Jejak Digital Rentan Disalahgunakan, Masyarakat Diimbau Lindungi Data Diri
Sabtu, 03 Februari 2024 - 22:21 WIB
Dia menyebut, jejak digital di internet dapat dijadikan bahan kajian dan pertimbangan dalam menentukan karier seseorang. Di Amerika Serikat 60% manajer urung memberikan pekerjaan kepada calon karyawan karena menemukan jejak digital tak baik di media sosial.
Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kemenkominfo Mochamad Hadiyana menyebut, penggunaan ruang digital jika tidak hati-hati dapat berpotensi memicu terjadinya tindak kejahatan. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi untuk menjadikan literasi digital medium pembelajaran masyarakat agar melek digital.
Di antara kejahatan yang dapat terjadi di ruang digital adalah perundungan, penyebaran pornografi, ujaran kebencian, berita bohong atau hoaks, rasisme dan radikalisme.
Rekam jejak digital dapat dengan mudah ditemukan dan rentan untuk disalahgunakan oleh peretas yang dapat merugikan individu bahkan negara karena stabilitas menjadi terancam.
"Untuk itu, kita perlu melakukan proteksi terhadap perangkat digital dengan cara mengubah kata sandi, fingerprint authentication, dan face authentication," ujarnya.
Hadiyana mengimbau masyarakat harus berperan aktif dalam menjaga kemanan platform digital agar informasi pribadi tidak disalahgunakan dan menimbulkan kekacauan di ruang digital. Karena itu, perlu menerapkan budaya digital yang menerapkan nilai-nilai positif.
Visual Designer Entrepreneur Aditya Iswandi mengatakan jejak digital merupakan riwayat aktivitas di internet. Peluang jejak digital untuk mengarah terhadap perbuatan negatif jauh lebih tinggi, sehingga diperlukan langkah pencegahan yang konkret.
"Berpikir ulang sebelum mengunggah suatu konten, dengan melakukan cek dan ricek. Jejak digital tidak dapat hilang sepenuhnya, sehingga diperlukan keutamaan mengunggah konten positif," ujar Aditya.
Aditya menambahkan tidak semua hal diunggah di media sosial, maka sebelum mengunggahnya pastikan masyarakat sudah memilah dan memilih dengan bijak
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kemenkominfo Mochamad Hadiyana menyebut, penggunaan ruang digital jika tidak hati-hati dapat berpotensi memicu terjadinya tindak kejahatan. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi untuk menjadikan literasi digital medium pembelajaran masyarakat agar melek digital.
Di antara kejahatan yang dapat terjadi di ruang digital adalah perundungan, penyebaran pornografi, ujaran kebencian, berita bohong atau hoaks, rasisme dan radikalisme.
Rekam jejak digital dapat dengan mudah ditemukan dan rentan untuk disalahgunakan oleh peretas yang dapat merugikan individu bahkan negara karena stabilitas menjadi terancam.
"Untuk itu, kita perlu melakukan proteksi terhadap perangkat digital dengan cara mengubah kata sandi, fingerprint authentication, dan face authentication," ujarnya.
Hadiyana mengimbau masyarakat harus berperan aktif dalam menjaga kemanan platform digital agar informasi pribadi tidak disalahgunakan dan menimbulkan kekacauan di ruang digital. Karena itu, perlu menerapkan budaya digital yang menerapkan nilai-nilai positif.
Visual Designer Entrepreneur Aditya Iswandi mengatakan jejak digital merupakan riwayat aktivitas di internet. Peluang jejak digital untuk mengarah terhadap perbuatan negatif jauh lebih tinggi, sehingga diperlukan langkah pencegahan yang konkret.
"Berpikir ulang sebelum mengunggah suatu konten, dengan melakukan cek dan ricek. Jejak digital tidak dapat hilang sepenuhnya, sehingga diperlukan keutamaan mengunggah konten positif," ujar Aditya.
Aditya menambahkan tidak semua hal diunggah di media sosial, maka sebelum mengunggahnya pastikan masyarakat sudah memilah dan memilih dengan bijak
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(cip)
tulis komentar anda