Para Kiai Jabar, Banten, dan DKI Minta PBNU Teguh Memegang Khittah NU

Minggu, 11 Februari 2024 - 21:05 WIB
Para ulama se-Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta meminta PBNU teguh dan istikamah memegang khittah NU di Ponpes Khas Kempek, Cirebon, Sabtu (10/2/2024). Foto/Dok. SINDOnews
CIREBON - Para ulama se-Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta meminta Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) teguh dan istikamah memegang khittah NU. Juga tidak terjerumus politik praktis .

Seruan itu disampaikan dalam acara Silaturahmi Masyayikh Peduli Bangsa di Ponpes Khas Kempek, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Sabtu (10/2/2024). Dalam silaturahmi tersebut, para tokoh-tokoh agama mengeluarkan “9 Resolusi Ulama untuk Penyelamatan Indonesia”.

Di antaranya mengimbau PBNU dan struktur di bawahnya agar istikamah menegakkan semangat khittah NU. Termasuk tidak terjebak dalam politik praktis demi mendukung salah satu paslon.



"Kami para kiai dan ulama pesantren yang ada di Jawa Barat sengaja berkumpul bersama untuk menghimbau warga Nahdliyyin agar memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak bukan karena adanya tekanan intimidasi, paksaan, iming-iming materi," kata KH Husein Muhammad (Buya Husein).

"Warga Nahdliyyin juga tidak perlu takut dengan adanya tekanan, intimidasi, dan rayuan yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk memenangkan paslon tertentu. Masyarakat harus berani memilih pemimpin berdasarkan hati nuraninya sendiri," tambahnya.

Tokoh yang aktif mengampanyekan pesan-pesan kesetaraan gender dalam Islam menyampaikan 3 prinsip kerusakan sistem demokrasi. Pertama, mendasari pada pelanggaran terhadap tatanan hukum (konstitusi).Kedua, pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, praktek nepotisme dan kolusi yang merajalela serta etika yang hilang.

Ketiga, penyalahgunaan wewenang dan praktik politik dinasti lebih dikedepankan dibanding politik untuk kemaslahatan bangsa dan negara. "Tiga prinsip yang sekarang tampaknya sedang terganggu, dirusak sedikit demi sedikit. Satu kemungkinan kita duga sistem akan cenderung ke arah dinasti, berarti sudah merusak sistem demokrasi," ujarnya.

Seruan itu disampaikan seiring munculnya kekhawatiran dari para ulama terhadap masa depan demokrasi dan masa depan Indonesia. Utamanya dengan fenomena pelanggaran tatanan hukum oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Sementara itu, KH Mustofa Aqil Siradj, Pemimpin Ponpes Al-Ghadir, Kempek, Cirebon menyampaikan silaturahmi para kiai ini saling bahu-membahu berorientasi pada kemaslahatan umat. Kiai Musthofa mengatakan persoalan yang berkaitan dengan Pemilu 2024 mengimbau dengan pemimpin yang memenuhi kriteria.

"Kondisi menjelang Pemilu ini ada aturan-aturan ditabrak, dilanggar, bahkan ada yang mengklaim NU dan para santri digiring kepada salah satu paslon," katanya.

Silaturahmi ini turut dihadiri KH Abdul Muin Abdurrahim, KH Ushfuri Anshor, KH Rohmat, KH Ahmad Mustarsyidin, KH Abdul Manan Ghani, dan KH Abdul Muhit. Kemudian KH Ubaidillah Ruhiyat, KH Yusuf Karim, KH Taufikurrahman, dan KH Muhammad Faqih.

Selanjutnya KH M Takiyudin Bashri, KH Zamzami Amin, KH Zamzami Yusuf, dan KH Moh Farid NZ. Kemudian KH Ruhyat Hasby, KH Ahmad Syaekhu, KH R Amin Muhyiddin, KH Encep Subandi, KH Arif Fachruddin, KH Nurul Huda, KH Abdul Mujib, KH Jumhur, KH Miftah Faqih, dan KH Junjun Junaedi.
(poe)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More