Tiga Kali Marahi Menteri, Jokowi Diminta Ambil Langkah Tegas
Kamis, 06 Agustus 2020 - 05:22 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk mengambil langkah tegas terkait kinerja menterinya, terutama dalam menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya. Politikus PKB Abdul Kadir Karding mengatakan, sikap Jokowi tersebut menunjukkan bahwa kegelisahannya sudah di ujung hingga sampai tiga kali meluapkan kemarahannya.
"Menurut saya memang dari sisi Pak Jokowi saya kira ini sudah ibaratnya (para menteri) sudah terlalu. Sudah diomongin sekali mestinya tanggap, langsung kerja. Apalagi waktu itu sudah dikasih peringatan keras bahwa kita ini extraordinary," ujar Karding, Rabu 5 Agustus 2020. ( )
Mantan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma'ruf Amin ini mengatakan, semestinya ketika Presiden menegur keras para pembantunya maka mereka harus berani melakukan langkah-langkah ekstra. "Kalau untuk kepentingan masyarakat, aturan pun bisa kita negosiasikan. Jadi memang Pak Jokowi sudah gregetan," katanya.
Dikatakan Karding, seharusnya saat ini Jokowi tidak boleh terus-terusan hanya meluapkan kegelisahannya saja di hadapan publik, tanpa ada tindak lanjut langkah yang lebih tegas. "Presiden harus melakukan tindakan-tindakan yang tegas sehingga tidak menjadi imej di masyarakat kalau Presiden hanya meluapkan kegelisahannya. Harus ada langkah-langkah yang lebih tegas bagi menteri yang berkinerja kurang bagus, apakah langkahnya bentuknya reshuffle atau tukar tempat, persisnya Pak Jokowi lebih tahu," katanya.
Sebab, kata anggota Komisi I DPR ini, jika tidak ada tindakan tegas dari Presiden, publik akan melihat bahwa kegelisahan Presiden hanya ada di omongan saja. "Kalau tidak (ada langkah tegas), itu akan menjadi, 'ah paling giti-gitu saja'," katanya. ( )
Di sisi lain, bagi para menteri, efeknya mereka akan terus diliputi kegelisahan terus menerus. "Nanti para menteri akan berfikir, 'jangan-jangan aku yang diginiin. Jangan-jangan aku nanti di-reshuffle. Itu menurut saya jangan dibuat terlalu lama. Sudah, kalau Pak Jokowi punya niatan reshuffle ya reshuffle aja," tuturnya.
Apalagi, sejak awal kegelisahan Jokowi tujuan awalnya supaya para menteri tersentak dan bekerja keras. "Tapi ternyata kan tidak, sampai Pak Jokowi harus marah ketiga kalinya, berulang-ulang. Solusi akhirnya menurut saya harus ada langkah-langkah yang konkret. Bagi Pak Presiden, kegelisahan beliau itu tidak boleh dibiarkan," katanya.
Dikatakan Karding, bagi para menteri, seharusnya bisa merespons dengan sigap luapan kemarahan Presiden sehingga tidak perlu harus marah sampai tiga kali yang diekspos di ruang publik. "Kan dosisnya Pak Jokowi yang pertama itu kan keras banget. Itu harus diikuti dengan kerja-kerja yang sesuai permintaan Pak Jokowi," tuturnya.
Menurut Karding, permintaan Presiden sudah sangat jelas yakni bagaimana ekonomi masyarakat kembali bergeliat, kemudian anggaran yang sudah ada bisa terserap. "Membelanjakan anggaran kan gampang, gak sulit lah. Apa susahnya? Kalau saya sih nggak susah. Kalau misalnya birokrasinya sulit ya kita gunting. Itu namanya extra ordinary. Prinsipnya jelas, perintahnya anggaran harus terserap agar daya beli masyarakat meningkat. Tinggal bikin programnya, jalankan," tuturnya.
Di sisi lain, langkah para menteri juga harus dibarengi dengan pembenahan birokrasi dan administrasi di Kementerian Keuangan. "Biasanya kan mereka terkendala di birokrasi dan administrasi di Kemenkeu, nah itu juga harus dibarengi segera. Misalnya kegiatan perintah Presiden relaksasi tapi peraturannya belum, itu langsung bergerak. Sinergi saja. Ego sektoral kementerian tidak boleh diteruskan sekarang, harus kerja sama intens," pungkasnya.
