Pertarungan Final Prancis Vs Jerman Berebut Kapal Selam Indonesia

Senin, 20 November 2023 - 05:07 WIB
Pembelian kapal selam memang harus benar-benar berdasar pertimbangan rasional dan matang. Paling tidak, minimal ada tiga aspek yang perlu menjadi patokan, yakni teknologi, strategis, dan mendukung kemandirian alutsista. Pertama, kwalitas teknologi– termasuk di dalamnya jaminan safety atau memberi rasa aman untuk awal kapal selam, harus menjadi syarat multak karena alutsista bawah laut ini sarat dengan risiko seperti menimpa kapal selam Type 093 andalan China yang menghilang pada 22 Agustus lalu saat melakukan misi di Laut Kuning.

Pembelian juga memperhatikan perkembangan geopolitik di kawasan. Jangan sampai pembelian sia-sia karena kapal selam yang diakuisisi memiliki kwalitas dan spesifikasi jauh di bawah rerata kapal selam yang dimiliki negara-negara tetangga. Sehingga, aspek strategis sebagai apex predator atau predator puncak ekosistem laut yang semestinya dihadirkan dengan pembelian kapal selam berharga mahal, tidak terwujud karena kwalitasnya di bawah standar. Bila kondisi ini terjadi, kapal selam tidak akan mampu menjadi game changer dan gagal mewujudkan daya gentar (deterrence effect).

Selain aspek teknologi dan strategis, program akuisisi kapal selam juga tetap harus berpegangan pada Undang-Undang No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Seperti tercantum pada Pasal 44, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk belanja alutsista dari negara lain seperti belum bisa dibuat di dalam negeri, mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan, kewajiban alih teknologi, jaminan tidak adanya potensi embargo, adanya imbal dagang, kandungan lokal dan/atau offset dengan aturan tertentu.

Patokan tak kalah penting dari setiap impor alutsista seperti diatur dalam undang-undang tersebut antara lain untuk mewujudkan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif; dan mewujudkan kemandirian pemenuhan alutsista. Digariskan pula bahwa penyelenggaraan industri pertahanan berfungsi untuk memperkuat industri pertahanan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, mewujudkan kemandirian alutsista, serta sebagai sarana meningkatkan SDM tangguh.

Dengan demikian, secara logika kapal selam apakah yang akan dibeli Indonesia adalah yang mampu memberikan berbagai persyaratan yang ditentukan semaksimal mungkin. Perusahaan yang mampu mengajukan proposal terbaik, maka dia lah yang memiliki peluang lebih besar memenangkan pertarungan.

Tawaran Scorpene Evolved Lebih Menarik?

Secara aspek teknologi maupun aspek strategis, Naval Group maupun tkMS adalah dua perusahaan perkapalan terkemuka Eropa dan Dunia, yang mampu memproduksi berbagai jenis state of the art kapal perang -termasuk kapal selam. Naval Group, misalnya, siapa tidak pernah mendengar kapal LHD kelas Mistral dan kapal fregat multimisi FREMM? Selain dua kapal perang terkemuka tersebut, Naval juga telah memproduksi kapal induk kelas Charles de Gaulle, fregat kelas Belharra, dan fregat kelas Gowind.

baca juga: Naval Group dan PT PAL Kerja Sama Pengembangan Mesin Kapal Selam Indonesia

Untuk kapal selam, pabrik kebanggaan Prancis ini telah menghasilkan berbagai jenis produk mulai dari subsurface ballistic nuclear submarine (3G SSBN), Baraccuda, Scorpene dan variannya Riachuelo. Semua teknologi tercanggih mampu disematkan Prancis, termasuk dari sisi tenaga berpenggerak nuklir, AIP system, hingga LIB.

Begitu pula tkMS, kapabilitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan. Nama fregat kelas F124 dan kelas Meko A-200 menjadi tulang punggung armada laut berbagai negara di dunia. Pun untuk produk kapal selam, pabrikan kebanggaan Jerman ini sudah menghasilkan kapal selam battle proven seperti kelas 209, 212, 214, hingga kelas Dolphin. Untuk teknologi penggerak, tkMS menjadikan HDW fuel cell AIP system sebagai unggulan.

Dengan masing-masing keunggulan yang dimiliki, kapal selam produksi Naval Group dan tkMS relatif memenuhi semua unsur kecanggihan teknologi dan aspek strategis. Kapasitas kapal selam yang umumnya dibutuhkan di antaranya kesenyapan, waktu penyelaman yang lama, mampu beroperasi di berbagai medan yang luas, bisa membuat berbagai jenis dan banyak persenjataan, dan mampu melakukan berbagai operasi serangan.

Dalam inovasi untuk merespons perkembangan dinamika tantangan perang modern, keduanya menempati posisi state of the art. Lantas apa yang membedakan? Naval Group secara tegas menyertakan ToT sebagai bagian dari misi bisnis perusahaan.

Naval Group menyebut, pembangunan keseluruhan atau sebagian kapal selam yang dilakukan dengan mitral lokal memiliki keuntungan ganda, yakni jaminan bahwa kapal memenuhi persyaratan penggunanya dan jaminan dampak sosial-ekonomi positif bagi masyarakat lokal. Komitmen ini sudah ditegaskan dalam konteks rencana akuisis kapal selam Indonesia. Sedangkan di sisi lain, tkMS sudah angkat tangan memenuhi prosedur tersebut.

Komitmen Naval Group bukanlah omong kosong. Dengan India, misalnya, kontrak pembelian 6 kapal selam Scorpene yang kontraknya diteken pada 2005 pembangunannya dilakukan bekerja sama dengan pabrikan lokal, Mazagon Dock Shipbuilders Limited (MDL) yang berbasis di Mumbai. Selain di India, skema ToT juga dilakukan Naval Group -sebelumnya bernama DCNS- membangun kapal Scorpene yang diperbesar untuk Brazil bersama mitral lokal ICN yang bermarkas di Itaquai Brazil.

Dengan Indonesia, Naval Group sudah menyiapkan jalan menuju ToT, tepatnya dengan PT PAL Indonesia. Memorandum of Understanding (MoU) tentang kerjasama research and development kapal selam pun sudah diteken pada Februari 2022. Skema ToT yang dirancang akan menghasilkan 30 persen dari total nilai kontrak yang dikembalikan ke Indonesia dalam bentuk ToT, pengalaman, dan pembukaan ribuan pekerjaan berketrampilan tinggi.

baca juga: Indonesia Kritik Keras Transfer Teknologi Kapal Selam Nuklir, Sentil AUKUS?

Naval Group pun ternyata telah memberikan arahan kepada PT PAL agar bisa menjadi bagian supply chain, khususnya dalam bidang produksi kapal selam Scorpene. Langkah ini tentu sangat strategis mewujudkan target kemandirian memproduksi kapal selam.

Bahkan lebih jauh, Naval Group dan PT PAL sudah meneken kesepakatan mendirikan Lab Penelitian Energi di Indonesia dengan fokus pengembangan teknologi energi bawah laut di masa depan. Laboratorium ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi terkait energi lainnya untuk pasar militer dan komersial, termasuk untuk memenuhi kebutuhan baterai LIB untuk Scorpene Evolved di masa depan.

Bila melihat indikator berdasar aspek teknologi, strategis, dan dukungan terhadap kemandiriana teknologi, maka keputusan mengakuisisi kapal selam Scorpene Evolved merupakan pilihan rasional. Sebab, selain selaras dengan amanat Undang-Undang No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, komitmen Naval Group untuk membantu Indonesia mencapai kemandirian alutsista -dalam konteks ini membangun kapal selam secara mandiri di masa mendatang- sejatinya bernilai sangat mahal.

Seperti diketahui hanya segelintir negara yang memiliki kapasitas membangun kapal selam, dan tidak semua produsen kapal selam bersedia berbagi kompetensi -baik dari sisi ketrampilan SDM maupun teknologi- kepada negara lain. Selain telah membuktikan komitmen memberi ToT kepada India dan Brazil, kepada Indonesia Naval Group menjanjikan Indonesia akan mampu membangun konstruksi kapal selam sendiri dan mendapatkan pengalaman 100 tahun yang dilewatinya hanya dalam tempo 8 tahun.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More