Memaknai Polusi Budaya
Kamis, 17 Agustus 2023 - 16:35 WIB
Dr. Rasminto
Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Akademisi UNISMA
DALAM pidato kenegaraan di hadapan anggota MPR, DPR, dan DPD RI di Gedung Nusantara, Rabu (16/8/2023), Presiden Jokowi mengungkap persoalan polusi di wilayah budaya. Tema ini diangkat setelah beberapa hari sebelumnya Presiden menyinggung tentang polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Pemerintah lantas menyiapkan berbagai solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menanggulanginya. Seperti polusi udara, "polusi budaya" juga perlu menjadi atensi serius bagi kita dalam menatap 78 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebab, dalam kehidupan yang semakin terhubung dan global, polusi tidak lagi hanya merujuk kerusakan lingkungan fisik, tetapi merasuki wilayah budaya: merusak keaslian dan keunikan warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Maka, menjadi sangat menarik fenomena yang dikenal ini sebagai "polusi budaya" yang diangkat dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi.
Menurut Koentjaraningrat (2000), kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta "buddhayah", yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti "budi" atau "akal". Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai "daya budi" yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.
Sementara itu, menurut KBBI, polusi adalah pengotoran atau pencemaran tentang air, udara, dan sebagainya. Dari arti tersebut, polusi memiliki berbagai macam bentuk, yaitu polusi udara, polusi air, polusi tanah, dan sebagainya.
Maka, merujuk pada istilah "polusi budaya" merupakan sebuah konsep yang mencerminkan dampak negatif dari pertukaran budaya yang tidak seimbang dan dominasi budaya global. Ibarat polusi pada kondisi fisik lingkungan, seperti polusi udara yang mencemari lingkungan alami, polusi budaya mencemari keberagaman budaya dan identitas lokal.
Dengan pertumbuhan teknologi dan media massa, budaya global dapat dengan mudah menyebar ke seluruh penjuru dunia, meresap ke dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Dalam proses ini, elemen-elemen budaya lokal seringkali tersingkirkan atau diabaikan sehingga keberagaman yang telah ada selama berabad-abad menjadi terancam.
Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Akademisi UNISMA
DALAM pidato kenegaraan di hadapan anggota MPR, DPR, dan DPD RI di Gedung Nusantara, Rabu (16/8/2023), Presiden Jokowi mengungkap persoalan polusi di wilayah budaya. Tema ini diangkat setelah beberapa hari sebelumnya Presiden menyinggung tentang polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Pemerintah lantas menyiapkan berbagai solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menanggulanginya. Seperti polusi udara, "polusi budaya" juga perlu menjadi atensi serius bagi kita dalam menatap 78 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebab, dalam kehidupan yang semakin terhubung dan global, polusi tidak lagi hanya merujuk kerusakan lingkungan fisik, tetapi merasuki wilayah budaya: merusak keaslian dan keunikan warisan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. Maka, menjadi sangat menarik fenomena yang dikenal ini sebagai "polusi budaya" yang diangkat dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi.
Menurut Koentjaraningrat (2000), kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansakerta "buddhayah", yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti "budi" atau "akal". Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai "daya budi" yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.
Sementara itu, menurut KBBI, polusi adalah pengotoran atau pencemaran tentang air, udara, dan sebagainya. Dari arti tersebut, polusi memiliki berbagai macam bentuk, yaitu polusi udara, polusi air, polusi tanah, dan sebagainya.
Maka, merujuk pada istilah "polusi budaya" merupakan sebuah konsep yang mencerminkan dampak negatif dari pertukaran budaya yang tidak seimbang dan dominasi budaya global. Ibarat polusi pada kondisi fisik lingkungan, seperti polusi udara yang mencemari lingkungan alami, polusi budaya mencemari keberagaman budaya dan identitas lokal.
Dengan pertumbuhan teknologi dan media massa, budaya global dapat dengan mudah menyebar ke seluruh penjuru dunia, meresap ke dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Dalam proses ini, elemen-elemen budaya lokal seringkali tersingkirkan atau diabaikan sehingga keberagaman yang telah ada selama berabad-abad menjadi terancam.
Lihat Juga :
tulis komentar anda