Pertarungan Final Prancis Vs Jerman Berebut Kapal Selam Indonesia
Senin, 20 November 2023 - 05:07 WIB
Dengan masing-masing keunggulan yang dimiliki, kapal selam produksi Naval Group dan tkMS relatif memenuhi semua unsur kecanggihan teknologi dan aspek strategis. Kapasitas kapal selam yang umumnya dibutuhkan di antaranya kesenyapan, waktu penyelaman yang lama, mampu beroperasi di berbagai medan yang luas, bisa membuat berbagai jenis dan banyak persenjataan, dan mampu melakukan berbagai operasi serangan.
Dalam inovasi untuk merespons perkembangan dinamika tantangan perang modern, keduanya menempati posisi state of the art. Lantas apa yang membedakan? Naval Group secara tegas menyertakan ToT sebagai bagian dari misi bisnis perusahaan.
Naval Group menyebut, pembangunan keseluruhan atau sebagian kapal selam yang dilakukan dengan mitral lokal memiliki keuntungan ganda, yakni jaminan bahwa kapal memenuhi persyaratan penggunanya dan jaminan dampak sosial-ekonomi positif bagi masyarakat lokal. Komitmen ini sudah ditegaskan dalam konteks rencana akuisis kapal selam Indonesia. Sedangkan di sisi lain, tkMS sudah angkat tangan memenuhi prosedur tersebut.
Komitmen Naval Group bukanlah omong kosong. Dengan India, misalnya, kontrak pembelian 6 kapal selam Scorpene yang kontraknya diteken pada 2005 pembangunannya dilakukan bekerja sama dengan pabrikan lokal, Mazagon Dock Shipbuilders Limited (MDL) yang berbasis di Mumbai. Selain di India, skema ToT juga dilakukan Naval Group -sebelumnya bernama DCNS- membangun kapal Scorpene yang diperbesar untuk Brazil bersama mitral lokal ICN yang bermarkas di Itaquai Brazil.
Dengan Indonesia, Naval Group sudah menyiapkan jalan menuju ToT, tepatnya dengan PT PAL Indonesia. Memorandum of Understanding (MoU) tentang kerjasama research and development kapal selam pun sudah diteken pada Februari 2022. Skema ToT yang dirancang akan menghasilkan 30 persen dari total nilai kontrak yang dikembalikan ke Indonesia dalam bentuk ToT, pengalaman, dan pembukaan ribuan pekerjaan berketrampilan tinggi.
baca juga: Indonesia Kritik Keras Transfer Teknologi Kapal Selam Nuklir, Sentil AUKUS?
Naval Group pun ternyata telah memberikan arahan kepada PT PAL agar bisa menjadi bagian supply chain, khususnya dalam bidang produksi kapal selam Scorpene. Langkah ini tentu sangat strategis mewujudkan target kemandirian memproduksi kapal selam.
Bahkan lebih jauh, Naval Group dan PT PAL sudah meneken kesepakatan mendirikan Lab Penelitian Energi di Indonesia dengan fokus pengembangan teknologi energi bawah laut di masa depan. Laboratorium ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi terkait energi lainnya untuk pasar militer dan komersial, termasuk untuk memenuhi kebutuhan baterai LIB untuk Scorpene Evolved di masa depan.
Bila melihat indikator berdasar aspek teknologi, strategis, dan dukungan terhadap kemandiriana teknologi, maka keputusan mengakuisisi kapal selam Scorpene Evolved merupakan pilihan rasional. Sebab, selain selaras dengan amanat Undang-Undang No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, komitmen Naval Group untuk membantu Indonesia mencapai kemandirian alutsista -dalam konteks ini membangun kapal selam secara mandiri di masa mendatang- sejatinya bernilai sangat mahal.
