman is Dead diduga telah melakukan pencemaran nama baik. Sebelumnya, Jerinx menyebut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai kacung WHO di akun instagramnya. (Baca juga: Sebut IDI Kacung WHO, Jerinx SID Resmi Tersangka dan Ditahan)
Penyidik menjerat Jerinx dengan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan tidak perlu dilakukan penahanan terhadap Jerinx. Langkah itu seperti dipaksakan. “Pernyataan Jerinx terhadap penanganan Covid-19 yang kontraproduktif perlu menjadi pemicu untuk menghadirkan diskursus publik yang sehat. (Itu lebih baik) ketimbang menggunakan jalur kriminalisasi melalui instrumen UU ITE,” ujarnya, Kamis (13/8/2020). (Baca juga: Jerinx SID: Tidak Apa-apa Disel)
Aliansi menganggap penerapan Pasal 28 ayat 2 tidak tepat dan menyalahi makna dari ketentuan tersebut. Pada dasarnya aturan tersebut hanya dapat digunakan untuk menjerat ekspresi-ekspresi yang menghasut suatu tindakan kebencian, kekerasan atau diskriminasi SARA. Postingan Jerinx, menurut Erasmus, sangat jauh untuk dapat dikatakan memenuhi unsur tersebut. Aliansi meminta kepolisian berhati-hati dalam menilai suatu ekspresi memiliki muatan berbahaya serius sehingga dapat dipidana.
Penerapan Pasal 27 ayat 3 pun dinilai tidak memiliki dasar. Pasal itu harus mengacu pada ketentuan pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran terhadap individu. “Artinya, pasal tersebut hanya dapat dikenakan atas pencemaran yang ditujukan terhadap seseorang. Bukan terhadap institusi atau badan hukum,” tuturnya.
Erasmus meminta kejaksaan sebagai yang memiliki kewenangan untuk menuntut agar menolak perkara ini. Sebab, pasal-pasal yang digunakan tidak sesuai dengan maksud pembentukannya dan terlihat dipaksakan. “Penahanan Jerinx bukan langkah yang tepat karena di masa pandemi Covid-19, seluruh pihak sedang berusaha mengurangi jumlah tahanan. Itu untuk mencegah penularan Covid-19,” katanya. Fahmi Bahtiar/rakhmatulloh
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda