Rawan Disalahgunakan untuk Kepentingan Politik, Pemanggilan Kades Harus Dihentikan
Sabtu, 02 Desember 2023 - 21:54 WIB
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil meminta pemanggilan kepala desa dihentikan. Sebab pemanggilan kepada kepala desa di tahun politik saat ini rawan disalahgunakan untuk kepentingan Pemilu 2024.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, pemanggilan terhadap sejumlah kepala desa di tahun pemilu ini telah menimbulkan kontroversi dan perhatian masyarakat. Pemanggilan kepala desa ini justru rawan untuk dipergunakan sebagai sarana untuk menekan kepala desa. Ditambah lagi, belakangan ini ada indikasi kuat kontestan pemilu yang berupaya memobilisasi dukungan para kepala desa untuk kepentingan pemenangan politik pemilu.
”Kondisi dan situasi di Jawa Tengah, terkait pemanggilan kepala desa telah mendapatkan perhatian publik dan menimbulkan kontroversi, karena memperlihatkan sejumlah kejanggalan, mulai dari momentumnya di tengah pelaksanaan pemilu, pemanggilan yang serentak, berlangsung di daerah utama kontestasi electoral,” ujarnya, Sabtu (2/12/2023).
Jika dugaan adanya motif politik elektoral di balik pemanggilan para kepala desa tersebut benar adanya, kata Julius, polisi patut diduga kuat telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung.
”Koalisi Masyarakat Sipil menilai munculnya kritik dan kekhawatiran masyarakat terkait pemanggilan kepala desa yang rawan jadi alat politik seharusnya menjadi warning bagi institusi kepolisian. Sangat penting bagi institusi kepolisian untuk mengedepankan profesionalitas dan netralitas di tengah penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.
Masyarakat Sipil mengingatkan institusi kepolisian bukanlah alat kekuasaan, termasuk kepentingan elite politik untuk pemenangan kontestasi pemilu. UU Polri telah menegaskan Polri bukan sebagai alat kekuasaan dan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam bentuk apapun.
Institusi kepolisian yang disalahgunakan oleh elite politik untuk pemenangan pemilu tidak hanya mengancam kebebasan dalam pemilu, tapi juga merusak profesionalisme polisi. ”Tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, namun juga dapat merusak moral institusi yang seharusnya bersikap independen dan imparsial dalam situasi politik saat ini,” katanya.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, pemanggilan terhadap sejumlah kepala desa di tahun pemilu ini telah menimbulkan kontroversi dan perhatian masyarakat. Pemanggilan kepala desa ini justru rawan untuk dipergunakan sebagai sarana untuk menekan kepala desa. Ditambah lagi, belakangan ini ada indikasi kuat kontestan pemilu yang berupaya memobilisasi dukungan para kepala desa untuk kepentingan pemenangan politik pemilu.
”Kondisi dan situasi di Jawa Tengah, terkait pemanggilan kepala desa telah mendapatkan perhatian publik dan menimbulkan kontroversi, karena memperlihatkan sejumlah kejanggalan, mulai dari momentumnya di tengah pelaksanaan pemilu, pemanggilan yang serentak, berlangsung di daerah utama kontestasi electoral,” ujarnya, Sabtu (2/12/2023).
Baca Juga
Jika dugaan adanya motif politik elektoral di balik pemanggilan para kepala desa tersebut benar adanya, kata Julius, polisi patut diduga kuat telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung.
”Koalisi Masyarakat Sipil menilai munculnya kritik dan kekhawatiran masyarakat terkait pemanggilan kepala desa yang rawan jadi alat politik seharusnya menjadi warning bagi institusi kepolisian. Sangat penting bagi institusi kepolisian untuk mengedepankan profesionalitas dan netralitas di tengah penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.
Baca Juga
Masyarakat Sipil mengingatkan institusi kepolisian bukanlah alat kekuasaan, termasuk kepentingan elite politik untuk pemenangan kontestasi pemilu. UU Polri telah menegaskan Polri bukan sebagai alat kekuasaan dan larangan bagi anggotanya untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam bentuk apapun.
Institusi kepolisian yang disalahgunakan oleh elite politik untuk pemenangan pemilu tidak hanya mengancam kebebasan dalam pemilu, tapi juga merusak profesionalisme polisi. ”Tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, namun juga dapat merusak moral institusi yang seharusnya bersikap independen dan imparsial dalam situasi politik saat ini,” katanya.
tulis komentar anda