Mengenang Buya Hamka, Sastrawan dan Ulama yang Wafat di Bulan Ramadan

Minggu, 16 April 2023 - 22:24 WIB
Foto Buya Hamka beserta nasihat yang terpajang di salah satu sudut Universitas Al-Azhar Indonesia. Foto/SINDOnews/Dzikry Subhanie
JAKARTA - Nama Buya Hamka , sastrawan sekaligus ulama asal Indonesia, sedang menjadi perbincangan hangat di publik. Sebab, pada masa libur Lebaran 2023 ini akan tayang film biografi mengenai Buya Hamka. Lalu siapakah Buya Hamka? Simak penjelasannya berikut ini.

Lahir dengan nama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah, Buya Hamka merupakan seorang sastrawan Indonesia, budayawan, sekaligus seorang ulama. Pria kelahiran Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 ini merupakan seorang yang multitalenta. Pada saat remaja ia merantau ke Jawa Tengah untuk belajar mengenai pergerakan Islam modern ke tokoh-tokoh penting, salah satunya H.O.S Tjokroaminoto. Buya Hamka juga memiliki jejak karier di banyak bidang, terutama bidang kepenulisan dan agama Islam. Ia juga menguasai beberapa ilmu seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik.

Buya Hamka pernah bekerja sebagai penulis di Majalah Pelita Andalas, Medan, Sumatera Utara. Karena bekerja di perusahaan media, ia pun banyak membuat karya tulisan dan artikel. Tak berhenti di situ, setelah menikah dengan Siti Raham, ia fokus dan aktif dalam kepengurusan Muhammadiyah dan menjabat sebagai ketua cabang Padang Panjang.



Seiring berjalannya waktu, kiprah Hamka pun semakin meluas. Ia dipilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama pada 1975 dan menjabat selama 5 tahun. Karya-karya penulisannya juga sangat terkenal, bahkan beberapa sudah dijadikan film layar lebar.



Buku pertama yang berhasil diterbitkan berjudul Khathibul Ummah. Buku ini berisi kumpulan pidato yang pernah didengarnya di Surau Jembatan Besi. Setelahnya, ia kembali menerbitkan buku yaitu Tafisr Al-Azhar yang di dalamnya terdapat ceramah yang pernah ia sampaikan di Masjid Agung Al-Azhar sejak 1959. Buku tersebut ditulisnya saat mendekam di penjara sebagai tahanan politik.

Lalu, ia membuat sebuah novel klasik berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah. Buku tersebut berisi pandangannya mengenai pola pikir orang yang suka mengelompokkan berdasarkan kasta. Novel ini berhasil dijadikan film layar lebar pada tahun 1982.



Ada juga novel bernuansa roman yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Film layar lebarnya yang diangkat dari buku itu sukses tayang pada tahun 2013.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More