Pemutakhiran Data Pemilih Pilkada 2020 Belum Akurat
Selasa, 11 Agustus 2020 - 10:30 WIB
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan puluhan ribu pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) kembali terdaftar dalam formulir daftar pemilih (A-KWK). Sebaliknya, pemilih yang memenuhi syarat (MS) malah dicoret.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menduga hal terjadi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya tidak melakukan sinkronisasi antara daftar pemilih pemilihan umum (Pemilu) 2019 dengan data pemerintah. Padahal, keharusan penyelarasan itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. (Baca juga: Ini 10 Daerah Dengan Tingkat Ketidaknetralan ASN Tinggi)
Pasal 58 ayat 1 dan 2 UU tersebut memerintahkan penyusunan daftar pemilih Pilkada 2020 menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir sebagai sumber pemutakhiran. Tentu diiringi dengan mempertimbangkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) yang berasal dari Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil kabupaten dan kota.
“Daftar pemilih tersebut dibagi ke dalam klaster tempat pemungutan suara (TPS) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 1 PKPU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Pemutakhiran dan Penyusunan daftar pemilih. Dengan formulir A-KWK, KPU melakukan coklit untuk menghasilkan daftar pemilih sementara (DPS) pilkada 2020,” ujar Afifuddin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/8/2020).
Bawaslu, menurutnya, telah melakukan uji petik di 312 kecamatan di 27 provinsi sebagai basis pemeriksaan. Hasilnya, ditemukan sebanyak 73.130 pemilih yang telah dicoret dan dinyatakan TMS pada pemilu 2019 kembali terdaftar. (Baca juga: Bawaslu Akui Partisipasi Pemilih Jadi Titik Rawan Pilkada di Tengah Pandemi)
Temuan kedua, ada 23.968 pemilih yang telah memiliki hak pilih malah tidak terdaftar. “Berdasarkan uji petik itu ditengarai daftar pemilih model A-KWK Pilkada 2020 bukanlah hasil sinkronisasi antara daftar pemilih pemilu terakhir dan DP4. Artinya, proses sinkronisasi tidak menghasilkan data yang akurat, mutakhir, dan berkelanjutan sebagaimana diperintahkan UU,” terang Afifuddin.
Kondisi ini berdampak pada pengulangan pekerjaan yang dilakukan oleh petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Panwaslu Desa atau Kelurahan (PDK) menghapus pemilih yang sudah TMS dan menambahkan yang MS. Afifuddin mengungkapkan hambatan lain, yakni pengawas pemilihan tidak dapat melakukan kegiatan analisis dan pengawasan secara menyeluruh dan komprehensif. Hal itu disebabkan pengawas tidak dapat mengakses daftar pemilih model A-KWK.
Penghalangnya, Keputusan KPU Nomor 335/HK.03.1-Kpt/06/KPU/VII/2020 menetapkan daftar pemilih model A-KWK sebagai informasi yang dikecualikan di lingkungan KPU. Berdasarkan uji petik ini, Bawaslu menyatakan keterbukaan data dan informasi antar penyelenggara pemilu merupakan hal penting. “Mutlak dibutuhkan dan harus menjadi perhatian bersama, Keterbukaan informasi antar penyelenggara pemilihan menjadi kunci terwujudnya daftar pemilih yang akurat, mutakhir, dan komprehensif,” katanya.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menduga hal terjadi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya tidak melakukan sinkronisasi antara daftar pemilih pemilihan umum (Pemilu) 2019 dengan data pemerintah. Padahal, keharusan penyelarasan itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. (Baca juga: Ini 10 Daerah Dengan Tingkat Ketidaknetralan ASN Tinggi)
Pasal 58 ayat 1 dan 2 UU tersebut memerintahkan penyusunan daftar pemilih Pilkada 2020 menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu terakhir sebagai sumber pemutakhiran. Tentu diiringi dengan mempertimbangkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) yang berasal dari Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil kabupaten dan kota.
“Daftar pemilih tersebut dibagi ke dalam klaster tempat pemungutan suara (TPS) sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 1 PKPU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Pemutakhiran dan Penyusunan daftar pemilih. Dengan formulir A-KWK, KPU melakukan coklit untuk menghasilkan daftar pemilih sementara (DPS) pilkada 2020,” ujar Afifuddin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/8/2020).
Bawaslu, menurutnya, telah melakukan uji petik di 312 kecamatan di 27 provinsi sebagai basis pemeriksaan. Hasilnya, ditemukan sebanyak 73.130 pemilih yang telah dicoret dan dinyatakan TMS pada pemilu 2019 kembali terdaftar. (Baca juga: Bawaslu Akui Partisipasi Pemilih Jadi Titik Rawan Pilkada di Tengah Pandemi)
Temuan kedua, ada 23.968 pemilih yang telah memiliki hak pilih malah tidak terdaftar. “Berdasarkan uji petik itu ditengarai daftar pemilih model A-KWK Pilkada 2020 bukanlah hasil sinkronisasi antara daftar pemilih pemilu terakhir dan DP4. Artinya, proses sinkronisasi tidak menghasilkan data yang akurat, mutakhir, dan berkelanjutan sebagaimana diperintahkan UU,” terang Afifuddin.
Kondisi ini berdampak pada pengulangan pekerjaan yang dilakukan oleh petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP). Panwaslu Desa atau Kelurahan (PDK) menghapus pemilih yang sudah TMS dan menambahkan yang MS. Afifuddin mengungkapkan hambatan lain, yakni pengawas pemilihan tidak dapat melakukan kegiatan analisis dan pengawasan secara menyeluruh dan komprehensif. Hal itu disebabkan pengawas tidak dapat mengakses daftar pemilih model A-KWK.
Penghalangnya, Keputusan KPU Nomor 335/HK.03.1-Kpt/06/KPU/VII/2020 menetapkan daftar pemilih model A-KWK sebagai informasi yang dikecualikan di lingkungan KPU. Berdasarkan uji petik ini, Bawaslu menyatakan keterbukaan data dan informasi antar penyelenggara pemilu merupakan hal penting. “Mutlak dibutuhkan dan harus menjadi perhatian bersama, Keterbukaan informasi antar penyelenggara pemilihan menjadi kunci terwujudnya daftar pemilih yang akurat, mutakhir, dan komprehensif,” katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda