Kisah Prajurit Kopassus di Medan Operasi, Dibuang 14 Kali dari Pesawat hingga Minum Air Bekas Kuda
Jum'at, 15 Desember 2023 - 06:08 WIB
Lain lagi cerita yang dialami Mayor Umar saat betugas di medan operasi Darfur, Sudan. Perwira Kopassus yang tergabung dalam Kontingen Garuda United Nations African Mision in Darfur (UNAMID) ini berangkat ke Sudan di bawah Union Hybrid Operation yang menggabungkan PBB dan African Union (Uni Afrika).
Sebagai anggota tetap PBB sudah menjadi tugas Indonesia untuk berpartisipasi dalam misi perdamaian dunia. "Waktu itu, saya ditugaskan untuk ke Darfur, Sudan. Penugasan mulai 5 September 2008 sampai kembali ke Tanah Air 6 September 2009. Tepat setahun," kenang Umar.
Seperti diketahui, Darfur merupakan salah satu daerah bergejolak di Sudan. Salah satu persoalan kekerasan yang menonjol di Darfur adalah pemerkosaan dan pembunuhan sistematis. Banyak anak-anak diculik untuk dijadikan budak di kota besar.
Kelompok milisi Arab Janjaweed secara terorganisir menyerbu perkampungan warga Afrika. Serangan ini diikuti dengan pembunuhan terhadap kaum pria dan pemerkosaan pada perempuan setempat.
"Penduduk sangat trauma dan tertekan. Posisi mereka begitu serba salah, misalnya mereka butuh kayu untuk memasak, tapi tidak ada yang berani pergi mengambil ke hutan. Lelaki memilih tinggal di rumah karena kalau sampai tertangkap milisi Janjaweed, mereka akan dibunuh. Sementara kalau perempuan yang pergi maka mereka pasti diperkosa, tapi dibiarkan hidup," ucap Umar mengenai kondisi yang dialami masyarakat Darfur sektor Barat yang demikian tragis.
Umar yang bertugas di sektor barat Darfur dengan Ibu Kota El-Zenina menjadi satu-satunya pasukan Indonesia di sana. Selama penugasan, Umar tidak mengalami masalah dalam penyesuaian dengan para prajurit asing yang juga bertugas meski baru bertemu di tempat tugas dengan latar bangsa dan budaya berbeda.
"Kita punya kode etik sendiri dan tidak boleh diskriminatif. Tugas kita mengumpulkan data tentang faksi di masyarakat, Investigasi kriminalitas dan monitoring wilayah contohnya daerah Al Zenina," kata Umar.
Prajurit Kopassus yang mendapat tugas sebagai Military Observer (Milobs) di daerah konflik yang ditunjuk PBB, tidak mengalami kesulitan berarti dalam mendekati masyarakat, apalagi penduduk setempat adalah Muslim. Sebagai penghormatan atas kehadiran prajurit Kopassus, penduduk setempat menghidangkan air minum.
"Mereka begitu senang kedatangan saya yang Muslim. Untuk menunjukkan penghormatan, mereka langsung memberi saya minum. Sayangnya, air minum diambil dari tempat di mana kuda mereka juga minum, maklumlah air barang langka. Jadi dengan menahan nafas saya minum air kecokelatan yang mereka tawarkan, Untung tidak kena penyakit,” katanya.
Kejadian itu pun langsung dijadikan pengalaman oleh prajurit Korps Baret Merah ini. Setiap melakukan kunjungan ke warga setempat, Mayor Umar selalu mengaku sedang berpuasa. ”Sejak itu puasa tidak puasa, saya selalu mengaku puasa kalau sedang melakukan kunjungan," ucapnya.
Sebagai anggota tetap PBB sudah menjadi tugas Indonesia untuk berpartisipasi dalam misi perdamaian dunia. "Waktu itu, saya ditugaskan untuk ke Darfur, Sudan. Penugasan mulai 5 September 2008 sampai kembali ke Tanah Air 6 September 2009. Tepat setahun," kenang Umar.
Seperti diketahui, Darfur merupakan salah satu daerah bergejolak di Sudan. Salah satu persoalan kekerasan yang menonjol di Darfur adalah pemerkosaan dan pembunuhan sistematis. Banyak anak-anak diculik untuk dijadikan budak di kota besar.
Kelompok milisi Arab Janjaweed secara terorganisir menyerbu perkampungan warga Afrika. Serangan ini diikuti dengan pembunuhan terhadap kaum pria dan pemerkosaan pada perempuan setempat.
"Penduduk sangat trauma dan tertekan. Posisi mereka begitu serba salah, misalnya mereka butuh kayu untuk memasak, tapi tidak ada yang berani pergi mengambil ke hutan. Lelaki memilih tinggal di rumah karena kalau sampai tertangkap milisi Janjaweed, mereka akan dibunuh. Sementara kalau perempuan yang pergi maka mereka pasti diperkosa, tapi dibiarkan hidup," ucap Umar mengenai kondisi yang dialami masyarakat Darfur sektor Barat yang demikian tragis.
Umar yang bertugas di sektor barat Darfur dengan Ibu Kota El-Zenina menjadi satu-satunya pasukan Indonesia di sana. Selama penugasan, Umar tidak mengalami masalah dalam penyesuaian dengan para prajurit asing yang juga bertugas meski baru bertemu di tempat tugas dengan latar bangsa dan budaya berbeda.
"Kita punya kode etik sendiri dan tidak boleh diskriminatif. Tugas kita mengumpulkan data tentang faksi di masyarakat, Investigasi kriminalitas dan monitoring wilayah contohnya daerah Al Zenina," kata Umar.
Prajurit Kopassus yang mendapat tugas sebagai Military Observer (Milobs) di daerah konflik yang ditunjuk PBB, tidak mengalami kesulitan berarti dalam mendekati masyarakat, apalagi penduduk setempat adalah Muslim. Sebagai penghormatan atas kehadiran prajurit Kopassus, penduduk setempat menghidangkan air minum.
"Mereka begitu senang kedatangan saya yang Muslim. Untuk menunjukkan penghormatan, mereka langsung memberi saya minum. Sayangnya, air minum diambil dari tempat di mana kuda mereka juga minum, maklumlah air barang langka. Jadi dengan menahan nafas saya minum air kecokelatan yang mereka tawarkan, Untung tidak kena penyakit,” katanya.
Kejadian itu pun langsung dijadikan pengalaman oleh prajurit Korps Baret Merah ini. Setiap melakukan kunjungan ke warga setempat, Mayor Umar selalu mengaku sedang berpuasa. ”Sejak itu puasa tidak puasa, saya selalu mengaku puasa kalau sedang melakukan kunjungan," ucapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda