Fadli Zon: Indonesia Harus Memperkuat Dakwaan terhadap Israel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Afrika Selatan untuk menyeret Israel ke hadapan Mahkamah Internasional (International Court of Justice, ICJ) atas tuduhan genosida terhadap penduduk Gaza sangat didukung oleh DPR RI. Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon meminta Indonesia mempertajam dakwaan terhadap Israel.
Menurut Fadli, melalui berbagai forum dan pertemuan internasional, DPR juga ikut menyuarakan serta mengajak masyarakat internasional untuk mendukung gugatan yang telah dilayangkan Afrika Selatan pada tanggal 29 Desember 2023 tersebut.
Dalam Sidang Darurat ke-5 PUIC (Parliamentary Union of OIC Countries, Parlemen OKI), serta pertemuan perdana Komisi Khusus Palestina Parlemen Asia, atau APA (Asian Parliamentary Assembly), yang berlangsung di Teheran, Iran, pada 10-11 Januari 2024, sebagai Ketua Delegasi DPR RI dirinya mengusulkan sejumlah langkah konkret yang harus dilakukan Parlemen OKI dan Parlemen Asia untuk membela perjuangan bangsa Palestina dan mendukung upaya hukum yang sedang diperjuangkan Afrika Selatan.
Mahkamah Internasional adalah lembaga peradilan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Langkah Afrika Selatan untuk menyeret kasus genosida Israel di Gaza ke ranah hukum adalah sebuah lompatan penting, karena upaya semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Selama berbulan-bulan kita telah menyaksikan jutaan orang tumpah di jalanan di seluruh dunia untuk menyampaikan dukungan terhadap rakyat Palestina dan mengungkapkan kemarahan terhadap Israel. Ini bukan hanya terjadi di Timur dan Selatan, tapi juga berlangsung di Amerika Serikat dan seluruh negara Eropa. Namun, kita juga melihat, bahwa seluruh kemarahan warga dunia ini telah diabaikan, dilarang, bahkan didiskreditkan oleh para pemimpin negara-negara Barat," ujar Fadli dalam keterangan pers, Senin (22/1/2024).
Fadli menjelaskan, di Inggris sebanyak 70 persen masyarakat mendukung dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Namun, suara masyarakat tersebut tidak terlihat pada posisi dan sikap pemerintah Inggris. Jadi, meskipun di level masyarakat dukungan dan simpati terhadap Palestina sangat populer, dan kian menguat secara global, namun dukungan tersebut tak banyak mengubah sikap pemerintah.
Tetapi, dengan adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan, desakan masyarakat internasional tadi punya peluang untuk tak lagi bisa diabaikan secara politik maupun hukum.
"Kita tahu, pada akhir Desember lalu Afrika Selatan telah meminta Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kekerasan yang dilakukannya terhadap penduduk Gaza," kata politikus Partai Gerindra ini.
Konvensi Genosida 1948, atau Convetion on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948, lanjut Fadli, adalah salah satu konvensi hak asasi manusia internasional yang tertua. Kovensi ini bahkan lahir lebih dulu sebelum Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Traktat ini menyebut bahwa upaya untuk menghancurkan suatu kelompok manusia secara keseluruhan atau sebagian adalah sebuah tindak kejahatan.
Secara keseluruhan, ada lima “tindakan genosida” yang dituduhkan Afrika Selatan terhadap Israel, yaitu pembunuhan massal warga Palestina, mencederai fisik dan mental mereka secara serius, melakukan pemindahan paksa dan blokade pada pasokan penting, melakukan penghancuran total sistem perawatan kesehatan Gaza, serta mencegah kelahiran di Gaza dengan memblokir fasilitas perawatan bantuan medis yang bisa menyelamatkan jiwa.
Dalam tuntutannya, Afrika Selatan juga meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan Israel agar segera menghentikan operasi militernya di Gaza. Tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi kerugian yang lebih lanjut, serius, dan tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Sejak Oktober 2023, sekitar 25.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel, dan lebih dari 61.500 orang terluka parah serta cacat serius. Sementara itu, jutaan penduduk Gaza lainnya kini terlantar hidupnya. Bahkan, para ahli PBB menyebut bahwa apa yang sedang berlangsung di Gaza saat ini adalah sebuah genosida, dan 80 persen kasus kelaparan serta tragedi kemanusaiaan dunia itu secara riil ada di Gaza.
Tragisnya, menghadapi semua fakta tragedi kemanusiaan tersebut, tak pernah ada pernyataan resmi dari Mahkamah Internasional, juga tak pernah ada penyelidik yang pernah mengunjungi Israel atau Palestina sebelum Desember 2023. Saya bahkan mendapat informasi anggaran investigasi untuk kasus Palestina menerima anggaran terkecil di antara semua investigasi aktif yang ada saat ini, di mana besarannya hanya seperempat dari anggaran untuk Ukraina. Dari soal anggaran investigasi ini saja kita sudah bisa menilai adanya jurang menganga antara besarnya dukungan masyarakat internasional terhadap Palestina, dengan langkah-langkah resmi yang telah diambil oleh lembaga-lembaga internasional.
