Fadli Zon: Indonesia Harus Memperkuat Dakwaan terhadap Israel
Senin, 22 Januari 2024 - 13:26 WIB
JAKARTA - Langkah Afrika Selatan untuk menyeret Israel ke hadapan Mahkamah Internasional (International Court of Justice, ICJ) atas tuduhan genosida terhadap penduduk Gaza sangat didukung oleh DPR RI. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon meminta Indonesia mempertajam dakwaan terhadap Israel.
Menurut Fadli, melalui berbagai forum dan pertemuan internasional, DPR juga ikut menyuarakan serta mengajak masyarakat internasional untuk mendukung gugatan yang telah dilayangkan Afrika Selatan pada tanggal 29 Desember 2023 tersebut.
Dalam Sidang Darurat ke-5 PUIC (Parliamentary Union of OIC Countries, Parlemen OKI), serta pertemuan perdana Komisi Khusus Palestina Parlemen Asia, atau APA (Asian Parliamentary Assembly), yang berlangsung di Teheran, Iran, pada 10-11 Januari 2024, sebagai Ketua Delegasi DPR RI dirinya mengusulkan sejumlah langkah konkret yang harus dilakukan Parlemen OKI dan Parlemen Asia untuk membela perjuangan bangsa Palestina dan mendukung upaya hukum yang sedang diperjuangkan Afrika Selatan.
Mahkamah Internasional adalah lembaga peradilan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Langkah Afrika Selatan untuk menyeret kasus genosida Israel di Gaza ke ranah hukum adalah sebuah lompatan penting, karena upaya semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Selama berbulan-bulan kita telah menyaksikan jutaan orang tumpah di jalanan di seluruh dunia untuk menyampaikan dukungan terhadap rakyat Palestina dan mengungkapkan kemarahan terhadap Israel. Ini bukan hanya terjadi di Timur dan Selatan, tapi juga berlangsung di Amerika Serikat dan seluruh negara Eropa. Namun, kita juga melihat, bahwa seluruh kemarahan warga dunia ini telah diabaikan, dilarang, bahkan didiskreditkan oleh para pemimpin negara-negara Barat," ujar Fadli dalam keterangan pers, Senin (22/1/2024).
Fadli menjelaskan, di Inggris sebanyak 70 persen masyarakat mendukung dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Namun, suara masyarakat tersebut tidak terlihat pada posisi dan sikap pemerintah Inggris. Jadi, meskipun di level masyarakat dukungan dan simpati terhadap Palestina sangat populer, dan kian menguat secara global, namun dukungan tersebut tak banyak mengubah sikap pemerintah.
Tetapi, dengan adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan, desakan masyarakat internasional tadi punya peluang untuk tak lagi bisa diabaikan secara politik maupun hukum.
"Kita tahu, pada akhir Desember lalu Afrika Selatan telah meminta Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kekerasan yang dilakukannya terhadap penduduk Gaza," kata politikus Partai Gerindra ini.
Konvensi Genosida 1948, atau Convetion on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948, lanjut Fadli, adalah salah satu konvensi hak asasi manusia internasional yang tertua. Kovensi ini bahkan lahir lebih dulu sebelum Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Traktat ini menyebut bahwa upaya untuk menghancurkan suatu kelompok manusia secara keseluruhan atau sebagian adalah sebuah tindak kejahatan.
Menurut Fadli, melalui berbagai forum dan pertemuan internasional, DPR juga ikut menyuarakan serta mengajak masyarakat internasional untuk mendukung gugatan yang telah dilayangkan Afrika Selatan pada tanggal 29 Desember 2023 tersebut.
Dalam Sidang Darurat ke-5 PUIC (Parliamentary Union of OIC Countries, Parlemen OKI), serta pertemuan perdana Komisi Khusus Palestina Parlemen Asia, atau APA (Asian Parliamentary Assembly), yang berlangsung di Teheran, Iran, pada 10-11 Januari 2024, sebagai Ketua Delegasi DPR RI dirinya mengusulkan sejumlah langkah konkret yang harus dilakukan Parlemen OKI dan Parlemen Asia untuk membela perjuangan bangsa Palestina dan mendukung upaya hukum yang sedang diperjuangkan Afrika Selatan.
Mahkamah Internasional adalah lembaga peradilan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Langkah Afrika Selatan untuk menyeret kasus genosida Israel di Gaza ke ranah hukum adalah sebuah lompatan penting, karena upaya semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Selama berbulan-bulan kita telah menyaksikan jutaan orang tumpah di jalanan di seluruh dunia untuk menyampaikan dukungan terhadap rakyat Palestina dan mengungkapkan kemarahan terhadap Israel. Ini bukan hanya terjadi di Timur dan Selatan, tapi juga berlangsung di Amerika Serikat dan seluruh negara Eropa. Namun, kita juga melihat, bahwa seluruh kemarahan warga dunia ini telah diabaikan, dilarang, bahkan didiskreditkan oleh para pemimpin negara-negara Barat," ujar Fadli dalam keterangan pers, Senin (22/1/2024).
Fadli menjelaskan, di Inggris sebanyak 70 persen masyarakat mendukung dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Namun, suara masyarakat tersebut tidak terlihat pada posisi dan sikap pemerintah Inggris. Jadi, meskipun di level masyarakat dukungan dan simpati terhadap Palestina sangat populer, dan kian menguat secara global, namun dukungan tersebut tak banyak mengubah sikap pemerintah.
Tetapi, dengan adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan, desakan masyarakat internasional tadi punya peluang untuk tak lagi bisa diabaikan secara politik maupun hukum.
"Kita tahu, pada akhir Desember lalu Afrika Selatan telah meminta Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kekerasan yang dilakukannya terhadap penduduk Gaza," kata politikus Partai Gerindra ini.
Konvensi Genosida 1948, atau Convetion on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948, lanjut Fadli, adalah salah satu konvensi hak asasi manusia internasional yang tertua. Kovensi ini bahkan lahir lebih dulu sebelum Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Traktat ini menyebut bahwa upaya untuk menghancurkan suatu kelompok manusia secara keseluruhan atau sebagian adalah sebuah tindak kejahatan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda