IJTI Luncurkan Buku Jurnalisme Positif, Herik Kurniawan: Semoga Menjadi Arah Baru Pemikiran Jurnalis
Senin, 17 April 2023 - 21:11 WIB
JAKARTA - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI ) meluncurkan buku berjudul Jurnalisme Positif. Buku ini disusun sebagai upaya meneguhkan kembali peran jurnalis untuk membawa perubahan ke arah lebih baik, melalui karya-karya jurnalistik yang berkualitas dan bermanfaat.
"Jurnalisme Positif tidak sebatas memberitakan berita yang positif namun lebih dari itu. Berita yang sampaikan mencakup semua aspek dengan tetap mengedepankan nilai-nilai optimisme bagi masyarakat saat melihat persoalan," kata Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan diHall Gedung Dewan Pers , Jakarta, Senin (17/4/2023).
Herik menambahkan, jika diibaratkan lampu sorot yang memandu ke arah mana penonton harus melihat, media banyak menyoroti bencana, perang, kejahatan, nestapa, dan hal-hal suram lain sehingga membuat persepsi publik tentang dunia tidak jauh dari gambaran dunia yang kejam, menyedihkan, dan tanpa harapan. Sementara faktanya, dunia juga memiliki sisi-sisi yang menggambarkan kedamaian, kegembiraan, dan harapan. Namun, sisi tersebut kurang disorot media.
Jurnalisme Positif mengoreksi kecenderungan itu. Bukan dengan mengarahkan lampu sorot hanya ke kejadian ceria penuh tawa dan tanpa masalah, tetapi dengan memandu “bagaimana” lampu sorot tersebut mesti diarahkan. Jurnalisme Positif tetap menyorot negativitas yang terjadi di masyarakat. Namun, tidak berhenti di situ. Sorotan juga diarahkan ke hal-hal positif yang ada di dalam atau di sekitar negativitas sehingga membangun pengertian bahwa “masih ada cahaya di tengah kegelapan” atau “habis gelap terbitlah terang”.
Menurut Herik, Jurnalisme Positif tidak hanya mendorong jurnalis untuk menyajikan informasi secara komprehensif, menaati kaidah jurnalistik, dan Kode Etik Jurnalistik. Buku ini memberikan gambaran utuh berdasarkan realitas di lapangan. Jurnalisme Positif memandu jurnalis untuk menggali solusi atas masalah, alih-alih hanya membahas masalah; mendorong resolusi konflik, alih-alih hanya berkutat menyoroti penyebab dan drama-drama di tengah konflik; mengedepankan narasi perbaikan untuk masa depan ketimbang hanya mengorek nestapa dan penderitaan.
Jurnalisme Positif yang disusun para jurnalis senior ini diharapkan bisa memperkaya khazanah bagi para jurnalis di seluruh tanah air. Karya karya jurnalistik yang berkualitas harus bertujuan untuk kebermanfaatan dan kebaikan bersama.
Herik menjelaskan, buku tersebut melibatkan banyak kalangan, tidak hanya orang-orang yang ada di Jakarta. "Buku ini begitu komprehensifnya, bagaimana pengalaman-pengalaman jurnalis, kemudian terkristal dalam apa yang disampaikan dalam buku Jurnalisme Positif," kata Herik.
Dia menjelaskan, para penulis menyampaikan pengalamannya menjadi jurnalis pada buku tersebut. Lewat pengalaman parajurnalis senior itu, jelas dia, diharapkan bisa menjadi arah baru pemikiran para jurnalis saat ini.
"Buku ini tidak hanya teori, tetapi juga berbagi pengalaman empirisnya, tidak pernah dipublikasi sebelumnya. Moga-moga buku ini juga menjadi arah baru bagi setiap pemikiran para jurnalis. Kami tidak berharap menjadi sesuatu yang besar. Kami berharap bisa mewarnai," jelasnya.
"Jurnalisme Positif tidak sebatas memberitakan berita yang positif namun lebih dari itu. Berita yang sampaikan mencakup semua aspek dengan tetap mengedepankan nilai-nilai optimisme bagi masyarakat saat melihat persoalan," kata Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan diHall Gedung Dewan Pers , Jakarta, Senin (17/4/2023).
Herik menambahkan, jika diibaratkan lampu sorot yang memandu ke arah mana penonton harus melihat, media banyak menyoroti bencana, perang, kejahatan, nestapa, dan hal-hal suram lain sehingga membuat persepsi publik tentang dunia tidak jauh dari gambaran dunia yang kejam, menyedihkan, dan tanpa harapan. Sementara faktanya, dunia juga memiliki sisi-sisi yang menggambarkan kedamaian, kegembiraan, dan harapan. Namun, sisi tersebut kurang disorot media.
Jurnalisme Positif mengoreksi kecenderungan itu. Bukan dengan mengarahkan lampu sorot hanya ke kejadian ceria penuh tawa dan tanpa masalah, tetapi dengan memandu “bagaimana” lampu sorot tersebut mesti diarahkan. Jurnalisme Positif tetap menyorot negativitas yang terjadi di masyarakat. Namun, tidak berhenti di situ. Sorotan juga diarahkan ke hal-hal positif yang ada di dalam atau di sekitar negativitas sehingga membangun pengertian bahwa “masih ada cahaya di tengah kegelapan” atau “habis gelap terbitlah terang”.
Menurut Herik, Jurnalisme Positif tidak hanya mendorong jurnalis untuk menyajikan informasi secara komprehensif, menaati kaidah jurnalistik, dan Kode Etik Jurnalistik. Buku ini memberikan gambaran utuh berdasarkan realitas di lapangan. Jurnalisme Positif memandu jurnalis untuk menggali solusi atas masalah, alih-alih hanya membahas masalah; mendorong resolusi konflik, alih-alih hanya berkutat menyoroti penyebab dan drama-drama di tengah konflik; mengedepankan narasi perbaikan untuk masa depan ketimbang hanya mengorek nestapa dan penderitaan.
Jurnalisme Positif yang disusun para jurnalis senior ini diharapkan bisa memperkaya khazanah bagi para jurnalis di seluruh tanah air. Karya karya jurnalistik yang berkualitas harus bertujuan untuk kebermanfaatan dan kebaikan bersama.
Herik menjelaskan, buku tersebut melibatkan banyak kalangan, tidak hanya orang-orang yang ada di Jakarta. "Buku ini begitu komprehensifnya, bagaimana pengalaman-pengalaman jurnalis, kemudian terkristal dalam apa yang disampaikan dalam buku Jurnalisme Positif," kata Herik.
Dia menjelaskan, para penulis menyampaikan pengalamannya menjadi jurnalis pada buku tersebut. Lewat pengalaman parajurnalis senior itu, jelas dia, diharapkan bisa menjadi arah baru pemikiran para jurnalis saat ini.
"Buku ini tidak hanya teori, tetapi juga berbagi pengalaman empirisnya, tidak pernah dipublikasi sebelumnya. Moga-moga buku ini juga menjadi arah baru bagi setiap pemikiran para jurnalis. Kami tidak berharap menjadi sesuatu yang besar. Kami berharap bisa mewarnai," jelasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda