Penyelesaian Masalah HAM Harus Jadi Prioritas Pemerintahan Baru
Kamis, 28 Desember 2023 - 18:09 WIB
JAKARTA - Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) merekomendasikan kepada semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada 100 hari pertama pemerintahan terpilih nanti, untuk menindaklanjuti masalah HAM yang telah dibahas pada debat pertama, 12 Desember 2023.
baca juga: Todung Mulya Lubis Usul Capres-Cawapres Jalani Audit HAM
Makarim Wibisono, salah satu pendiri FIHRRST mengatakan, sebagai Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan anggota Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM), FIHRRST merekomendasikan agar capres dan cawapres memerhatikan isu HAM di Papua secara holistic, di mana mengacu pada instrumen HAM nasional dan internasional.
“Laporan aduan dari Komnas HAM Indonesia perlu ditindaklanjuti, terutama Laporan Tahunan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang mendata isu-isu HAM,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Makarim juga menyampaikan bahwa terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui oleh pemerintah Indonesia, dan telah didukung pula dengan pembentukan PPHAM sesuai Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023.
Terkait persoalan ini, FIHRRST memberikan rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sebaiknya sesuai dengan instrumen HAM nasional dan internasional yang berlaku. FIHRRST juga merekomendasikan untuk memperpanjang masa kerja Tim Pemantau PPHAM.
baca juga: Debat Perdana Capres 2024, Imparsial: Ganjar Paling Progresif Membahas Isu HAM
“Tim ini yang memantau pelaksanaan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu serta menindaklanjuti rekomendasi yang telah diusulkan oleh Komnas HAM terkait isu HAM berdasarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 9 tahun 2022 Tentang Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang berat,” imbuh Makarim.
FIHRRST juga menyuarakan empat isu yang meliputi bisnis dan HAM, lingkungan, penjaminan hak kelompok rentan, dan kebebasan berpendapat. “Penyelenggaraan uji tuntas HAM perusahaan dan rantai pasok, serta akses pemulihan terhadap korban dampak HAM oleh perusahaan dibutuhkan sebagai penjaminan hak-hak pekerja dan pencegahan dampak akibat aktivitas perusahaan,” ujar peniliti FIHRRST Ratih Ananda Putri.
baca juga: Todung Mulya Lubis Usul Capres-Cawapres Jalani Audit HAM
Makarim Wibisono, salah satu pendiri FIHRRST mengatakan, sebagai Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan anggota Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM), FIHRRST merekomendasikan agar capres dan cawapres memerhatikan isu HAM di Papua secara holistic, di mana mengacu pada instrumen HAM nasional dan internasional.
“Laporan aduan dari Komnas HAM Indonesia perlu ditindaklanjuti, terutama Laporan Tahunan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang mendata isu-isu HAM,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Makarim juga menyampaikan bahwa terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui oleh pemerintah Indonesia, dan telah didukung pula dengan pembentukan PPHAM sesuai Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023.
Terkait persoalan ini, FIHRRST memberikan rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sebaiknya sesuai dengan instrumen HAM nasional dan internasional yang berlaku. FIHRRST juga merekomendasikan untuk memperpanjang masa kerja Tim Pemantau PPHAM.
baca juga: Debat Perdana Capres 2024, Imparsial: Ganjar Paling Progresif Membahas Isu HAM
“Tim ini yang memantau pelaksanaan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu serta menindaklanjuti rekomendasi yang telah diusulkan oleh Komnas HAM terkait isu HAM berdasarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 9 tahun 2022 Tentang Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang berat,” imbuh Makarim.
FIHRRST juga menyuarakan empat isu yang meliputi bisnis dan HAM, lingkungan, penjaminan hak kelompok rentan, dan kebebasan berpendapat. “Penyelenggaraan uji tuntas HAM perusahaan dan rantai pasok, serta akses pemulihan terhadap korban dampak HAM oleh perusahaan dibutuhkan sebagai penjaminan hak-hak pekerja dan pencegahan dampak akibat aktivitas perusahaan,” ujar peniliti FIHRRST Ratih Ananda Putri.
tulis komentar anda