"Menurut saya memang dari sisi Pak Jokowi saya kira ini sudah ibaratnya (para menteri) sudah terlalu. Sudah diomongin sekali mestinya tanggap, langsung kerja. Apalagi waktu itu sudah dikasih peringatan keras bahwa kita ini extraordinary," ujar Karding, Rabu 5 Agustus 2020. ( )
Mantan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma'ruf Amin ini mengatakan, semestinya ketika Presiden menegur keras para pembantunya maka mereka harus berani melakukan langkah-langkah ekstra. "Kalau untuk kepentingan masyarakat, aturan pun bisa kita negosiasikan. Jadi memang Pak Jokowi sudah gregetan," katanya.
Dikatakan Karding, seharusnya saat ini Jokowi tidak boleh terus-terusan hanya meluapkan kegelisahannya saja di hadapan publik, tanpa ada tindak lanjut langkah yang lebih tegas. "Presiden harus melakukan tindakan-tindakan yang tegas sehingga tidak menjadi imej di masyarakat kalau Presiden hanya meluapkan kegelisahannya. Harus ada langkah-langkah yang lebih tegas bagi menteri yang berkinerja kurang bagus, apakah langkahnya bentuknya reshuffle atau tukar tempat, persisnya Pak Jokowi lebih tahu," katanya.
Sebab, kata anggota Komisi I DPR ini, jika tidak ada tindakan tegas dari Presiden, publik akan melihat bahwa kegelisahan Presiden hanya ada di omongan saja. "Kalau tidak (ada langkah tegas), itu akan menjadi, 'ah paling giti-gitu saja'," katanya. ( )
Di sisi lain, bagi para menteri, efeknya mereka akan terus diliputi kegelisahan terus menerus. "Nanti para menteri akan berfikir, 'jangan-jangan aku yang diginiin. Jangan-jangan aku nanti di-reshuffle. Itu menurut saya jangan dibuat terlalu lama. Sudah, kalau Pak Jokowi punya niatan reshuffle ya reshuffle aja," tuturnya.
Apalagi, sejak awal kegelisahan Jokowi tujuan awalnya supaya para menteri tersentak dan bekerja keras. "Tapi ternyata kan tidak, sampai Pak Jokowi harus marah ketiga kalinya, berulang-ulang. Solusi akhirnya menurut saya harus ada langkah-langkah yang konkret. Bagi Pak Presiden, kegelisahan beliau itu tidak boleh dibiarkan," katanya.
Dikatakan Karding, bagi para menteri, seharusnya bisa merespons dengan sigap luapan kemarahan Presiden sehingga tidak perlu harus marah sampai tiga kali yang diekspos di ruang publik. "Kan dosisnya Pak Jokowi yang pertama itu kan keras banget. Itu harus diikuti dengan kerja-kerja yang sesuai permintaan Pak Jokowi," tuturnya.
Menurut Karding, permintaan Presiden sudah sangat jelas yakni bagaimana ekonomi masyarakat kembali bergeliat, kemudian anggaran yang sudah ada bisa terserap. "Membelanjakan anggaran kan gampang, gak sulit lah. Apa susahnya? Kalau saya sih nggak susah. Kalau misalnya birokrasinya sulit ya kita gunting. Itu namanya extra ordinary. Prinsipnya jelas, perintahnya anggaran harus terserap agar daya beli masyarakat meningkat. Tinggal bikin programnya, jalankan," tuturnya.
Di sisi lain, langkah para menteri juga harus dibarengi dengan pembenahan birokrasi dan administrasi di Kementerian Keuangan. "Biasanya kan mereka terkendala di birokrasi dan administrasi di Kemenkeu, nah itu juga harus dibarengi segera. Misalnya kegiatan perintah Presiden relaksasi tapi peraturannya belum, itu langsung bergerak. Sinergi saja. Ego sektoral kementerian tidak boleh diteruskan sekarang, harus kerja sama intens," pungkasnya.
(mhd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda