Gizi Terpenuhi, Stunting Hilang, Generasi Emas Tercapai
Jum'at, 26 Januari 2024 - 23:13 WIB
Muktiani Asrie Suryaningrum, S.Sos, MPH
Penata Kependudukan dan KB Ahli Madya BKKBN
Pengurus Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
MENUJU 100 tahun kemerdekaan Indonesia, pemerintah menyusun Visi Indonesia 2045. Secara keseluruhan Visi Indonesia 2045 adalah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia, pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan demokratis.
Harapannya Indonesia di usia 100 tahun dapat mewujudkan generasi emas dan dapat memanfaatkan peluang bonus demografi dengan tersedianya sumber daya manusia berkualitas. Sumber daya manusia berkualitas adalah sumber daya manusia yang sehat, cerdas, kreatif dan berdaya saing. Kunci utama dalam mewujudkan harapan tersebut tertumpu pada generasi penerus bangsa yang berkualitas. Namun, saat ini salah satu tantangan Indonesia dalam menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas adalah stunting .
Menurut statistik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 2020 tercatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita stunting adalah balita Indonesia. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan, bahwa prevalensi stunting di Indonesia tahun 2022 berhasil ditekan menjadi 21,6 persen dari 24,4 persen pada tahun 2021. Namun, angka ini masih lebih tinggi dari tolerasi maksimal stunting yang ditetapkan oleh WHO. Untuk melakukan percepatan penurunan prevalensi stunting, Presiden Repubik Indonesia telah mencanangkan target optimistis menjadi 14 persen pada tahun 2024. Untuk itu, percepatan penurunan stunting memerlukan strategi dan metode baru yang lebih kolaboratif dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir.
Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendeknya antara lain terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik serta gangguan metabolisme. Sedangkan gangguan jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan perkembangan kognitif otak anak, kesulitan belajar, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit serta berisiko tinggi munculnya penyakit metabolik. Bahkan ketika dewasa nanti akan memiliki tubuh pendek, tingkat produktivitas yang rendah serta tidak memiliki daya saing di dalam dunia kerja (BKKBN, 2021). Stunting menjadi ancaman besar Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Persoalan stunting menjadi isu hangat di berbagai belahan dunia. Sebagai tanda komitmen Bapak Presiden dalam percepatan penurunan stunting di Indonesai, baru-baru ini tepatnya pada tanggal 5 Agustus 2021, telah menandatangani Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Stunting menurut Perpres Nomor 72 adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yag ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Berdasarkan Perpres tersebut, pemerintah menetapkan percepatan penurunan angka stunting balita sebagai prioritas yang harus dikerjakan dengan berbagai langkah strategis, efektif, dan efisien. Percepatan penurunan stunting dilakukan melalui perluasan cakupan seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dengan penguatan sinergi institusi.
Percepatan penurunan stunting merupakan salah satu agenda prioritas nasional, untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 terdapat 5 pilar dalam Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting. Salah satu pilar dalam Stranas Percepatan Penurunan Stunting tersebut adalah ketahanan pangan dan gizi. Ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat ini menjadi target yang harus kita kawal terus, jadi pilar ke-4 ini menjadi hal yang harus diperkuat.
Penata Kependudukan dan KB Ahli Madya BKKBN
Pengurus Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
MENUJU 100 tahun kemerdekaan Indonesia, pemerintah menyusun Visi Indonesia 2045. Secara keseluruhan Visi Indonesia 2045 adalah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia, pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan demokratis.
Harapannya Indonesia di usia 100 tahun dapat mewujudkan generasi emas dan dapat memanfaatkan peluang bonus demografi dengan tersedianya sumber daya manusia berkualitas. Sumber daya manusia berkualitas adalah sumber daya manusia yang sehat, cerdas, kreatif dan berdaya saing. Kunci utama dalam mewujudkan harapan tersebut tertumpu pada generasi penerus bangsa yang berkualitas. Namun, saat ini salah satu tantangan Indonesia dalam menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas adalah stunting .
Menurut statistik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 2020 tercatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita stunting adalah balita Indonesia. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan, bahwa prevalensi stunting di Indonesia tahun 2022 berhasil ditekan menjadi 21,6 persen dari 24,4 persen pada tahun 2021. Namun, angka ini masih lebih tinggi dari tolerasi maksimal stunting yang ditetapkan oleh WHO. Untuk melakukan percepatan penurunan prevalensi stunting, Presiden Repubik Indonesia telah mencanangkan target optimistis menjadi 14 persen pada tahun 2024. Untuk itu, percepatan penurunan stunting memerlukan strategi dan metode baru yang lebih kolaboratif dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir.
Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendeknya antara lain terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik serta gangguan metabolisme. Sedangkan gangguan jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan perkembangan kognitif otak anak, kesulitan belajar, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit serta berisiko tinggi munculnya penyakit metabolik. Bahkan ketika dewasa nanti akan memiliki tubuh pendek, tingkat produktivitas yang rendah serta tidak memiliki daya saing di dalam dunia kerja (BKKBN, 2021). Stunting menjadi ancaman besar Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Persoalan stunting menjadi isu hangat di berbagai belahan dunia. Sebagai tanda komitmen Bapak Presiden dalam percepatan penurunan stunting di Indonesai, baru-baru ini tepatnya pada tanggal 5 Agustus 2021, telah menandatangani Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Stunting menurut Perpres Nomor 72 adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yag ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Berdasarkan Perpres tersebut, pemerintah menetapkan percepatan penurunan angka stunting balita sebagai prioritas yang harus dikerjakan dengan berbagai langkah strategis, efektif, dan efisien. Percepatan penurunan stunting dilakukan melalui perluasan cakupan seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dengan penguatan sinergi institusi.
Percepatan penurunan stunting merupakan salah satu agenda prioritas nasional, untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 terdapat 5 pilar dalam Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting. Salah satu pilar dalam Stranas Percepatan Penurunan Stunting tersebut adalah ketahanan pangan dan gizi. Ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat ini menjadi target yang harus kita kawal terus, jadi pilar ke-4 ini menjadi hal yang harus diperkuat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda