Bersatu untuk Perdamaian Dunia dan Mendukung Partisipasi Taiwan di PBB
Selasa, 29 Agustus 2023 - 12:24 WIB
Jaushieh Joseph Wu
Menteri Luar Negeri Republic of China (Taiwan)
INVASI Rusia ke Ukraina adalah pengingat betapa otoriter tidak terlalu peduli dengan kematian dan kehancuran. Perang tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai sebagaimana dicantumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Piagam PBB ini telah membantu menjaga tatanan internasional berdasarkan aturan dan menjaga dunia yang relatif damai sejak akhir Perang Dingin (1991). Dampak perang terhadap kemanusiaan dan ekonomi juga menunjukkan bahwa di dunia yang terglobalisasi, krisis tidak dapat diatasi dalam batasan satu negara. Oleh karena itu, mencegah ancaman serupa terhadap keamanan global yang bisa terjadi di tempat lain menjadi hal yang sangat penting.
Taiwan, negara demokrasi yang berpenduduk lebih dari 23 juta orang, dan saya bangga mewakilinya, terus menghadapi tantangan besar yang ditimbulkan oleh China. Sejak pertengahan abad ke-20, China telah berjanji untuk mengambil alih Taiwan dan menolak untuk tidak menggunaan kekerasan, meskipun belum pernah memerintah Taiwan.
Selama beberapa dekade, masyarakat Taiwan tetap tenang dalam menjaga status quo perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Namun, seiring dengan semakin kuatnya kekuatan ekonomi dan militer China, negara ini menjadi semakin agresif dalam mengerahkan kekuatan militernya untuk mengintimidasi Taiwan, sehingga mengancam cara hidup demokrasi kita.
Tindakan ini termasuk mengirimkan pesawat tempur dan kapal melintasi garis tengah Selat Taiwan dan melanggar zona identifikasi pertahanan udara kami. China juga telah mengintensifkan taktik zona abu-abu, seperti disinformasi dan pemaksaan ekonomi, dalam upaya melemahkan semangat kita untuk melawan.
Ekspansionisme China tidak berhenti hanya di Taiwan. Penggunaan aktivitas zona abu-abu oleh China di Laut Cina Timur dan Laut China Selatan dirancang untuk memperluas kekuasaannya dan memperkuat klaim teritorialnya yang bersifat agresif.
Selain menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon di Pasifik Selatan, China telah mengamankan pelabuhan untuk penggunaan militer masa depan di Samudra Hindia. Semua manuver ini menimbulkan kekhawatiran besar bahwa perdamaian akan semakin sulit dipertahankan.
Menteri Luar Negeri Republic of China (Taiwan)
INVASI Rusia ke Ukraina adalah pengingat betapa otoriter tidak terlalu peduli dengan kematian dan kehancuran. Perang tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai sebagaimana dicantumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Piagam PBB ini telah membantu menjaga tatanan internasional berdasarkan aturan dan menjaga dunia yang relatif damai sejak akhir Perang Dingin (1991). Dampak perang terhadap kemanusiaan dan ekonomi juga menunjukkan bahwa di dunia yang terglobalisasi, krisis tidak dapat diatasi dalam batasan satu negara. Oleh karena itu, mencegah ancaman serupa terhadap keamanan global yang bisa terjadi di tempat lain menjadi hal yang sangat penting.
Taiwan, negara demokrasi yang berpenduduk lebih dari 23 juta orang, dan saya bangga mewakilinya, terus menghadapi tantangan besar yang ditimbulkan oleh China. Sejak pertengahan abad ke-20, China telah berjanji untuk mengambil alih Taiwan dan menolak untuk tidak menggunaan kekerasan, meskipun belum pernah memerintah Taiwan.
Selama beberapa dekade, masyarakat Taiwan tetap tenang dalam menjaga status quo perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Namun, seiring dengan semakin kuatnya kekuatan ekonomi dan militer China, negara ini menjadi semakin agresif dalam mengerahkan kekuatan militernya untuk mengintimidasi Taiwan, sehingga mengancam cara hidup demokrasi kita.
Tindakan ini termasuk mengirimkan pesawat tempur dan kapal melintasi garis tengah Selat Taiwan dan melanggar zona identifikasi pertahanan udara kami. China juga telah mengintensifkan taktik zona abu-abu, seperti disinformasi dan pemaksaan ekonomi, dalam upaya melemahkan semangat kita untuk melawan.
Ekspansionisme China tidak berhenti hanya di Taiwan. Penggunaan aktivitas zona abu-abu oleh China di Laut Cina Timur dan Laut China Selatan dirancang untuk memperluas kekuasaannya dan memperkuat klaim teritorialnya yang bersifat agresif.
Selain menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon di Pasifik Selatan, China telah mengamankan pelabuhan untuk penggunaan militer masa depan di Samudra Hindia. Semua manuver ini menimbulkan kekhawatiran besar bahwa perdamaian akan semakin sulit dipertahankan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda