Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia sebagai Kontrol Pemerintah
Selasa, 04 Agustus 2020 - 12:44 WIB
JAKARTA - Keberadaan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebaiknya dilihat dari kacamata positif dalam iklim negara demokrasi. Kelompok ini diprediksi sulit menjadi gerakan besar dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Pengamat politik Anang Sujoko menilai koalisi itu sebagai sebuah gerakan sadar berbangsa untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang demokratis. KAMI harus dipandang sebagai kelompok kontrol terhadap jalannya pemerintahan.
Kemunculan koalisi masyarakat sipil yang dimotori Din Syamsuddin ini diduga akibat tidak berjalannya pengawasan oleh parlemen terhadap pemerintah. Seperti diketahui, kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mayoritas dikuasai koalisi pemerintahan. Hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) di barisan oposisi.( )
"(KAMI) Harus dipandang dalam jiwa kenegarawanan. Parlemen sudah tidak punya kekuatan. Bahkan sebagian besar parpol telah menjadi bagian motor penyelewengan nilai-nilai demokratis," katanya.
KAMI seperti oposisi di luar parlemen. Para tokoh yang tergabung di dalamnya, seperti Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Refly Harun, dan Ahmad Yani, selama ini dikenal vokal mengkritik kebijakan pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Namun, kekuatan politik dan massa, serta perangkat yang dimiliki KAMI tidak akan mampu mengimbangi koalisi pemerintah.
"Saya pesimis gerakan koalisi tersebut bisa berdampak sesuai harapan mereka. Namun, jika ormas dan parpol sadar akan adanya situasi yang dinilai (seperti) koalisi tersebut, bukan tidak mungkin gerakan ini akan menjadi kekuatan besar," paparnya.( )
KAMI perlu bekerja keras agar kritik-kritiknya bisa didengar dan mampu mengawal jalannya pemerintahan. "Sebenarnya pemerintah sudah dan bisa mendengar, tetapi tidak cukup kuat kemauan mereka untuk menanggapi secara positif. Karena permainan tersebut melibatkan orang-orang penting negeri ini," katanya.
Pengamat politik Anang Sujoko menilai koalisi itu sebagai sebuah gerakan sadar berbangsa untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang demokratis. KAMI harus dipandang sebagai kelompok kontrol terhadap jalannya pemerintahan.
Kemunculan koalisi masyarakat sipil yang dimotori Din Syamsuddin ini diduga akibat tidak berjalannya pengawasan oleh parlemen terhadap pemerintah. Seperti diketahui, kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mayoritas dikuasai koalisi pemerintahan. Hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) di barisan oposisi.( )
"(KAMI) Harus dipandang dalam jiwa kenegarawanan. Parlemen sudah tidak punya kekuatan. Bahkan sebagian besar parpol telah menjadi bagian motor penyelewengan nilai-nilai demokratis," katanya.
KAMI seperti oposisi di luar parlemen. Para tokoh yang tergabung di dalamnya, seperti Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Refly Harun, dan Ahmad Yani, selama ini dikenal vokal mengkritik kebijakan pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Namun, kekuatan politik dan massa, serta perangkat yang dimiliki KAMI tidak akan mampu mengimbangi koalisi pemerintah.
"Saya pesimis gerakan koalisi tersebut bisa berdampak sesuai harapan mereka. Namun, jika ormas dan parpol sadar akan adanya situasi yang dinilai (seperti) koalisi tersebut, bukan tidak mungkin gerakan ini akan menjadi kekuatan besar," paparnya.( )
KAMI perlu bekerja keras agar kritik-kritiknya bisa didengar dan mampu mengawal jalannya pemerintahan. "Sebenarnya pemerintah sudah dan bisa mendengar, tetapi tidak cukup kuat kemauan mereka untuk menanggapi secara positif. Karena permainan tersebut melibatkan orang-orang penting negeri ini," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda