Tak Beri Izin RDP Djoko Tjandra, Komisi III DPR Diminta Pengawasan Lapangan
Selasa, 21 Juli 2020 - 11:42 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menjawab perihal dirinya yang tidak memberi izin Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR terkait kasus Djoko Tjandra di masa reses. Dia menegaskan bahwa sebagai mantan Ketua Komisi III DPR ia tahu mana yang lebih penting, dan pengawasan DPR itu bisa dilakukan dengan berbagai cara selain rapat.
(Baca juga: Kabareskrim Janji Usut Keterlibatan Polisi dalam Kasus Djoko Tjandra)
"Sebagai mantan Pimpinan Komisi III, saya memahami persis apa yang menjadi urgent, dan apa yang masih belum menjadi urgent, maupun apa yang bisa dilakukan selain dengan RDP. Ada banyak cara melakukan pengawasan," kata Azis, Selasa (21/7/2020).
Karena itu politikus Partai Golkar ini meminta Komisi III DPR melakukan pengawasan lapangan ke sejumlah mitra kerjanya seperti Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam rangka melakukan fungsi pengawasan kasus dokumen berupa surat jalan buronan Djoko Tjandra.
"Jangan kita berdebat masalah administrasi karena saya tidak ingin melanggar Tatib (Tata Tertib) dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus (rapat Badan Musyawarah) yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja," tegasnya.
(Baca juga: Kasus Djoko Tjandra, Pengamat: Mafia Sudah Tersebar di Semua Sektor)
Azis menjelaskan berdasarkan Tatib DPR, masa reses adalah masa bagi anggota dewan melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar kompleks parlemen untuk melaksanakan kunjungan kerja. Kemudian, sesuai Tatib DPR Pasal 52 disebutkan, dalam melaksanakan tugas Badan Musyawarah dapat menentukan jangka waktu penanganan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) memperpanjang waktu penanganan suatu RUU.
"Karena tatib DPR berbunyi seperti itu jadi jangan kita ngotot tetapi substansi masalah kasus buronan Joko Tjandra harus segera dilakukan pengawasan oleh Komisi III DPR RI. Tatib DPR kan dibuat bersama untuk dilaksanakan seluruh Anggota Dewan, jadi saya enggak habis pikir ada yang ngotot seperti itu, ada apa ini," terangnya.
Karena itu, dia meminta kepada kawan-kawan pengamat untuk fokus pada inti dari kasus Djoko Tjandra, tanpa teralihkan ke isu-isu yang tidak relavan. Karena, DPR RI tata cara kerja, biarkan tata cara kerja itu berjalan sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku. "Berikan DPR ruang dan waktu untuk melaksanakan kinerjanya tanpa adanya pemaksaan kehendak sepihak," tandasnya.
(Baca juga: Kabareskrim Janji Usut Keterlibatan Polisi dalam Kasus Djoko Tjandra)
"Sebagai mantan Pimpinan Komisi III, saya memahami persis apa yang menjadi urgent, dan apa yang masih belum menjadi urgent, maupun apa yang bisa dilakukan selain dengan RDP. Ada banyak cara melakukan pengawasan," kata Azis, Selasa (21/7/2020).
Karena itu politikus Partai Golkar ini meminta Komisi III DPR melakukan pengawasan lapangan ke sejumlah mitra kerjanya seperti Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam rangka melakukan fungsi pengawasan kasus dokumen berupa surat jalan buronan Djoko Tjandra.
"Jangan kita berdebat masalah administrasi karena saya tidak ingin melanggar Tatib (Tata Tertib) dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus (rapat Badan Musyawarah) yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja," tegasnya.
(Baca juga: Kasus Djoko Tjandra, Pengamat: Mafia Sudah Tersebar di Semua Sektor)
Azis menjelaskan berdasarkan Tatib DPR, masa reses adalah masa bagi anggota dewan melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar kompleks parlemen untuk melaksanakan kunjungan kerja. Kemudian, sesuai Tatib DPR Pasal 52 disebutkan, dalam melaksanakan tugas Badan Musyawarah dapat menentukan jangka waktu penanganan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) memperpanjang waktu penanganan suatu RUU.
"Karena tatib DPR berbunyi seperti itu jadi jangan kita ngotot tetapi substansi masalah kasus buronan Joko Tjandra harus segera dilakukan pengawasan oleh Komisi III DPR RI. Tatib DPR kan dibuat bersama untuk dilaksanakan seluruh Anggota Dewan, jadi saya enggak habis pikir ada yang ngotot seperti itu, ada apa ini," terangnya.
Karena itu, dia meminta kepada kawan-kawan pengamat untuk fokus pada inti dari kasus Djoko Tjandra, tanpa teralihkan ke isu-isu yang tidak relavan. Karena, DPR RI tata cara kerja, biarkan tata cara kerja itu berjalan sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku. "Berikan DPR ruang dan waktu untuk melaksanakan kinerjanya tanpa adanya pemaksaan kehendak sepihak," tandasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda