Ditantang Hukum Mati Koruptor, Mahfud MD: Sejak Dulu Saya Setuju
Kamis, 08 Februari 2024 - 07:12 WIB
JAKARTA - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD mengakui sejak dulu dirinya setuju koruptor dijatuhi hukuman mati . Ia ingin aturan ini dilaksanakan tanpa embel-embel apa pun.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta acara Tabrak Prof! yang menanyakan bagaimana nasib penerapan hukuman mati bagi koruptor.
"Saya selalu mengatakan, saya setuju koruptor dijatuhi hukuman mati," kata Mahfud dalam acara Tabrak Prof di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (7/2/2024) malam.
Mahfud menjelaskan, hukuman mati sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hanya hukuman mati dijatuhkan jika ada korupsi yang dilakukan dalam keadaan krisis.
Syarat dalam keadaan krisis inilah yang menurut Mahfud tidak dijelaskan secara rinci. Hal ini yang berimbas hukuman mati pada para koruptor ini tak digunakan. "Oleh karena itu jaksa tidak ada yang berani menuntut," tegasnya.
Hukuman mati bagi para koruptor seharusnya bisa berlaku tanpa embel-embel keadaan krisis, sehingga hukuman tersebut benar-benar bisa berlaku untuk para pelaku korupsi di Tanah Air. "Harusnya dicoret saja kata krisisnya itu, itu bisa," paparnya.
Mahfud mengakui penerapan hukuman bagi koruptor mengacu pada negara China. Sebagai informasi, Perdana Menteri (PM) Republik Rakyat China Zhu Rongji yang dilantik pada 1998 mengatakan, 'siapkan 100 peti mati untuk para koruptor, dan gunakan 99 peti itu, sisakan 1 peti untuk saya bila saya korupsi'.
Sementara, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru menyebutkan, hukuman mati bisa dijatuhkan. Namun, apabila dalam kurun waktu 10 tahun belum dilakukan eksekusi mati, kemudian berkelakukan baik, maka hukumannya bisa diubah berdasarkan hukuman pengadilan menjadi penjara seumur hidup.
Hal itulah yang ingin ditata oleh Mahfud MD. Ia yakin semua pihak perlu ikut memberantas korupsi tanpa terkecuali.
"Nah itu juga hukum yang ada sekarang. Semuanya mari kita tata ke depan, pokoknya kita harus berantas korupsi sampai ke akar-akarnya," kata Mahfud.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta acara Tabrak Prof! yang menanyakan bagaimana nasib penerapan hukuman mati bagi koruptor.
"Saya selalu mengatakan, saya setuju koruptor dijatuhi hukuman mati," kata Mahfud dalam acara Tabrak Prof di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (7/2/2024) malam.
Mahfud menjelaskan, hukuman mati sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hanya hukuman mati dijatuhkan jika ada korupsi yang dilakukan dalam keadaan krisis.
Syarat dalam keadaan krisis inilah yang menurut Mahfud tidak dijelaskan secara rinci. Hal ini yang berimbas hukuman mati pada para koruptor ini tak digunakan. "Oleh karena itu jaksa tidak ada yang berani menuntut," tegasnya.
Hukuman mati bagi para koruptor seharusnya bisa berlaku tanpa embel-embel keadaan krisis, sehingga hukuman tersebut benar-benar bisa berlaku untuk para pelaku korupsi di Tanah Air. "Harusnya dicoret saja kata krisisnya itu, itu bisa," paparnya.
Mahfud mengakui penerapan hukuman bagi koruptor mengacu pada negara China. Sebagai informasi, Perdana Menteri (PM) Republik Rakyat China Zhu Rongji yang dilantik pada 1998 mengatakan, 'siapkan 100 peti mati untuk para koruptor, dan gunakan 99 peti itu, sisakan 1 peti untuk saya bila saya korupsi'.
Sementara, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru menyebutkan, hukuman mati bisa dijatuhkan. Namun, apabila dalam kurun waktu 10 tahun belum dilakukan eksekusi mati, kemudian berkelakukan baik, maka hukumannya bisa diubah berdasarkan hukuman pengadilan menjadi penjara seumur hidup.
Hal itulah yang ingin ditata oleh Mahfud MD. Ia yakin semua pihak perlu ikut memberantas korupsi tanpa terkecuali.
"Nah itu juga hukum yang ada sekarang. Semuanya mari kita tata ke depan, pokoknya kita harus berantas korupsi sampai ke akar-akarnya," kata Mahfud.
(abd)
tulis komentar anda