Pemerintah Target Turunkan Angka Obesitas hingga 3% di 2030
Selasa, 25 Juli 2023 - 03:35 WIB
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menargetkan penurunan angka obesitas hingga 3% pada 2030. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, saat ini pemerintah terus berupaya mewujudkan target tersebut.
"Kita tetap berpegang di SDGs bahwa tahun 2030 nanti angka obesitas akan menjadi 3%. Karena itu edukasi di tingkat masyarakat itu harus dilakukan secara masif," kata Dante dalam diskusi memperingati Hari Anak Nasional bertajuk "Bahaya Obesitas Dini, Apa Solusinya?" yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (24/7/2023).
Dalam kaitannya dengan menekan angka obesitas, kata Dante, pemerintah juga sedang menggodok beberapa hal penting. Antara lain terkait pemberian pajak pada makanan yang dikemas dengan kandungan GGL (gula, garam, dan lemak) yang melebihi batas. Sementara untuk usia anak-anak belum ada target khusus dalam upaya menekan angka obesitas.
"Kita sudah menyadari bahwa tadinya kita mengalami double burden of malnutrition. Di satu sisi kita mempunyai masalah kekurangan gizi stunting, di lain sisi kita mempunyai angka obesitas. Dua-duanya kita perbaiki, sehingga angka stunting turun dan angka obesitas turun," ujarnya.
Wamenkes mengakui lemahnya pengawasan terhadap jajanan anak sekolah yang bisa memberikan efek terhadap naiknya tingkat obesitas anak di Indonesia. Hal ini masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, apalagi industri kecil ini tidak semuanya teregistrasi.
"Ini memang sektor yang kadang-kadang tidak tersentuh oleh pemerintah. Karena industri UMKM ini tidak semuanya teregistrasi. Kebanyakan anak-anak itu beli di 'abang-abang' yang jualan, itu makanannya nggak teregistrasi," kata Dante.
Karena itu, fungsi pembinaan menjadi sangat penting agar anak-anak bisa memilih makanan yang layak dimakan dan membatasi jajanan ringan di sekolah yang berdampak pada obesitas anak. "Jadi, semua stakeholder ikut berperan di dalamnya, yang paling penting adalah kesadaran masyarakat, kesadaran ini ada di tangan kita semua," katanya.
Selain pola makan, faktor genetik orang tua juga mempengaruhi tingkat obesitas anak. "Faktor genetik yang besar pada ibu dan bapanya yang memang sudah obesitas akan menentukan anak itu akan menjadi obesitas," kata Dante.
Wamenkes mengakui ada peningkatan yang cukup drastis terkait potret kelebihan obesitas yang terjadi di semua kelompok umur di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka obesitas di Indonesia sekitar 15,3%. Namun pada 2018, angka obesitas menjadi 21,8%.
Karena itu, kata Dante, hal yang penting dilakukan dalam menurunkan angka obesitas adalah pola asuh di dalam keluarga. Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat untuk menjadi smart eater atau cerdas untuk makan.
"Jadi sebelum dia makan, sebelum dia membeli barang makanan, baca dulu kalorinya itu berapa. Sehingga nanti dia bisa memperhitungkan kalau dia beri makan makanan tersebut untuk anaknya. Jadi si ibu ini akan memperkirakan berapa yang bisa dimakan setiap hari," katanya.
"Kita tetap berpegang di SDGs bahwa tahun 2030 nanti angka obesitas akan menjadi 3%. Karena itu edukasi di tingkat masyarakat itu harus dilakukan secara masif," kata Dante dalam diskusi memperingati Hari Anak Nasional bertajuk "Bahaya Obesitas Dini, Apa Solusinya?" yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin (24/7/2023).
Dalam kaitannya dengan menekan angka obesitas, kata Dante, pemerintah juga sedang menggodok beberapa hal penting. Antara lain terkait pemberian pajak pada makanan yang dikemas dengan kandungan GGL (gula, garam, dan lemak) yang melebihi batas. Sementara untuk usia anak-anak belum ada target khusus dalam upaya menekan angka obesitas.
"Kita sudah menyadari bahwa tadinya kita mengalami double burden of malnutrition. Di satu sisi kita mempunyai masalah kekurangan gizi stunting, di lain sisi kita mempunyai angka obesitas. Dua-duanya kita perbaiki, sehingga angka stunting turun dan angka obesitas turun," ujarnya.
Wamenkes mengakui lemahnya pengawasan terhadap jajanan anak sekolah yang bisa memberikan efek terhadap naiknya tingkat obesitas anak di Indonesia. Hal ini masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, apalagi industri kecil ini tidak semuanya teregistrasi.
"Ini memang sektor yang kadang-kadang tidak tersentuh oleh pemerintah. Karena industri UMKM ini tidak semuanya teregistrasi. Kebanyakan anak-anak itu beli di 'abang-abang' yang jualan, itu makanannya nggak teregistrasi," kata Dante.
Karena itu, fungsi pembinaan menjadi sangat penting agar anak-anak bisa memilih makanan yang layak dimakan dan membatasi jajanan ringan di sekolah yang berdampak pada obesitas anak. "Jadi, semua stakeholder ikut berperan di dalamnya, yang paling penting adalah kesadaran masyarakat, kesadaran ini ada di tangan kita semua," katanya.
Selain pola makan, faktor genetik orang tua juga mempengaruhi tingkat obesitas anak. "Faktor genetik yang besar pada ibu dan bapanya yang memang sudah obesitas akan menentukan anak itu akan menjadi obesitas," kata Dante.
Wamenkes mengakui ada peningkatan yang cukup drastis terkait potret kelebihan obesitas yang terjadi di semua kelompok umur di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka obesitas di Indonesia sekitar 15,3%. Namun pada 2018, angka obesitas menjadi 21,8%.
Karena itu, kata Dante, hal yang penting dilakukan dalam menurunkan angka obesitas adalah pola asuh di dalam keluarga. Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat untuk menjadi smart eater atau cerdas untuk makan.
"Jadi sebelum dia makan, sebelum dia membeli barang makanan, baca dulu kalorinya itu berapa. Sehingga nanti dia bisa memperhitungkan kalau dia beri makan makanan tersebut untuk anaknya. Jadi si ibu ini akan memperkirakan berapa yang bisa dimakan setiap hari," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda