DPR Diminta Penuhi Janji Tak Masukkan Pasal Tembakau di RUU Kesehatan
Rabu, 05 Juli 2023 - 16:38 WIB
JAKARTA - DPR diharapkanmemenuhi janji tidak memasukkan pasal tembakau ke dalam Rancangan Undang-Undang ( RUU) Kesehatan yang akan disahkan dalam waktu dekat. Sebab, pasal tembakau dinilai hanya akan memunculkan msaalah bagi dari aspek ketenegakerjaan.
Hal ini disampaikan Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, Rabu (5/7/2023). Menurutnya, dalam audiensi dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR, pihaknya telah menyampaikan sejumlah aspirasi, termasuk pasal 154 yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dan pasal-pasal lain yang mengatur pengetatan pengendalian hasil tembakau.
"Mereka sudah menyatakan bahwa pada umumnya mereka bersepakat akan memperjuangkan pasal-pasal tembakau yang ada di RUU Kesehatan. Kami memohon agar mereka dapat mengevaluasi kembali aturan-aturan tersebut agar tidak menekan IHT (Industri Hasil Tembakau) karena akan berdampak pada tenaga kerja," kata Sudarto.
Ia menjelaskan, perjuangan FSP RTMM SPSI untuk menyampaikan pandangan terkait pasal tembakau dalam RUU Kesehatan telah menempuh jalan panjang mulai dari dua kali pengajuan permohonan audiensi hingga menggelar berbagai forum dialog.
Menurut Sudarto, hingga saat ini sebanyak 60.000 orang telah mendukung pandangan FSP RTMM SPSI pada petisi yang telah dibuat. Penyampaian aspirasi melalui aksi damai di berbagai lokasi termasuk di Gedung DPR juga dilakukan untuk mengamankan lapangan pekerjaan para anggotanya.
Dalam aksi damai, sejumlah perwakilan RTMM diterima secara langsung oleh perwakilan Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan DPR untuk menyampaikan aspirasinya.
Perjuangan panjang dilakukan bukan tanpa alasan. Hadirnya pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, termasuk penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol, serta pasal-pasal yang bertujuan memperketat pengendalian tembakau akan berdampak tidak hanya kepada nasib pekerja tapi juga petani, pedagang, pelaku usaha lain, hingga cukai pajak. Belum termasuk potensi kriminalisasi yang diterima karena bekerja atau mengkonsumsi produk tembakau.
Untuk itu, FSM RTMM-SPSI berharap komitmen yang telah disampaikan DPR tidak diingkari. "Sejauh ini kami mencoba sabar dan menunggu karena memang itu yang dijanjikan. Kami juga menghormati pertemuan dan diskusi yang terjadi pada saat aksi damai berlangsung. Saya masih yakin itu dipenuhi demi kebaikan untuk semuanya. Ini adalah jalan tengah yang menurut baik menurut saya," katanya.
FSM RTMM-SPSI tetap akan melakukan sejumlah inisiatif yang dibutuhkan guna memastikan aspirasi pekerja di industri tembakau bisa didengar dan terakomodasi dengan baik.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris optimistis RUU Kesehatan akan disahkan sebelum batas waktu sidang paripurna, yakni 13 Juli 2023.
"Saya tetap yakin dalam waktu 1-2 minggu ke depan atau sebelum penutupan masa sidang ini, RUU Kesehatan ini akan disahkan. Kembali lagi, ini hanya masalah teknis," katanya.
Hal ini disampaikan Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, Rabu (5/7/2023). Menurutnya, dalam audiensi dengan Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR, pihaknya telah menyampaikan sejumlah aspirasi, termasuk pasal 154 yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dan pasal-pasal lain yang mengatur pengetatan pengendalian hasil tembakau.
"Mereka sudah menyatakan bahwa pada umumnya mereka bersepakat akan memperjuangkan pasal-pasal tembakau yang ada di RUU Kesehatan. Kami memohon agar mereka dapat mengevaluasi kembali aturan-aturan tersebut agar tidak menekan IHT (Industri Hasil Tembakau) karena akan berdampak pada tenaga kerja," kata Sudarto.
Ia menjelaskan, perjuangan FSP RTMM SPSI untuk menyampaikan pandangan terkait pasal tembakau dalam RUU Kesehatan telah menempuh jalan panjang mulai dari dua kali pengajuan permohonan audiensi hingga menggelar berbagai forum dialog.
Menurut Sudarto, hingga saat ini sebanyak 60.000 orang telah mendukung pandangan FSP RTMM SPSI pada petisi yang telah dibuat. Penyampaian aspirasi melalui aksi damai di berbagai lokasi termasuk di Gedung DPR juga dilakukan untuk mengamankan lapangan pekerjaan para anggotanya.
Dalam aksi damai, sejumlah perwakilan RTMM diterima secara langsung oleh perwakilan Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan DPR untuk menyampaikan aspirasinya.
Perjuangan panjang dilakukan bukan tanpa alasan. Hadirnya pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, termasuk penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol, serta pasal-pasal yang bertujuan memperketat pengendalian tembakau akan berdampak tidak hanya kepada nasib pekerja tapi juga petani, pedagang, pelaku usaha lain, hingga cukai pajak. Belum termasuk potensi kriminalisasi yang diterima karena bekerja atau mengkonsumsi produk tembakau.
Untuk itu, FSM RTMM-SPSI berharap komitmen yang telah disampaikan DPR tidak diingkari. "Sejauh ini kami mencoba sabar dan menunggu karena memang itu yang dijanjikan. Kami juga menghormati pertemuan dan diskusi yang terjadi pada saat aksi damai berlangsung. Saya masih yakin itu dipenuhi demi kebaikan untuk semuanya. Ini adalah jalan tengah yang menurut baik menurut saya," katanya.
FSM RTMM-SPSI tetap akan melakukan sejumlah inisiatif yang dibutuhkan guna memastikan aspirasi pekerja di industri tembakau bisa didengar dan terakomodasi dengan baik.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris optimistis RUU Kesehatan akan disahkan sebelum batas waktu sidang paripurna, yakni 13 Juli 2023.
"Saya tetap yakin dalam waktu 1-2 minggu ke depan atau sebelum penutupan masa sidang ini, RUU Kesehatan ini akan disahkan. Kembali lagi, ini hanya masalah teknis," katanya.
(abd)
tulis komentar anda