Pengkritik Keberadaan KAMI Dinilai Terlalu Sensitif
Jum'at, 07 Agustus 2020 - 22:37 WIB
JAKARTA - Para pihak yang mengkritik keberadaan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dinilai terlalu sensitif. Direktur Eksekutif Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH) Hatta Taliwang yang ikut dalam KAMI itu menjelaskan bahwa koalisinya tidak ada urusannya dengan politik.
"Jadi enggak ada urusan dengan dongkel-mendongkel. Itu urusan politik, lain lagi lah itu. Karena dalam pengalaman kita berbangsa juga sudah biasa, karena kurang berfungsinya lembaga legislatif, maka masyarakat melakukan kontrol langsung," ujar Hatta Taliwang kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020). (Baca juga: Kritik Pemerintah, KAMI Tidak Peduli Dicap Oposisi Jalanan)
Hatta Taliwang mengatakan, tokoh-tokoh yang terlibat dalam KAMI mengerti betul cara bernegara yang benar. "Jadi, itu orang-orang yang terlalu sensitif, sampai harus takut ini ini, kalau soal politik lain lagi urusannya," ungkapnya. (Baca juga: Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia sebagai Kontrol Pemerintah)
Dirinya pun memberikan contoh di era Orde Baru kepemimpinan Soeharto, ada juga tokoh-tokoh yang mengingatkan pemerintah. "Sejarahnya dulu zaman Pak Harto terlalu kencang, kuat, hampir semau-maunya, melahirkan lah tokoh-tokoh secara moral mengingatkan Pak Harto seperti Petisi 50, atau Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang dipelopori Bung Hatta, itu kan semua bagian dari kontrol langsung orang-orang yang merasa punya pikiran untuk meluruskan perjalanan bangsa sesuai dengan konstitusi, sesuai dengan norma-norma standar dalam sebuah negara demokrasi," ujarnya.
Lagipula, kata Hatta, KAMI adalah gerakan moral yang menghimpun orang-orang peduli pada nasib bangsa dan negara. "Sekali lagi ini gerakan moral," kata Hatta.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa dasar pemikiran dibentuknya KAMI itu adalah kondisi bangsa yang memprihatinkan saat ini. "Jadi, mesti ada orang-orang yang peduli untuk menyelamatkan jangan sampai Indonesia menjadi kacau, terbelah dan sebagainya. Karena indikasi-indikasi itu kan terlihat," katanya.
Salah satu contohnya, kata dia, Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang mereduksi peran DPR dalam hal anggaran. Bahkan, lanjut dia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun direduksi perannya. "Lalu yang paling parah itu adalah dari sudut hukum bahwa mereka yang melakukan keputusan dalam hal keuangan negara itu tidak bisa dituntut secara hukum kalau itu terjadi kerugian, kejahatan dan sebagainya. Itu kan berat itu," tuturnya.
Ditambah lagi dengan isu Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang berubah menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) serta Undang-undang Minerba. "Lalu iuran BPJS Kesehatan yang dibatalkan MA kok bisa pemerintah menabrak dengan menaikkan lagi," pungkasnya. Rico Afrido Simanjuntak
"Jadi enggak ada urusan dengan dongkel-mendongkel. Itu urusan politik, lain lagi lah itu. Karena dalam pengalaman kita berbangsa juga sudah biasa, karena kurang berfungsinya lembaga legislatif, maka masyarakat melakukan kontrol langsung," ujar Hatta Taliwang kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020). (Baca juga: Kritik Pemerintah, KAMI Tidak Peduli Dicap Oposisi Jalanan)
Hatta Taliwang mengatakan, tokoh-tokoh yang terlibat dalam KAMI mengerti betul cara bernegara yang benar. "Jadi, itu orang-orang yang terlalu sensitif, sampai harus takut ini ini, kalau soal politik lain lagi urusannya," ungkapnya. (Baca juga: Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia sebagai Kontrol Pemerintah)
Dirinya pun memberikan contoh di era Orde Baru kepemimpinan Soeharto, ada juga tokoh-tokoh yang mengingatkan pemerintah. "Sejarahnya dulu zaman Pak Harto terlalu kencang, kuat, hampir semau-maunya, melahirkan lah tokoh-tokoh secara moral mengingatkan Pak Harto seperti Petisi 50, atau Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang dipelopori Bung Hatta, itu kan semua bagian dari kontrol langsung orang-orang yang merasa punya pikiran untuk meluruskan perjalanan bangsa sesuai dengan konstitusi, sesuai dengan norma-norma standar dalam sebuah negara demokrasi," ujarnya.
Lagipula, kata Hatta, KAMI adalah gerakan moral yang menghimpun orang-orang peduli pada nasib bangsa dan negara. "Sekali lagi ini gerakan moral," kata Hatta.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa dasar pemikiran dibentuknya KAMI itu adalah kondisi bangsa yang memprihatinkan saat ini. "Jadi, mesti ada orang-orang yang peduli untuk menyelamatkan jangan sampai Indonesia menjadi kacau, terbelah dan sebagainya. Karena indikasi-indikasi itu kan terlihat," katanya.
Salah satu contohnya, kata dia, Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang mereduksi peran DPR dalam hal anggaran. Bahkan, lanjut dia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun direduksi perannya. "Lalu yang paling parah itu adalah dari sudut hukum bahwa mereka yang melakukan keputusan dalam hal keuangan negara itu tidak bisa dituntut secara hukum kalau itu terjadi kerugian, kejahatan dan sebagainya. Itu kan berat itu," tuturnya.
Ditambah lagi dengan isu Rancangan Undang-undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang berubah menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) serta Undang-undang Minerba. "Lalu iuran BPJS Kesehatan yang dibatalkan MA kok bisa pemerintah menabrak dengan menaikkan lagi," pungkasnya. Rico Afrido Simanjuntak
(cip)
tulis komentar anda