Jenderal Kopassus Ini Perintahkan Anak Buah Habisi Nyawanya saat Bertemu Musuh di Timor Timur
Senin, 11 September 2023 - 06:01 WIB
Mendapat perintah tersebut, Sertu Pardi terang saja bingung, lalu bertanya, "Bagaimana kalau Bapak kena?"
Sekali lagi ditegaskan Soegito, "Tidak peduli, tembak, habiskan saja."
Apa yang dikhawatirkan Soegito nyaris terjadi, beruntung Tuhan YME masih menyelamatkan nyawanya. Usai pertemuan Mauk Muruk dan Soegito, prajurit TNI kemudian melakukan pemeriksaan terhadap semua senjata yang telah diserahkan kelompok pemberontak. Di salah satu senjata ditemukan masih ada peluru siap tembak di dalam kamar senjata (bagian belakang laras).
Dalam pertemuan itu, Soegito meminta kepada Mauk Muruk untuk mengajak kelompok-kelompok bersenjata lainnya untuk turun gunung dan menyerahkan senjatanya. Upaya itu cukup berhasil.
Beberapa tahun kemudian, Soegito mendapat informasi bahwa Mauk Muruk yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan bisa berbahasa Inggris dan Indonesia itu memilih pindah ke Lisabon. "Mungkin dia takut dihabisi teman-temannya yang tidak menyerah atau mungkin ia konflik dengan Xanana," kata Soegito.
Keberanian seniornya Soegito di palagan pertempuran diakui Prabowo Subianto yang kini menjabat Menteri Pertahanan (Menhan) dalam buku biografinya berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”.
Kala itu, Prabowo baru saja lulus pendidikan Komando dan ditempatkan di Grup 1 Para Komando. Saat itu, Komandan Grup (Dangrup) 1 adalah Letnan Kolonel (Letkol) Soegito. Bagi Prabowo, Soegito merupakan sosok pemimpin yang selalu berada di tengah-tengah pasukannya ketika merebut Kota Dili.
”Pak Soegito selalu berpesan tentara itu harus siap mati. Tentara harus siap perang. Dalam perang itu tidak ada perbedaan antara prajurit Tamtama yang paling rendah pangkatnya, atau komandan yang paling tinggi pangkatnya. Di kesatuan semua menghadapi risiko yang sama. Selain itu juga pemimpin itu harus berada ditengah-tengah anak buah. Itulah yang dilakukan Pak Soegito,” kenang Prabowo.
Sekali lagi ditegaskan Soegito, "Tidak peduli, tembak, habiskan saja."
Apa yang dikhawatirkan Soegito nyaris terjadi, beruntung Tuhan YME masih menyelamatkan nyawanya. Usai pertemuan Mauk Muruk dan Soegito, prajurit TNI kemudian melakukan pemeriksaan terhadap semua senjata yang telah diserahkan kelompok pemberontak. Di salah satu senjata ditemukan masih ada peluru siap tembak di dalam kamar senjata (bagian belakang laras).
Dalam pertemuan itu, Soegito meminta kepada Mauk Muruk untuk mengajak kelompok-kelompok bersenjata lainnya untuk turun gunung dan menyerahkan senjatanya. Upaya itu cukup berhasil.
Beberapa tahun kemudian, Soegito mendapat informasi bahwa Mauk Muruk yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan bisa berbahasa Inggris dan Indonesia itu memilih pindah ke Lisabon. "Mungkin dia takut dihabisi teman-temannya yang tidak menyerah atau mungkin ia konflik dengan Xanana," kata Soegito.
Keberanian seniornya Soegito di palagan pertempuran diakui Prabowo Subianto yang kini menjabat Menteri Pertahanan (Menhan) dalam buku biografinya berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”.
Kala itu, Prabowo baru saja lulus pendidikan Komando dan ditempatkan di Grup 1 Para Komando. Saat itu, Komandan Grup (Dangrup) 1 adalah Letnan Kolonel (Letkol) Soegito. Bagi Prabowo, Soegito merupakan sosok pemimpin yang selalu berada di tengah-tengah pasukannya ketika merebut Kota Dili.
”Pak Soegito selalu berpesan tentara itu harus siap mati. Tentara harus siap perang. Dalam perang itu tidak ada perbedaan antara prajurit Tamtama yang paling rendah pangkatnya, atau komandan yang paling tinggi pangkatnya. Di kesatuan semua menghadapi risiko yang sama. Selain itu juga pemimpin itu harus berada ditengah-tengah anak buah. Itulah yang dilakukan Pak Soegito,” kenang Prabowo.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda