MK Tak Kenal Putusan Tidak Sah

Selasa, 16 Januari 2024 - 17:57 WIB
Sidang putusan uji formil Pasal 169 huruf q undang-undang Pemilu tentang syarat batas minimal usia capres/cawapres dengan nomor perkara 145/PUU-XXI/2023 yang diajukan dua ahli hukum tata negara, yakni Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar. FOTO/MPI/DA
JAKARTA - Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengenal putusan yang tidak sah meski hakim yang memutuskan perkara tersebut terbukti melanggar kode etik.

Hal tersebut disampaikan dalam sidang putusan uji formil Pasal 169 huruf q undang-undang Pemilu tentang syarat batas minimal usia capres/cawapres dengan nomor perkara 145/PUU-XXI/2023 yang diajukan dua ahli hukum tata negara, yakni Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.

"Putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengenal adanya putusan yang tidak sah meskipun dalam proses pengambilan putusan yang dilakukan oleh para hakim konstitusi terbukti bahwa salah seorang hakim yang ikut memutus perkara tersebut melanggar etik," ucap Guntur di ruang sidang gedung MKRI, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2024).



"Hal tersebut tidak serta merta mengakibatkan putusan tersebut tidak sah dan batal," sambungnya.

Dia mengatakan, putusan MK atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab, undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diterapkan dalam hukum acara peradilan MK.

Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusannya menolak gugatan yang diajukan dua orang ahli hukum tata negara tersebut.

"Dalam provisi menolak permohonan provisi para permohonan. Dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang persidangan, Gedung MKRI, Selasa (16/1/2024).

Dalam gugatannya, mereka meminta putusan provisi atau sela, yang di antaranya meminta MK menunda berlakunya putusan itu dan menangguhkan segala kebijakan berkaitan dengan putusan itu.



Di samping itu, karena tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden berakhir pada 25 November 2023, mereka meminta persidangan secara cepat. Kemudian, mereka juga meminta agar komposisi majelis hakim yang mengadili, memeriksa dan memutuskan perkara ini tidak melibatkan hakim Anwar Usman.

Sementara itu, dalam pokok permohonannya, keduanya meminta agar MK menyatakan pembentukan Putusan 90 itu inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena terdapat cacat hukum dalam proses lahirnya putusan tersebut.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More