Respons Putusan MK, DPR Minta KPU Tetap Berpedoman pada UU yang Masih Berlaku

Rabu, 18 Oktober 2023 - 03:32 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin turut angkat bicara ihwal putusan MK yang membolehkan kepala daerah maju pilpres meski di bawah umur 40 tahun asal berpengalaman sebagai kepala daerah. Foto/dpr.go.id
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin turut angkat bicara ihwal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan kepala daerah maju pilpres meski di bawah umur 40 tahun asal berpengalaman sebagai kepala daerah. Baginya, putusan MK tersebut terkesan sangat dipaksakan.

"Putusan MK ini terkesan sangat dipaksakan, seperti mencari celah untuk akomodir cawapres tertentu. Kepentingan politik terasa lebih kuat ketimbang supremasi hukum," ujar Yanuar dalam keterangan resminya yang dikutip, Selasa (17/10/2023).



Ia mengatakan atas usia minimal 40 tahun sama sekali tidak diatur dalam konstitusi. Bahkan syarat-syarat lain bagi capres dan cawpares tidak ditegaskan dalam konstitusi.

"Ini artinya, konstitusi menyerahkan semua soal ini kepada pembuat undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah," terangnya.



Kendatu demikian, Yanuar menyinggung putusan MK terkait gugatan yang dilayangkan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam putusan itu, kata Yanuar, MK telah menambahkan alternatif sebagai norma baru yakni capres-cawapres bisa mendaftar bila berpengalaman menjadi kepala daerah.

Dengan putusan itu, kata Yanuar, telah menjelaskan posisi MK bukan lagi penjaga konstitusi melainkan sudah tergelincir dalam kompetisi politik.

"Putusan MK menyebutkan bahwa syarat capres-cawapres 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.' Pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemiliihan umum dan pemilihan kepala daerah adalah norma baru yang tidak pernah diatur dalam UU Pemilu," terangnya.

Baginya, penambahan norma baru itu merupakan bentuk kreatifitas berpikir yang kebablasan sehingga terkesan dipaksakan. Maka, ia tak heran bila tidak semua hakim MK menyetujui bulat putusan itu.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More