Tiga Hal Ini Dinilai Efektif Cegah Radikalisme
Kamis, 03 Agustus 2023 - 16:52 WIB
Kedua guyub. Kalau bisa guyub dengan orang lain, maka akan sering berinteraksi dengan berbagai kalangan. Meski punya keyakinan yang sangat kuat, tetapi juga terlatih untuk menghargai perbedaan terhadap orang lain.
"Secara akidah dia bisa kuat tetapi secara muamalah dia juga baik. Sifat guyub ini juga akan melindunginya dari berbagai macam upaya radikalisasi," katanya.
Ketiga adalah guyon. Orang-orang yang suka guyon akan cenderung lebih imun dan kebal dari upaya radikalisasi. Misalnya terbiasa dengan srawung atau berkumpul dengan orang lain dan juga bercanda, maka upaya radikalisasi itu akan sering bertemu dengan jalan buntu.
"Pintar, guyub, dan guyon. Saya rasa ketiganya adalah resep yang bisa kita gunakan, terapkan, dan tularkan, supaya masyarakat tidak mudah menjadi korban hasutan dan radikalisme," kata Septiaji.
Ia berharap agar anak-anak muda Indonesia bisa rasional, tidak hanya dalam ilmu tertentu, tetapi juga ketika menghadapi sebuah informasi. Rasionalitas ditandai dengan bagaimana seseorang memiliki kesadaran untuk melakukan cross-check atau tabayyun pada sumber informasi pembanding. Semakin seseorang sempit pergaulannya, maka kecenderungannya termakan atau terhasut dengan konten radikalisme akan lebih tinggi.
Menyikapi masifnya konten radikal yang terdapat di internet, Septiaji mendorong generasi muda Indonesia untuk giat menghasilkan konten moderat. Hal ini ditujukan supaya kalau ada yang mencari informasi di internet, maka yang paling mudah diakses adalah informasi-informasi dari pandangan yang moderat, bukan yang radikal.
Ia menyimpulkan generasi muda perlu dibekali dengan kemampuan berlogika. Kecakapan ini merupakan hal yang belum tentu diajarkan di lingkungan pendidikan formal. Jebakan echo chamber dapat dihindari melalui kemampuan berpikir kritis dan bernalar yang baik.
"Saya rasa kemampuan berlogika dan berpikir kritis masih sangat kurang di generasi muda kita. Perlu rasanya kita bisa memahami kesalahan-kesalahan dalam berlogika sehingga dapat meningkatkan kemampuan untuk berpikir kritis," katanya.
"Secara akidah dia bisa kuat tetapi secara muamalah dia juga baik. Sifat guyub ini juga akan melindunginya dari berbagai macam upaya radikalisasi," katanya.
Ketiga adalah guyon. Orang-orang yang suka guyon akan cenderung lebih imun dan kebal dari upaya radikalisasi. Misalnya terbiasa dengan srawung atau berkumpul dengan orang lain dan juga bercanda, maka upaya radikalisasi itu akan sering bertemu dengan jalan buntu.
"Pintar, guyub, dan guyon. Saya rasa ketiganya adalah resep yang bisa kita gunakan, terapkan, dan tularkan, supaya masyarakat tidak mudah menjadi korban hasutan dan radikalisme," kata Septiaji.
Ia berharap agar anak-anak muda Indonesia bisa rasional, tidak hanya dalam ilmu tertentu, tetapi juga ketika menghadapi sebuah informasi. Rasionalitas ditandai dengan bagaimana seseorang memiliki kesadaran untuk melakukan cross-check atau tabayyun pada sumber informasi pembanding. Semakin seseorang sempit pergaulannya, maka kecenderungannya termakan atau terhasut dengan konten radikalisme akan lebih tinggi.
Menyikapi masifnya konten radikal yang terdapat di internet, Septiaji mendorong generasi muda Indonesia untuk giat menghasilkan konten moderat. Hal ini ditujukan supaya kalau ada yang mencari informasi di internet, maka yang paling mudah diakses adalah informasi-informasi dari pandangan yang moderat, bukan yang radikal.
Ia menyimpulkan generasi muda perlu dibekali dengan kemampuan berlogika. Kecakapan ini merupakan hal yang belum tentu diajarkan di lingkungan pendidikan formal. Jebakan echo chamber dapat dihindari melalui kemampuan berpikir kritis dan bernalar yang baik.
"Saya rasa kemampuan berlogika dan berpikir kritis masih sangat kurang di generasi muda kita. Perlu rasanya kita bisa memahami kesalahan-kesalahan dalam berlogika sehingga dapat meningkatkan kemampuan untuk berpikir kritis," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda