Soal Transparansi Lembaga Survei, Direktur Eksekutif IPO: Memang Ada yang Tak Ditampilkan
Sabtu, 25 November 2023 - 12:43 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah membantah soal menolak transparansi dan akuntabel, perihal sumber pendanaan hingga metodologi lembaga survei secara detail ke publik. Menurutnya, hal itu supaya kualitas survei tetap terjaga dan tidak rusak.
"Memang ada hal-hal yang tidak ditampilkan atau yang tidak disampaikan kepada publik bukan karena kami menolak transparansi, tapi hanya menjalankan sesuai koridor metodologis supaya kualitas survei terjaga," kata Dedi dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk Survei yang Membagongkan, Sabtu (25/11/2023).
"Jadi kalau tadi DEEP mengatakan, harus ada audit dan berkaitan siapa itu donatur, bagaimana metodologi dan segala macamnya itu saya kira bukan koridor transparansi. Justru bisa merusak kualitas survei itu sendiri," tambahnya.
Dedi menekankan, independensi lembaga survei bisa diganggu hingga disabotase oleh pihak tertentu. "Kenapa? karena nanti independensinya bisa diganggu, bisa disabotase oleh pihak yang berkepentingan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur DEEP Indonesia, Neni Nurhayati menyebut jangan sampai lembaga survei menjadi prostitusi demokrasi menjelang Pemilu 2024. Hal itu disampaikan dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Survei yang Membagongkan' pada Sabtu (25/11/2023).
"Saya sebagai anak muda agak mengeluarkan diksi yang agak tendensius karena ini juga sama 'survei yang membagongkan' provokatif juga jadi jangan kemudian menjadi prostitusi demokrasi karena lembaga survei itu kan seharusnya dapat bekerja secara independen sebagai pelaku pekerja ilmiah dalam melakukan penghitungan ilmiah dengan metode statistik yang berlaku," kata Neni.
Neni mengungkap hasil pemantauan di Pemilu 2014 dan 2019 bahwa lembaga survei tidak serius dalam laporan ke KPU terkait metodelogi hingga sumber pendanaan mereka. Ia menilai hal itu menjadi kejanggalan ketika lembaga survei tidak transparan dan akuntabel.
"Ketika saya melakukan pemantauan di Pemilu 2014 atau 2019 kemarin terakhir ternyata memang lembaga survei tidak serius terhadap laporan ke komisi pemilihan umum bagaimana metodologinya, darimana sumber dana dan lain sebagainya ini tidak transparan dan akuntabel sehingga menjadi tandatanya publik ada apa dibalik lembaga survei?" ucapnya.
"Jangan-jangan betul bekerja hanya untuk kemenangan kandidat tertentu dan ini tentu jadi permasalahan ketika bekerja sama dengan partai untuk melakukan survei," tutupnya.
"Memang ada hal-hal yang tidak ditampilkan atau yang tidak disampaikan kepada publik bukan karena kami menolak transparansi, tapi hanya menjalankan sesuai koridor metodologis supaya kualitas survei terjaga," kata Dedi dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk Survei yang Membagongkan, Sabtu (25/11/2023).
"Jadi kalau tadi DEEP mengatakan, harus ada audit dan berkaitan siapa itu donatur, bagaimana metodologi dan segala macamnya itu saya kira bukan koridor transparansi. Justru bisa merusak kualitas survei itu sendiri," tambahnya.
Dedi menekankan, independensi lembaga survei bisa diganggu hingga disabotase oleh pihak tertentu. "Kenapa? karena nanti independensinya bisa diganggu, bisa disabotase oleh pihak yang berkepentingan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur DEEP Indonesia, Neni Nurhayati menyebut jangan sampai lembaga survei menjadi prostitusi demokrasi menjelang Pemilu 2024. Hal itu disampaikan dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Survei yang Membagongkan' pada Sabtu (25/11/2023).
"Saya sebagai anak muda agak mengeluarkan diksi yang agak tendensius karena ini juga sama 'survei yang membagongkan' provokatif juga jadi jangan kemudian menjadi prostitusi demokrasi karena lembaga survei itu kan seharusnya dapat bekerja secara independen sebagai pelaku pekerja ilmiah dalam melakukan penghitungan ilmiah dengan metode statistik yang berlaku," kata Neni.
Neni mengungkap hasil pemantauan di Pemilu 2014 dan 2019 bahwa lembaga survei tidak serius dalam laporan ke KPU terkait metodelogi hingga sumber pendanaan mereka. Ia menilai hal itu menjadi kejanggalan ketika lembaga survei tidak transparan dan akuntabel.
"Ketika saya melakukan pemantauan di Pemilu 2014 atau 2019 kemarin terakhir ternyata memang lembaga survei tidak serius terhadap laporan ke komisi pemilihan umum bagaimana metodologinya, darimana sumber dana dan lain sebagainya ini tidak transparan dan akuntabel sehingga menjadi tandatanya publik ada apa dibalik lembaga survei?" ucapnya.
"Jangan-jangan betul bekerja hanya untuk kemenangan kandidat tertentu dan ini tentu jadi permasalahan ketika bekerja sama dengan partai untuk melakukan survei," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda