Dilema Adaptasi Kehidupan Baru
Sabtu, 01 Agustus 2020 - 11:19 WIB
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
ALIH-ALIH siap menerapkan adaptasi kehidupan baru, kecemasan justru mulai tereskalasi. Data terkini tentang lonjakan kasus Covid-19 di dalam negeri memaksa semua pihak harus bersabar. Sebab, belum semua elemen masyarakat patuh pada protokol kesehatan. Fakta ini menjadi dilema untuk keinginan bersama beradaptasi dengan pola hidup baru (new normal).
Lonjakan kasus selama beberapa pekan terakhir menjadi bukti ketidakpatuhan sebagian masyarakat pada protokol kesehatan. Pekan ini, jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri sudah menembus level 100.000 kasus. Laju penambahannya pun terkesan makin cepat dan terus membesar. Banyak yang mulai cemas karena belum jelas benar kapan kecenderungan seperti sekarang bisa dikendalikan. Apalagi, klaster baru mulai bermunculan di sejumlah tempat. Di Jakarta, sepanjang pekan ini saja, sudah terdeteksi 613 klaster baru. Bahkan komunitas pekerja kantoran yang sebelumnya diasumsikan lebih prudent, justru juga menjadi klaster yang mencatatkan ratusan kasus baru.
Benar bahwa persentase jumlah pasien yang sembuh juga cukup besar. Tetapi, fakta itu tidak boleh menjadi alasan untuk mengganggap remeh urgensi mematuhi protokol kesehatan. Alasan pertama dan utama adalah virus corona (SARS-CoV-2) ini masih mewabah sehingga masih berpotensi menginfeksi atau menyakiti banyak orang, sekarang dan di kemudian hari. Para ahli sekali pun tidak bisa menghitung durasi pandemi ini. Jika jumlah kasus terus bertambah, potensi kematian juga meningkat sebagaimana terjadi Amerika Serikat (AS) maupun Brasil. Kedua, klaim tentang vaksin penangkal virus ini oleh beberapa negara masih dalam tahap uji coba, sehingga belum akan tersedia untuk umum dalam jangka dekat.
Ketiga, karantina mandiri hingga penerapan protokol kesehatan menjadi cara yang cukup efektif menghindari penularan. Jika semua orang mematuhi protokol kesehatan, diyakini bahwa kasus Covid-19 bisa ditekan hingga jumlah terkecil, atau bahkan rantai penularannya bisa diputus. Kalau keduanya terwujud, kerja memulihkan semua aspek kehidupan praktis menjadi lebih mudah. Semua orang tak perlu lagi takut berlebihan ketika berada di ruang publik, termasuk di kantor, kampus atau sekolah.
Keempat, keberhasilan menekan jumlah kasus Covod-19 tidak hanya menyehatkan dan menyelamatkan banyak orang, tetapi juga akan membentuk persepsi positif untuk negara-bangsa. Sekadar contoh pembanding, masyarakat Eropa kini membuat pembatasan bagi warga AS untuk berkunjung ke benua itu, karena persepsi tentang AS dalam konteks Covid-19 tidak begitu bagus.
Kendati pandemi Covid-19 masih akan berlangsung, semua elemen masyarakat tentu berharap persepsi komunitas global tentang Indonesia tidak akan seburuk seperti persepsi tentang AS atau Brasil. Karena itu, kepatuhan pada protokol kesehatan sebaiknya jangan ditawar-tawar lagi. Kepatuhan pada protokol kesehatan akan memampukan semua orang menerapkan dan beradaptasi dengan pola hidup baru. Hanya dengan pendekatan itulah masyarakat akan dimampukan menyiasati pandemi ini. Bukankah durasi pandemi covid-19 belum bisa dihitung?
Namun, penerapan pola hidup baru itu sebaiknya tidak harus dipaksakan jika proses dan skala penularan Covid-19 masih seperti periode Juni-Juli 2020 sekarang ini. Masih adanya kelompok-kelompok masyarakat yang belum mematuhi protokol kesehatan menjadi dilema.
