Pakar Pertanian Apresiasi Kebijakan Pangan dan Pertanian di Era Jokowi
Jum'at, 19 Januari 2024 - 10:14 WIB
Lebih lanjut, Mangku yang merupakan guru besar bidang sosiologi pertanian itu mengusulkan sejumlah hal supaya Presiden Jokowi mengakhiri masa kepemimpinannya dengan kebijakan pertanian yang baik.
Pertama, pemerintah didorong untuk mengumumkan kemampuan negara soal bantuan pupuk. Dengan demikian, kelompok tani bisa membuat perencanaan dalam beberapa tahun ke depan.
“Apakah negara hanya sanggup 10-20 persen atau berapapun itu, harus dijelaskan tiap tahun. Petani berapa diberi kuotanya, lalu mereka membuat perencanaan lewat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK). Jadi konsepnya seperti pagu yang diberikan ke petani. Dan RDKK harus dibuat maju setahun, sehingga ada persiapan yang bagus dari petani dan perusahaan pupuk,” tutur Mangku.
Perihal permodalan, dia mengusulkan petani mendapat bantuan dana dengan sistem investasi, bukan pinjaman. Tidak ketinggalan, bantuan sosial kepada kelompok tani juga masih diperlukan, kalau bisa jumlahnya bahkan ditambah.
“Untuk bantuan langsung tunai (BLT) harus ada dan diperbanyak, khususnya untuk kelompok miskin ekstrem, community based social support untuk komunitas pedesaan,” usulnya.
Di masa depan, jika kebijakan food estate telah berhasil dan kesejahteraan serta bantuan permodalan sudah menjangkau banyak petani, tidak menutup kemungkinan pertanian bisa menjadi salah satu sektor hilirisasi andalan Indonesia.
“Ini yang kita harus serius. Industri pangan harus kita support. Jika food estate jalan, maka pasokan bahan baku juga bagus. Korporasi tani juga bisa mengagregasi produk petani kecil agar fit dengan kebutuhan industri,” ujar Mangku.
Mangku juga mengatakan, jika pola sudahestablished, maka pasokan bahan baku akan terjamin.
“Untuk food estate, jika stok pangan sudah harus dikeluarkan maka industri menyerap. Jika polanya sudah established, maka industri juga akan terjamin pasokan bahan bakunya,” tutup dia.
Pertama, pemerintah didorong untuk mengumumkan kemampuan negara soal bantuan pupuk. Dengan demikian, kelompok tani bisa membuat perencanaan dalam beberapa tahun ke depan.
“Apakah negara hanya sanggup 10-20 persen atau berapapun itu, harus dijelaskan tiap tahun. Petani berapa diberi kuotanya, lalu mereka membuat perencanaan lewat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK). Jadi konsepnya seperti pagu yang diberikan ke petani. Dan RDKK harus dibuat maju setahun, sehingga ada persiapan yang bagus dari petani dan perusahaan pupuk,” tutur Mangku.
Perihal permodalan, dia mengusulkan petani mendapat bantuan dana dengan sistem investasi, bukan pinjaman. Tidak ketinggalan, bantuan sosial kepada kelompok tani juga masih diperlukan, kalau bisa jumlahnya bahkan ditambah.
“Untuk bantuan langsung tunai (BLT) harus ada dan diperbanyak, khususnya untuk kelompok miskin ekstrem, community based social support untuk komunitas pedesaan,” usulnya.
Di masa depan, jika kebijakan food estate telah berhasil dan kesejahteraan serta bantuan permodalan sudah menjangkau banyak petani, tidak menutup kemungkinan pertanian bisa menjadi salah satu sektor hilirisasi andalan Indonesia.
“Ini yang kita harus serius. Industri pangan harus kita support. Jika food estate jalan, maka pasokan bahan baku juga bagus. Korporasi tani juga bisa mengagregasi produk petani kecil agar fit dengan kebutuhan industri,” ujar Mangku.
Mangku juga mengatakan, jika pola sudahestablished, maka pasokan bahan baku akan terjamin.
“Untuk food estate, jika stok pangan sudah harus dikeluarkan maka industri menyerap. Jika polanya sudah established, maka industri juga akan terjamin pasokan bahan bakunya,” tutup dia.
(skr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda