Darah Mendidih karena Dihina, Jenderal Soemitro Nyaris Sobek Mulut Perempuan Gerwani
Kamis, 11 Mei 2023 - 06:05 WIB
Selama beberapa tahun, Soemitro dapat disebut tangan kanan penguasa Orde Baru itu. Namun peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) mengakhiri kariernya. Malari istilah untuk menggambarkan demonstrasi besar-besaran mahasiswa yang berujung kerusuhan.
Aksi unjuk rasa meletus jelang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta pada 14-17 Januari 1974. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan memprotes kebijakan Soeharto yang dianggap sangat berpihak pada investasi asing.
Kerusuhan itu sungguh mengerikan. Setidaknya 11 orang tewas dan 137 orang terluka dalam aksi demo ini. Ratusan toko hancur dan lebih dari 600 mobil hangus dibakar. Mahasiswa berhadapan dengan tentara yang mengamankan Ibu Kota. Mahasiswa menepis mereka yang berbuat kerusuhan.
Soemitro menuding aksi demonstrasi itu didalangi Ali Moertopo, wakil kepala Bakin yang juga pemimpin Operasi Khusus (Opsus) bentukan Soeharto, di balik amuk massa yang menunggangi aksi mahasiswa. Ali, kata Soemitro, menggerakkan jaringan Opsus yang dipimpinnya.
“Soemitro merasa hendak disingkirkan, bersama Kepala Bakin Sutopo Juwono,” tulis Arif Zulkifli dalam ‘Massa Misterius Malari: Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru’.
Di sisi lain, nama Soemitro juga dituding sebagai biang kerusuhan tersebut. Ini setelah beredar Dokumen Ramadi yang menyebut adanya jenderal ‘S’ yang bakal mendongkel kekuasaan Soeharto. Jenderal S dimaksud mengarah pada Soemitro.
Ramadi adalah ketua Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI). Belakangan dia diketahui bekas kolonel korps hukum dan dekat dengan Ali Moertopo.
Tak dimungkiri, tragedi Malari telah memunculkan catatan sejarah tentang rivalitas Soemitro dan Ali Moertopo, dua jenderal di ring 1 Soeharto. Ali, sang jenderal intelijen itu, jelas lebih dekat dengan Soeharto. Sejak Soeharto meraih kekuasaan pada pertengahan 1960-an, dia menyandarkan diri pada kelompok kecil penasihat dari AD.
Menurut David Jenkins, pada Agustus 1966 Soeharto membentuk Staf Pribadi (Spri) yang terdiri atas enam orang perwira tinggi AD dan dua tim sipil spesialis bidang ekonomi. Mereka secara luas dipandang sebagai ‘pemerintah bayangan’ yang punya kekuasaan lebih besar dibanding kabinet.
Aksi unjuk rasa meletus jelang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta pada 14-17 Januari 1974. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan memprotes kebijakan Soeharto yang dianggap sangat berpihak pada investasi asing.
Kerusuhan itu sungguh mengerikan. Setidaknya 11 orang tewas dan 137 orang terluka dalam aksi demo ini. Ratusan toko hancur dan lebih dari 600 mobil hangus dibakar. Mahasiswa berhadapan dengan tentara yang mengamankan Ibu Kota. Mahasiswa menepis mereka yang berbuat kerusuhan.
Soemitro menuding aksi demonstrasi itu didalangi Ali Moertopo, wakil kepala Bakin yang juga pemimpin Operasi Khusus (Opsus) bentukan Soeharto, di balik amuk massa yang menunggangi aksi mahasiswa. Ali, kata Soemitro, menggerakkan jaringan Opsus yang dipimpinnya.
Baca Juga
“Soemitro merasa hendak disingkirkan, bersama Kepala Bakin Sutopo Juwono,” tulis Arif Zulkifli dalam ‘Massa Misterius Malari: Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru’.
Di sisi lain, nama Soemitro juga dituding sebagai biang kerusuhan tersebut. Ini setelah beredar Dokumen Ramadi yang menyebut adanya jenderal ‘S’ yang bakal mendongkel kekuasaan Soeharto. Jenderal S dimaksud mengarah pada Soemitro.
Ramadi adalah ketua Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI). Belakangan dia diketahui bekas kolonel korps hukum dan dekat dengan Ali Moertopo.
Tak dimungkiri, tragedi Malari telah memunculkan catatan sejarah tentang rivalitas Soemitro dan Ali Moertopo, dua jenderal di ring 1 Soeharto. Ali, sang jenderal intelijen itu, jelas lebih dekat dengan Soeharto. Sejak Soeharto meraih kekuasaan pada pertengahan 1960-an, dia menyandarkan diri pada kelompok kecil penasihat dari AD.
Menurut David Jenkins, pada Agustus 1966 Soeharto membentuk Staf Pribadi (Spri) yang terdiri atas enam orang perwira tinggi AD dan dua tim sipil spesialis bidang ekonomi. Mereka secara luas dipandang sebagai ‘pemerintah bayangan’ yang punya kekuasaan lebih besar dibanding kabinet.
tulis komentar anda