Seperti diketahui hanya segelintir negara yang memiliki kapasitas membangun kapal selam, dan tidak semua produsen kapal selam bersedia berbagi kompetensi -baik dari sisi ketrampilan SDM maupun teknologi- kepada negara lain. Selain telah membuktikan komitmen memberi ToT kepada India dan Brazil, kepada Indonesia Naval Group menjanjikan Indonesia akan mampu membangun konstruksi kapal selam sendiri dan mendapatkan pengalaman 100 tahun yang dilewatinya hanya dalam tempo 8 tahun.
Dalam inovasi untuk merespons perkembangan dinamika tantangan perang modern, keduanya menempati posisi state of the art. Lantas apa yang membedakan? Naval Group secara tegas menyertakan ToT sebagai bagian dari misi bisnis perusahaan.
Naval Group menyebut, pembangunan keseluruhan atau sebagian kapal selam yang dilakukan dengan mitral lokal memiliki keuntungan ganda, yakni jaminan bahwa kapal memenuhi persyaratan penggunanya dan jaminan dampak sosial-ekonomi positif bagi masyarakat lokal. Komitmen ini sudah ditegaskan dalam konteks rencana akuisis kapal selam Indonesia. Sedangkan di sisi lain, tkMS sudah angkat tangan memenuhi prosedur tersebut.
Komitmen Naval Group bukanlah omong kosong. Dengan India, misalnya, kontrak pembelian 6 kapal selam Scorpene yang kontraknya diteken pada 2005 pembangunannya dilakukan bekerja sama dengan pabrikan lokal, Mazagon Dock Shipbuilders Limited (MDL) yang berbasis di Mumbai. Selain di India, skema ToT juga dilakukan Naval Group -sebelumnya bernama DCNS- membangun kapal Scorpene yang diperbesar untuk Brazil bersama mitral lokal ICN yang bermarkas di Itaquai Brazil.
Dengan Indonesia, Naval Group sudah menyiapkan jalan menuju ToT, tepatnya dengan PT PAL Indonesia. Memorandum of Understanding (MoU) tentang kerjasama research and development kapal selam pun sudah diteken pada Februari 2022. Skema ToT yang dirancang akan menghasilkan 30 persen dari total nilai kontrak yang dikembalikan ke Indonesia dalam bentuk ToT, pengalaman, dan pembukaan ribuan pekerjaan berketrampilan tinggi.
baca juga: Indonesia Kritik Keras Transfer Teknologi Kapal Selam Nuklir, Sentil AUKUS?
Naval Group pun ternyata telah memberikan arahan kepada PT PAL agar bisa menjadi bagian supply chain, khususnya dalam bidang produksi kapal selam Scorpene. Langkah ini tentu sangat strategis mewujudkan target kemandirian memproduksi kapal selam.
Bahkan lebih jauh, Naval Group dan PT PAL sudah meneken kesepakatan mendirikan Lab Penelitian Energi di Indonesia dengan fokus pengembangan teknologi energi bawah laut di masa depan. Laboratorium ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi terkait energi lainnya untuk pasar militer dan komersial, termasuk untuk memenuhi kebutuhan baterai LIB untuk Scorpene Evolved di masa depan.
Bila melihat indikator berdasar aspek teknologi, strategis, dan dukungan terhadap kemandiriana teknologi, maka keputusan mengakuisisi kapal selam Scorpene Evolved merupakan pilihan rasional. Sebab, selain selaras dengan amanat Undang-Undang No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, komitmen Naval Group untuk membantu Indonesia mencapai kemandirian alutsista -dalam konteks ini membangun kapal selam secara mandiri di masa mendatang- sejatinya bernilai sangat mahal.
Seperti diketahui hanya segelintir negara yang memiliki kapasitas membangun kapal selam, dan tidak semua produsen kapal selam bersedia berbagi kompetensi -baik dari sisi ketrampilan SDM maupun teknologi- kepada negara lain. Selain telah membuktikan komitmen memberi ToT kepada India dan Brazil, kepada Indonesia Naval Group menjanjikan Indonesia akan mampu membangun konstruksi kapal selam sendiri dan mendapatkan pengalaman 100 tahun yang dilewatinya hanya dalam tempo 8 tahun.
Lihat Juga :
tulis komentar anda