Ketua MPR RI, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
ALIH-ALIH siap menerapkan adaptasi kehidupan baru, kecemasan justru mulai tereskalasi. Data terkini tentang lonjakan kasus Covid-19 di dalam negeri memaksa semua pihak harus bersabar. Sebab, belum semua elemen masyarakat patuh pada protokol kesehatan. Fakta ini menjadi dilema untuk keinginan bersama beradaptasi dengan pola hidup baru (new normal).
Lonjakan kasus selama beberapa pekan terakhir menjadi bukti ketidakpatuhan sebagian masyarakat pada protokol kesehatan. Pekan ini, jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri sudah menembus level 100.000 kasus. Laju penambahannya pun terkesan makin cepat dan terus membesar. Banyak yang mulai cemas karena belum jelas benar kapan kecenderungan seperti sekarang bisa dikendalikan. Apalagi, klaster baru mulai bermunculan di sejumlah tempat. Di Jakarta, sepanjang pekan ini saja, sudah terdeteksi 613 klaster baru. Bahkan komunitas pekerja kantoran yang sebelumnya diasumsikan lebih prudent, justru juga menjadi klaster yang mencatatkan ratusan kasus baru.
Benar bahwa persentase jumlah pasien yang sembuh juga cukup besar. Tetapi, fakta itu tidak boleh menjadi alasan untuk mengganggap remeh urgensi mematuhi protokol kesehatan. Alasan pertama dan utama adalah virus corona (SARS-CoV-2) ini masih mewabah sehingga masih berpotensi menginfeksi atau menyakiti banyak orang, sekarang dan di kemudian hari. Para ahli sekali pun tidak bisa menghitung durasi pandemi ini. Jika jumlah kasus terus bertambah, potensi kematian juga meningkat sebagaimana terjadi Amerika Serikat (AS) maupun Brasil. Kedua, klaim tentang vaksin penangkal virus ini oleh beberapa negara masih dalam tahap uji coba, sehingga belum akan tersedia untuk umum dalam jangka dekat.
Ketiga, karantina mandiri hingga penerapan protokol kesehatan menjadi cara yang cukup efektif menghindari penularan. Jika semua orang mematuhi protokol kesehatan, diyakini bahwa kasus Covid-19 bisa ditekan hingga jumlah terkecil, atau bahkan rantai penularannya bisa diputus. Kalau keduanya terwujud, kerja memulihkan semua aspek kehidupan praktis menjadi lebih mudah. Semua orang tak perlu lagi takut berlebihan ketika berada di ruang publik, termasuk di kantor, kampus atau sekolah.
Keempat, keberhasilan menekan jumlah kasus Covod-19 tidak hanya menyehatkan dan menyelamatkan banyak orang, tetapi juga akan membentuk persepsi positif untuk negara-bangsa. Sekadar contoh pembanding, masyarakat Eropa kini membuat pembatasan bagi warga AS untuk berkunjung ke benua itu, karena persepsi tentang AS dalam konteks Covid-19 tidak begitu bagus.
Kendati pandemi Covid-19 masih akan berlangsung, semua elemen masyarakat tentu berharap persepsi komunitas global tentang Indonesia tidak akan seburuk seperti persepsi tentang AS atau Brasil. Karena itu, kepatuhan pada protokol kesehatan sebaiknya jangan ditawar-tawar lagi. Kepatuhan pada protokol kesehatan akan memampukan semua orang menerapkan dan beradaptasi dengan pola hidup baru. Hanya dengan pendekatan itulah masyarakat akan dimampukan menyiasati pandemi ini. Bukankah durasi pandemi covid-19 belum bisa dihitung?
Namun, penerapan pola hidup baru itu sebaiknya tidak harus dipaksakan jika proses dan skala penularan Covid-19 masih seperti periode Juni-Juli 2020 sekarang ini. Masih adanya kelompok-kelompok masyarakat yang belum mematuhi protokol kesehatan menjadi dilema.
Lihat Juga :
tulis komentar anda