Gagasan Mensos Jauhkan Rokok dari Anak Perlu Jadi Gerakan Nasional
Rabu, 22 Juli 2020 - 21:00 WIB
JAKARTA - Menteri Sosial Juliari P Batubara menyampaikan gagasan tiga strategi pencegahan anak merokok dalam menyambut Hari Anak pada 23 Juli. Tiga hal tersebut adalah membatasi akses pembelian rokok bagi anak, menyadarkan anak bahaya merokok merupakan gerbang bagi terjerumusnya pada liang sesat narkoba, dan menaikkan setingginya harga rokok agar tidak terbeli.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerakan Nurani Nusantara, Varhan Abdul Aziz mengapresiasi gagasan strategi Mensos Juliari P Batubara tersebut. Menurut aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang motivasi hidup antinarkoba ini, gagasan strategi menjauhkan anak Indonesia dari rokok dapat dijadikan pedoman, bahkan harus dijadikan sebuah gerakan nasional, sehingga target 100% anak Indonesia bebas rokok terealisasi.
Menurut Varhan, membatasi akses pembelian rokok bagi anak sangat mungkin dilakukan. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 20 November 1989, bagian 1 Pasal 1, yang dimaksud anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Indonesia pun memegang definisi yang sama, sehingga setiap anak di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan membeli rokok di mana pun dan kapan pun.( )
"Agar gerakan ini efektif, maka harus dibuat aturan yang bersifat penindakan tipiring yang berimplikasi kepada dihukumnya orang tua si anak, penjual rokok dan anak itu sendiri. Hukuman bagi pihak 1 dan 2, bisa dilakukan berupa denda. Kepada anak, dapat dilakukan pembinaan di Dinas Sosial/lembaga sosial terkait yang ditunjuk, bergantung pada kelompok usia anak. Misal anak usia SMP dan SMA, dapat juga diberi sanksi kerja sosial," kata Varhan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/7/2020).
Varhan menekankan, hukuman bertujuan untuk menghadirkan efek jera, sehingga muncul keenganan untuk mengulangi bagi ketiga pihak tersebut. Peran polisi sebagai penegak hukum akan sangat penting. Pemantauan rokok pada anak-anak ini sebagai tambahan tugas utama dalam fungsi patroli hariannya. "Binmas melalui Bhabinkamtibmas akan punya peran sentral. Kalau polisi sudah turun tangan selesai sudah, anak Indonesia tak akan lagi berani merokok. Percayalah," katanya.
Penyadaran bahaya rokok, khususnya kepada anak-anak, sebagai gerbang sesat menuju narkoba, harus ditanamkan sedini mungkin. Perlu dilakukan kampanye di sekolah-sekolah dan menyisipkannya di dalam mata pelajaran. "Saya bercita-cita sejak menjadi penyuluh di SMA dulu, ekstrakurikuler antinarkoba harus ada di setiap Sekolah," katanya.( )
Sementara itu, Koordinator Nasional Milenial Muslim Bersatu, Khairul Anam juga mendukung usulan Mensos untuk menaikkan setingginya harga rokok hingga Rp100.000 per bungkus. "Kalau perlu usulkan harga rokok Rp200.000," ujar Anam.
Menurutnya, harga yang ditetapkan harus mengatur bahwa nilai pajak rokok adalah 90% dari harga jual. "Kalau sekarang harga rokok adalah Rp20.000, berarti selayaknya harga rokok Rp200.000 per bungkus, sehingga pajak penerimaan negara sebesar Rp180.000 per bungkus. Dengan ini Indonesia harus bangga bisa menjadi jajaran negara penjual harga rokok termahal di dunia. Untuk itu wacana Mensos ini harus kita dukung," kata Khairul Anam.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerakan Nurani Nusantara, Varhan Abdul Aziz mengapresiasi gagasan strategi Mensos Juliari P Batubara tersebut. Menurut aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang motivasi hidup antinarkoba ini, gagasan strategi menjauhkan anak Indonesia dari rokok dapat dijadikan pedoman, bahkan harus dijadikan sebuah gerakan nasional, sehingga target 100% anak Indonesia bebas rokok terealisasi.
Menurut Varhan, membatasi akses pembelian rokok bagi anak sangat mungkin dilakukan. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 20 November 1989, bagian 1 Pasal 1, yang dimaksud anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Indonesia pun memegang definisi yang sama, sehingga setiap anak di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan membeli rokok di mana pun dan kapan pun.( )
"Agar gerakan ini efektif, maka harus dibuat aturan yang bersifat penindakan tipiring yang berimplikasi kepada dihukumnya orang tua si anak, penjual rokok dan anak itu sendiri. Hukuman bagi pihak 1 dan 2, bisa dilakukan berupa denda. Kepada anak, dapat dilakukan pembinaan di Dinas Sosial/lembaga sosial terkait yang ditunjuk, bergantung pada kelompok usia anak. Misal anak usia SMP dan SMA, dapat juga diberi sanksi kerja sosial," kata Varhan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/7/2020).
Varhan menekankan, hukuman bertujuan untuk menghadirkan efek jera, sehingga muncul keenganan untuk mengulangi bagi ketiga pihak tersebut. Peran polisi sebagai penegak hukum akan sangat penting. Pemantauan rokok pada anak-anak ini sebagai tambahan tugas utama dalam fungsi patroli hariannya. "Binmas melalui Bhabinkamtibmas akan punya peran sentral. Kalau polisi sudah turun tangan selesai sudah, anak Indonesia tak akan lagi berani merokok. Percayalah," katanya.
Penyadaran bahaya rokok, khususnya kepada anak-anak, sebagai gerbang sesat menuju narkoba, harus ditanamkan sedini mungkin. Perlu dilakukan kampanye di sekolah-sekolah dan menyisipkannya di dalam mata pelajaran. "Saya bercita-cita sejak menjadi penyuluh di SMA dulu, ekstrakurikuler antinarkoba harus ada di setiap Sekolah," katanya.( )
Sementara itu, Koordinator Nasional Milenial Muslim Bersatu, Khairul Anam juga mendukung usulan Mensos untuk menaikkan setingginya harga rokok hingga Rp100.000 per bungkus. "Kalau perlu usulkan harga rokok Rp200.000," ujar Anam.
Menurutnya, harga yang ditetapkan harus mengatur bahwa nilai pajak rokok adalah 90% dari harga jual. "Kalau sekarang harga rokok adalah Rp20.000, berarti selayaknya harga rokok Rp200.000 per bungkus, sehingga pajak penerimaan negara sebesar Rp180.000 per bungkus. Dengan ini Indonesia harus bangga bisa menjadi jajaran negara penjual harga rokok termahal di dunia. Untuk itu wacana Mensos ini harus kita dukung," kata Khairul Anam.
(abd)
tulis komentar anda