Dana Bagi Hasil Blok Cepu Disoal, UU Perimbangan Keuangan Digugat ke MK
Selasa, 11 Agustus 2020 - 16:36 WIB
JAKARTA - Undang-Undang (UU) Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) . Pemicunya adalah perbedaan dana bagi hasil eksploitasi minyak bumi dan gas di Blok Cepu, perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur, antara Kabupaten Blora, Bojonegoro dan Banyuwangi.
Dalam gugatan yang diajukan Perkumpulan Aliansi Masyarakat Sipil Blora (PAMSB) dan delapan pemohon lain, pokok uji materiil adalah Pasal 19 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b serta Pasal 20 ayat (2) huruf b UU Nomor 33/2004.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang ditangani panel hakim yang dipimpin hakim konstitusi Arief Hidayat dengan anggota Saldi Isra dan Manahan MP Sitompul Selasa (11/8/2020), para pemohon mengungkapkan bahwa Blora merupakan penghasil sumber minyak bumi terbesar di Jawa Tengah, khususnya di Blok Cepu yang berada di perbatasan Blora Tengah dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
(Baca: Eks Karyawan Uji UU BPJS Gara-gara Sulit Bayar Iuran Setelah Tak Bekerja)
Blok Cepu bisa menghasilkan minyak mencapai 220.000 barel (bph) per hari. Eksploitasi sumber daya migas tersebut di Blok Cepu telah dilakukan secara terus menerus sejak tahun 2005 hingga sekarang. "Tetapi hingga sekarang secara linier tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat Blora," tegas kuasa hukum pemohon, Sigit Nugroho Sudibyanto saat membacakan pokok permohonan.
Menurut Pemohon, Kabupaten Blora tidak mendapatkan dana bagi hasil dari pengeboran di Blok Cepu yang dioperatori Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL). Padahal, muatan Blok Cepu berada di wilayah Kabupaten Blora meskipun pengeborannya dilakukan di lapangan Banyuurip, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, Bojonegoro.
"Kabupaten Blora tidak pernah mendapatkan dana bagi hasil (DBH) karena perhitungan DBH didasarkan pada wilayah di mana mulut sumur eksploitasi dan produksi migas dilakukan," beber Sigit.
Padahal, Pasal 19 dan Pasal 20 UU Nomor 33/2004 mengatur bahwa DBH dibagikan kepada provinsi, kabupaten/kota penghasil, dan kabupaten/kota lain. Namun, Pasal 19 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b serta Pasal 20 ayat (2) huruf b, yang menjelaskan bahwa DBH hanya dapat dinikmati oleh kabupaten/kota yang memproduksi migas saja tanpa melihat atau memperhatikan di mana letak sumber daya migas itu berada. ,
(Baca: Gugat UU Corona, Din Syamsuddin Terus Ingatkan Hakim MK Soal Keadilan)
Dalam gugatan yang diajukan Perkumpulan Aliansi Masyarakat Sipil Blora (PAMSB) dan delapan pemohon lain, pokok uji materiil adalah Pasal 19 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b serta Pasal 20 ayat (2) huruf b UU Nomor 33/2004.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang ditangani panel hakim yang dipimpin hakim konstitusi Arief Hidayat dengan anggota Saldi Isra dan Manahan MP Sitompul Selasa (11/8/2020), para pemohon mengungkapkan bahwa Blora merupakan penghasil sumber minyak bumi terbesar di Jawa Tengah, khususnya di Blok Cepu yang berada di perbatasan Blora Tengah dan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
(Baca: Eks Karyawan Uji UU BPJS Gara-gara Sulit Bayar Iuran Setelah Tak Bekerja)
Blok Cepu bisa menghasilkan minyak mencapai 220.000 barel (bph) per hari. Eksploitasi sumber daya migas tersebut di Blok Cepu telah dilakukan secara terus menerus sejak tahun 2005 hingga sekarang. "Tetapi hingga sekarang secara linier tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat Blora," tegas kuasa hukum pemohon, Sigit Nugroho Sudibyanto saat membacakan pokok permohonan.
Menurut Pemohon, Kabupaten Blora tidak mendapatkan dana bagi hasil dari pengeboran di Blok Cepu yang dioperatori Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL). Padahal, muatan Blok Cepu berada di wilayah Kabupaten Blora meskipun pengeborannya dilakukan di lapangan Banyuurip, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, Bojonegoro.
"Kabupaten Blora tidak pernah mendapatkan dana bagi hasil (DBH) karena perhitungan DBH didasarkan pada wilayah di mana mulut sumur eksploitasi dan produksi migas dilakukan," beber Sigit.
Padahal, Pasal 19 dan Pasal 20 UU Nomor 33/2004 mengatur bahwa DBH dibagikan kepada provinsi, kabupaten/kota penghasil, dan kabupaten/kota lain. Namun, Pasal 19 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b serta Pasal 20 ayat (2) huruf b, yang menjelaskan bahwa DBH hanya dapat dinikmati oleh kabupaten/kota yang memproduksi migas saja tanpa melihat atau memperhatikan di mana letak sumber daya migas itu berada. ,
(Baca: Gugat UU Corona, Din Syamsuddin Terus Ingatkan Hakim MK Soal Keadilan)
tulis komentar anda