BRIN Ungkap Kenaikan Suhu Mempengaruhi Polusi Udara Jakarta
Senin, 11 September 2023 - 12:46 WIB
JAKARTA - Suhu udara terasa lebih panas dalam beberapa waktu terakhir. Kenaikan suhu udara tersebut turut mempengaruhi peningkatan PM 2.5, salah satu polutan atau zat polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan terutama, di wilayah Jakarta.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laras Toersilowati menganalisis polutan PM 2.5 dan Urban Heat Island (UHI) di Jakarta, dengan menggunakan data satelit Terra-MODIS dan Google Earth Engine.
Laras menjelaskan, UHI merupakan sebuah fenomena iklim perkotaan, yang salah satunya dicirikan dengan adanya suhu tinggi di perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Namun saat ini, justru lebih banyak daerah pesisir mengalami hal tersebut, dan juga perkotaan yang dekat dengan pesisir.
"UHI membuat ketidaknyamanan bagi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Permasalahan ini memang sudah ada dari dulu, akan tetapi saat ini ditambah dengan PM 2.5," kata Laras dalam keterangannya dikutip, Senin (11/9/2023).
Sementara itu, PM 2.5 merupakan partikel udara yang berukuran sangat kecil, bahkan lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer). PM 2.5 sangat berbahaya untuk kesehatan, dan banyak masyarakat yang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Peningkatan PM 2.5, lanjut Laras, dapat mengurangi radiasi matahari yang mencapai daratan, dengan menyebarkan lebih banyak radiasi kembali ke angkasa. "Tetapi juga dapat mengurangi fluks gelombang panjang permukaan dan fluks panas laten, yang dapat meningkatkan Land Surface Temperature (LST)," katanya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa daerah Jakarta pada Juni-Juli-Agustus 2011-2023, menghasilkan sebuah analisis spasial bahwa 2011-2014, persebaran konsentrasi PM 2.5 mengalami penurunan ke arah timur hingga utara Jakarta.
"Pada 2015, terjadi peningkatan konsentrasi PM 2.5 di daerah pusat, dan 2018 peningkatan tersebut cenderung berada di daerah pusat hingga barat Jakarta," katanya.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laras Toersilowati menganalisis polutan PM 2.5 dan Urban Heat Island (UHI) di Jakarta, dengan menggunakan data satelit Terra-MODIS dan Google Earth Engine.
Laras menjelaskan, UHI merupakan sebuah fenomena iklim perkotaan, yang salah satunya dicirikan dengan adanya suhu tinggi di perkotaan dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Namun saat ini, justru lebih banyak daerah pesisir mengalami hal tersebut, dan juga perkotaan yang dekat dengan pesisir.
"UHI membuat ketidaknyamanan bagi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Permasalahan ini memang sudah ada dari dulu, akan tetapi saat ini ditambah dengan PM 2.5," kata Laras dalam keterangannya dikutip, Senin (11/9/2023).
Sementara itu, PM 2.5 merupakan partikel udara yang berukuran sangat kecil, bahkan lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer). PM 2.5 sangat berbahaya untuk kesehatan, dan banyak masyarakat yang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA).
Peningkatan PM 2.5, lanjut Laras, dapat mengurangi radiasi matahari yang mencapai daratan, dengan menyebarkan lebih banyak radiasi kembali ke angkasa. "Tetapi juga dapat mengurangi fluks gelombang panjang permukaan dan fluks panas laten, yang dapat meningkatkan Land Surface Temperature (LST)," katanya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa daerah Jakarta pada Juni-Juli-Agustus 2011-2023, menghasilkan sebuah analisis spasial bahwa 2011-2014, persebaran konsentrasi PM 2.5 mengalami penurunan ke arah timur hingga utara Jakarta.
Baca Juga
"Pada 2015, terjadi peningkatan konsentrasi PM 2.5 di daerah pusat, dan 2018 peningkatan tersebut cenderung berada di daerah pusat hingga barat Jakarta," katanya.
tulis komentar anda