"Sekali lagi, kita berharap langkah yang diambil oleh Afrika Selatan ini akan bergulir menjadi bola salju yang bisa mengubah banyak hal. Itu sebabnya kami yang ada di parlemen memberikan dukungan penuh terhadap Afrika Selatan. Di tengah pergeseran geopolitik dunia dari yang sebelumnya unipolar menjadi multipolar, langkah Afrika Selatan ini harusnya punya daya dobrak. Apalagi, jika seluruh pemerintahan negara berkembang bisa memberikan dukungan," jelas Fadli.
Wakil Presiden Liga Parlemen Al-Quds n Palestine ini juga mengapresiasi pemerintah Indonesia yang telah ikut memberikan dukungan terhadap isu ini. Kementerian Luar Negeri RI telah mengirimkan pandangan tertulisnya (written statement) kepada Mahkamah Internasional. Pada 19 Februari 2024, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dijadwalkan menyampaikan pandangan lisannya (oral statement) kepada ICJ sebagai bagian dari upaya memperkuat argumen ICJ dalam memberikan advisory opinion kepada Majelis Umum PBB.
"Langkah ini penting karena akan menentukan langkah Majelis Umum PBB terhadap Israel. Intinya, Indonesia harus berpartisipasi dalam memperkuat dakwaan terhadap Israel di Mahkamah Internasional," katanya.
Dalam rapat koordinasi antara BKSAP dengan Kementerian Luar Negeri pada 16 Januari, DPR bahkan mendorong pemerintah agar mempertimbangkan penggunaan instrumen ekonomi yang lebih konkret, seperti boikot atau pelarangan kapal Israel untuk memasuki perairan Indonesia. Hal ini agar langkah diplomasi kita tak terkesan sekadar lip service.
"Kami juga mengapresiasi langkah Kementerian Pertahanan yang baru saja melepas bantuan Kapal Rumah Sakit KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat 992 untuk berangkat ke Mesir untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga Gaza. Kapal tersebut mengangkut bantuan peralatan medis, obat-obatan, selimut, perlengkapan bayi dan makanan," pungkas mantan Wakil Ketua DPR RI ini.
Menurut Fadli, melalui berbagai forum dan pertemuan internasional, DPR juga ikut menyuarakan serta mengajak masyarakat internasional untuk mendukung gugatan yang telah dilayangkan Afrika Selatan pada tanggal 29 Desember 2023 tersebut.
Dalam Sidang Darurat ke-5 PUIC (Parliamentary Union of OIC Countries, Parlemen OKI), serta pertemuan perdana Komisi Khusus Palestina Parlemen Asia, atau APA (Asian Parliamentary Assembly), yang berlangsung di Teheran, Iran, pada 10-11 Januari 2024, sebagai Ketua Delegasi DPR RI dirinya mengusulkan sejumlah langkah konkret yang harus dilakukan Parlemen OKI dan Parlemen Asia untuk membela perjuangan bangsa Palestina dan mendukung upaya hukum yang sedang diperjuangkan Afrika Selatan.
Mahkamah Internasional adalah lembaga peradilan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Langkah Afrika Selatan untuk menyeret kasus genosida Israel di Gaza ke ranah hukum adalah sebuah lompatan penting, karena upaya semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya.
"Selama berbulan-bulan kita telah menyaksikan jutaan orang tumpah di jalanan di seluruh dunia untuk menyampaikan dukungan terhadap rakyat Palestina dan mengungkapkan kemarahan terhadap Israel. Ini bukan hanya terjadi di Timur dan Selatan, tapi juga berlangsung di Amerika Serikat dan seluruh negara Eropa. Namun, kita juga melihat, bahwa seluruh kemarahan warga dunia ini telah diabaikan, dilarang, bahkan didiskreditkan oleh para pemimpin negara-negara Barat," ujar Fadli dalam keterangan pers, Senin (22/1/2024).
Fadli menjelaskan, di Inggris sebanyak 70 persen masyarakat mendukung dilakukannya gencatan senjata di Gaza. Namun, suara masyarakat tersebut tidak terlihat pada posisi dan sikap pemerintah Inggris. Jadi, meskipun di level masyarakat dukungan dan simpati terhadap Palestina sangat populer, dan kian menguat secara global, namun dukungan tersebut tak banyak mengubah sikap pemerintah.
Tetapi, dengan adanya tuntutan hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan, desakan masyarakat internasional tadi punya peluang untuk tak lagi bisa diabaikan secara politik maupun hukum.
"Kita tahu, pada akhir Desember lalu Afrika Selatan telah meminta Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kekerasan yang dilakukannya terhadap penduduk Gaza," kata politikus Partai Gerindra ini.
Konvensi Genosida 1948, atau Convetion on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948, lanjut Fadli, adalah salah satu konvensi hak asasi manusia internasional yang tertua. Kovensi ini bahkan lahir lebih dulu sebelum Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Traktat ini menyebut bahwa upaya untuk menghancurkan suatu kelompok manusia secara keseluruhan atau sebagian adalah sebuah tindak kejahatan.
Secara keseluruhan, ada lima “tindakan genosida” yang dituduhkan Afrika Selatan terhadap Israel, yaitu pembunuhan massal warga Palestina, mencederai fisik dan mental mereka secara serius, melakukan pemindahan paksa dan blokade pada pasokan penting, melakukan penghancuran total sistem perawatan kesehatan Gaza, serta mencegah kelahiran di Gaza dengan memblokir fasilitas perawatan bantuan medis yang bisa menyelamatkan jiwa.
Dalam tuntutannya, Afrika Selatan juga meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan Israel agar segera menghentikan operasi militernya di Gaza. Tindakan tersebut diperlukan untuk melindungi kerugian yang lebih lanjut, serius, dan tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Sejak Oktober 2023, sekitar 25.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel, dan lebih dari 61.500 orang terluka parah serta cacat serius. Sementara itu, jutaan penduduk Gaza lainnya kini terlantar hidupnya. Bahkan, para ahli PBB menyebut bahwa apa yang sedang berlangsung di Gaza saat ini adalah sebuah genosida, dan 80 persen kasus kelaparan serta tragedi kemanusaiaan dunia itu secara riil ada di Gaza.
Tragisnya, menghadapi semua fakta tragedi kemanusiaan tersebut, tak pernah ada pernyataan resmi dari Mahkamah Internasional, juga tak pernah ada penyelidik yang pernah mengunjungi Israel atau Palestina sebelum Desember 2023. Saya bahkan mendapat informasi anggaran investigasi untuk kasus Palestina menerima anggaran terkecil di antara semua investigasi aktif yang ada saat ini, di mana besarannya hanya seperempat dari anggaran untuk Ukraina. Dari soal anggaran investigasi ini saja kita sudah bisa menilai adanya jurang menganga antara besarnya dukungan masyarakat internasional terhadap Palestina, dengan langkah-langkah resmi yang telah diambil oleh lembaga-lembaga internasional.
"Sekali lagi, kita berharap langkah yang diambil oleh Afrika Selatan ini akan bergulir menjadi bola salju yang bisa mengubah banyak hal. Itu sebabnya kami yang ada di parlemen memberikan dukungan penuh terhadap Afrika Selatan. Di tengah pergeseran geopolitik dunia dari yang sebelumnya unipolar menjadi multipolar, langkah Afrika Selatan ini harusnya punya daya dobrak. Apalagi, jika seluruh pemerintahan negara berkembang bisa memberikan dukungan," jelas Fadli.
Wakil Presiden Liga Parlemen Al-Quds n Palestine ini juga mengapresiasi pemerintah Indonesia yang telah ikut memberikan dukungan terhadap isu ini. Kementerian Luar Negeri RI telah mengirimkan pandangan tertulisnya (written statement) kepada Mahkamah Internasional. Pada 19 Februari 2024, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dijadwalkan menyampaikan pandangan lisannya (oral statement) kepada ICJ sebagai bagian dari upaya memperkuat argumen ICJ dalam memberikan advisory opinion kepada Majelis Umum PBB.
"Langkah ini penting karena akan menentukan langkah Majelis Umum PBB terhadap Israel. Intinya, Indonesia harus berpartisipasi dalam memperkuat dakwaan terhadap Israel di Mahkamah Internasional," katanya.
Dalam rapat koordinasi antara BKSAP dengan Kementerian Luar Negeri pada 16 Januari, DPR bahkan mendorong pemerintah agar mempertimbangkan penggunaan instrumen ekonomi yang lebih konkret, seperti boikot atau pelarangan kapal Israel untuk memasuki perairan Indonesia. Hal ini agar langkah diplomasi kita tak terkesan sekadar lip service.
"Kami juga mengapresiasi langkah Kementerian Pertahanan yang baru saja melepas bantuan Kapal Rumah Sakit KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat 992 untuk berangkat ke Mesir untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga Gaza. Kapal tersebut mengangkut bantuan peralatan medis, obat-obatan, selimut, perlengkapan bayi dan makanan," pungkas mantan Wakil Ketua DPR RI ini.
(zik)