Bareskrim Usut Dugaan Kebocoran RPH MK soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
Jum'at, 17 November 2023 - 16:30 WIB
JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri , Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya telah menerima laporan. Hal ini terkait dugaan kebocoran Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) pada putusan batas batas usia capres-cawapres.
"Laporan sudah kita terima dan saat ini kami sedang melaksanakan penyelidikan," kata Djuhandani kepada wartawan, Jumat (17/11/2023).
Lebih lanjut Djuhandani mengatakan, saat ini pihaknya juga telah mengklarifikasi lima orang saksi. Kendati demikian ia belum memerinci identitas para saksi.
"Sudah mengklarifikasi lima orang saksi dan kami sedang mempelajari perkara ini lebih lanjut," katanya.
Sebelumnya, dugaan Kasus kebocoran informasi RPH MK terkait putusan batas usia capres-cawapres dilaporkan ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut diterima dan teregister dengan nomor LP/B/356/XI/2023/SPKT/ Bareskrim Polri tertanggal 8 November 2023.
Maydika Ramadani dari Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) selaku pelapor mengatakan bahwa pihaknya sengaja sengaja melaporkan kasus tersebut karena sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menemukan adanya kebocoran info RPH kepada salah satu media.
"Karena telah menyebabkan kegaduhan dan permasalahan nasional, yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi," kata Maydika saat dikonfirmasi, Kamis (9/11/2023).
Maydika menjelaskan, pembocoran informasi yang berasal dari MK itu disebut masuk dalam kategori pelanggaran berat dan tidak dapat ditolerir karena termasuk dalam rahasia negara. Pelanggaran itu, kata Maydika, masuk dalam Pasal 112 KUHP tentang penyebaran informasi yang seharusnya dirahasiakan untuk kepentingan negara.
Namun pihak terlapor di kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Maydika berharap dengan adanya pelaporan tersebut pihak kepolisian dapat turun tangan dan menemukan pelaku kebocoran yang dimaksud oleh MKMK.
"Diperlukan adanya tindakan dari aparat kepolisan untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan kewenangannya," katanya.
"Serta agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya dalam hal ini Mahkamah Konstitusi," sambungnya.
"Laporan sudah kita terima dan saat ini kami sedang melaksanakan penyelidikan," kata Djuhandani kepada wartawan, Jumat (17/11/2023).
Lebih lanjut Djuhandani mengatakan, saat ini pihaknya juga telah mengklarifikasi lima orang saksi. Kendati demikian ia belum memerinci identitas para saksi.
"Sudah mengklarifikasi lima orang saksi dan kami sedang mempelajari perkara ini lebih lanjut," katanya.
Sebelumnya, dugaan Kasus kebocoran informasi RPH MK terkait putusan batas usia capres-cawapres dilaporkan ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut diterima dan teregister dengan nomor LP/B/356/XI/2023/SPKT/ Bareskrim Polri tertanggal 8 November 2023.
Maydika Ramadani dari Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) selaku pelapor mengatakan bahwa pihaknya sengaja sengaja melaporkan kasus tersebut karena sebelumnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menemukan adanya kebocoran info RPH kepada salah satu media.
"Karena telah menyebabkan kegaduhan dan permasalahan nasional, yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi," kata Maydika saat dikonfirmasi, Kamis (9/11/2023).
Maydika menjelaskan, pembocoran informasi yang berasal dari MK itu disebut masuk dalam kategori pelanggaran berat dan tidak dapat ditolerir karena termasuk dalam rahasia negara. Pelanggaran itu, kata Maydika, masuk dalam Pasal 112 KUHP tentang penyebaran informasi yang seharusnya dirahasiakan untuk kepentingan negara.
Namun pihak terlapor di kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Maydika berharap dengan adanya pelaporan tersebut pihak kepolisian dapat turun tangan dan menemukan pelaku kebocoran yang dimaksud oleh MKMK.
"Diperlukan adanya tindakan dari aparat kepolisan untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan kewenangannya," katanya.
"Serta agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya dalam hal ini Mahkamah Konstitusi," sambungnya.
(maf)
tulis komentar anda