DPR Dukung Rencana Pemberian Bansos Rp600.000 per Bulan bagi Karyawan
Kamis, 06 Agustus 2020 - 14:07 WIB
JAKARTA - Rencana pemerintah memberikan bantuan sosial (Bansos) sebesar Rp600.000 per bulan untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp5 juta dinilai sebagai langkah yang tepat. Termasuk bansos produktif hingga Rp30 triliun bagi 12 juta UMKM. Persoalannya, kebijakan ini terkesan dadakan. Apalagi dengan embel-embel untuk peningkatan belanja pemerintah.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan mengatakan, Presiden sudah berapa kali menegur menterinya soal penyerapan anggaran penanganan Covid-19 beserta dampaknya terhadap perekonomian. Bahkan saat rapat kabinet pada Senin, 3 Agustus 2020 lalu, Presiden lagi-lagi menyoroti realisasi anggaran ini. (Baca juga: Bantuan Rp600 Ribu/Bulan Bagi Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp5 Juta Masih Difinalisasi)
Sebab, dari Rp695 triliun stimulus untuk penanganan Covid-19, baru 20% yang terealisasi atau sebesar Rp141 triliun. "Presiden bilang masih kecil sekali. Ya memang kecil menurut saya. Apalagi dikatakan Presiden bahwa ada 40% kementerian DIPA-nya saja belum ada, bagaimana mau realisasi," ujar Heri Gunawan, Kamis (6/8/2020). (Baca juga: Bantuan Rp600 Ribu Bagi Penerima Gaji di Bawah Rp5 Juta Dinilai Kekecilan)
Dikatakan Heri, bagaimana perekonomian bisa membaik jika realisasi APBN yang diharapkan bisa menjadi stimulus justru lamban. Sementara masyarakat sudah menjerit. "Saya khawatir ide menggelontorkan dana bansos untuk pekerja yang gajinya di bawah Rp5 juta ini untuk menutupi ketidakmampuan tim ekonomi pemerintah dalam mengeksekusi apa yang diinginkan Presiden. Stimulus tersendat maka dibuatlah bansos untuk pekerja ini," katanya.
Karena itu, Heri berharap kebijakan bansos pekerja ini betul-betul bisa dieksekusi dengan skemanya yang jelas. "Siapa saja 13 juta pekerja yang akan menerima dana Rp32 triliun tersebut. Jangan sampai ini menimbulkan masalah lagi," tuturnya.
Dikatakan Heri, hal yang juga harus dipikirkan pemerintah adalah bagaimana nasib para pekerja yang dirumahkan bahkan kena PHK selama pandemi ini berlangsung? "Jangan sampai muncul kecemburuan sosial di tengah masyarakat yang sama-sama terdampak oleh pandemi karena akan memunculkan risiko social unrest," katanya.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan mengatakan, Presiden sudah berapa kali menegur menterinya soal penyerapan anggaran penanganan Covid-19 beserta dampaknya terhadap perekonomian. Bahkan saat rapat kabinet pada Senin, 3 Agustus 2020 lalu, Presiden lagi-lagi menyoroti realisasi anggaran ini. (Baca juga: Bantuan Rp600 Ribu/Bulan Bagi Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp5 Juta Masih Difinalisasi)
Sebab, dari Rp695 triliun stimulus untuk penanganan Covid-19, baru 20% yang terealisasi atau sebesar Rp141 triliun. "Presiden bilang masih kecil sekali. Ya memang kecil menurut saya. Apalagi dikatakan Presiden bahwa ada 40% kementerian DIPA-nya saja belum ada, bagaimana mau realisasi," ujar Heri Gunawan, Kamis (6/8/2020). (Baca juga: Bantuan Rp600 Ribu Bagi Penerima Gaji di Bawah Rp5 Juta Dinilai Kekecilan)
Dikatakan Heri, bagaimana perekonomian bisa membaik jika realisasi APBN yang diharapkan bisa menjadi stimulus justru lamban. Sementara masyarakat sudah menjerit. "Saya khawatir ide menggelontorkan dana bansos untuk pekerja yang gajinya di bawah Rp5 juta ini untuk menutupi ketidakmampuan tim ekonomi pemerintah dalam mengeksekusi apa yang diinginkan Presiden. Stimulus tersendat maka dibuatlah bansos untuk pekerja ini," katanya.
Karena itu, Heri berharap kebijakan bansos pekerja ini betul-betul bisa dieksekusi dengan skemanya yang jelas. "Siapa saja 13 juta pekerja yang akan menerima dana Rp32 triliun tersebut. Jangan sampai ini menimbulkan masalah lagi," tuturnya.
Dikatakan Heri, hal yang juga harus dipikirkan pemerintah adalah bagaimana nasib para pekerja yang dirumahkan bahkan kena PHK selama pandemi ini berlangsung? "Jangan sampai muncul kecemburuan sosial di tengah masyarakat yang sama-sama terdampak oleh pandemi karena akan memunculkan risiko social unrest," katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda