Denny JA Bicara Robot AI Menjadi Penceramah dan Hilangnya Fungsi Agama
Jum'at, 07 April 2023 - 21:22 WIB
Hal itu tak hanya dialami Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia, namun di banyak negara dengan mayoritas agama lainnya. India dengan populasi Hindu terbesar terpuruk di ranking 85. Lalu, Thailand dengan populasi Buddha terbanyak, ada di urutan 101. Sementara, Brasil dengan populasi Katolik terbesar ada di ranking 94.
"Ini menjadi pertanyaan, mengapa agama yang dipeluk oleh mayoritas populasi negara itu tak berujung pada kehidupan publik yang bersih dan jujur setidaknya untuk soal korupsi? Mengapa ada jarak antara ajaran agama dan perilaku sosial penganutnya? Bukankah di negara yang mayoritas penduduk menganggap agama sangat penting, negara itu harus masuk menjadi Top 10 negara paling bersih dari korupsi? Mengapa yang terjadi justru sebaliknya?" ujar Denny JA.
Ia mengatakan, pada masa ini agama sudah meredup sebagai kekuatan akhlak. Padahal, dalam fungsi akhlak itulah harta termahal agama. Justru yang ramai adalah ritus agama yang tak membuahkan perilaku sosial yang sesuai.
Menurut Denny JA, agama harus dihidupkan kembali sebagai kekuatan akhlak dan sebagai agama akhlak, namun agama akhlak dengan mindset Abad 21. Hal itu berbeda dengan agama akhlak pada masa ketika umumnya agama dilahirkan di era awal Masehi.
Dia menjelaskan, abad 21 memiliki mindset yang sudah berubah dengan dua hal yang dominan. Pertama, datangnya era ilmu pengetahuan, ketika ruang publik kini lebih diwarnai oleh arahan temuan ilmiah. Penganut agama di era ini harus mengikhlaskan ilmu pengetahuan yang berperan di ruang publik untuk kebijakan publik.
Kedua, datangnya negara nasional yang membuat konsep umat berubah menjadi konsep warga negara. Dalam konsep umat, identitas masyarakat adalah satu agama. Jika ada umat agama lain, posisinya tersubordinasi. Namun, dalam konsep warga negara, semua diperlakukan sama dan sejajar apa pun agamanya. Penganut agama pun harus mengikhlaskan kesetaraan sosial bagi aneka agama.
"Di abad 21, ruang publik lebih dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan hukum negara nasional. Tapi, kebersihan dan kesucian akhlak tak bisa sepenuhnya dibangkitkan oleh kelimpahan ekonomi dan teknologi tinggi. Di sinilah lokasi agama. Agama akhlak membentuk individu untuk hidup yang teguh dengan prinsip kebajikan, keadilan, dan keberanian melawan kemungkaran. Dari perjuangan akhlak itu pula tercipta meaning of life," katanya.
Denny JA juga menyebut Ramadan, bagi umat muslim, menjadi momen yang panjang yang dapat menghidupkan kembali driving force agama di dalam diri untuk menjadi kekuatan akhlak.
"Tindakan beragama perlu kita tafsirkan sebagai kegiatan yang fokus membersihkan akhlak. Itu perbuatan yang terus menerus membersihkan diri, menyucikan pikiran. Ini agar hati kita semakin diisi oleh prinsip compassion, prinsip kebajikan, prinsip berbagi dan prinsip keadilan," katanya.
"Ini menjadi pertanyaan, mengapa agama yang dipeluk oleh mayoritas populasi negara itu tak berujung pada kehidupan publik yang bersih dan jujur setidaknya untuk soal korupsi? Mengapa ada jarak antara ajaran agama dan perilaku sosial penganutnya? Bukankah di negara yang mayoritas penduduk menganggap agama sangat penting, negara itu harus masuk menjadi Top 10 negara paling bersih dari korupsi? Mengapa yang terjadi justru sebaliknya?" ujar Denny JA.
Ia mengatakan, pada masa ini agama sudah meredup sebagai kekuatan akhlak. Padahal, dalam fungsi akhlak itulah harta termahal agama. Justru yang ramai adalah ritus agama yang tak membuahkan perilaku sosial yang sesuai.
Menurut Denny JA, agama harus dihidupkan kembali sebagai kekuatan akhlak dan sebagai agama akhlak, namun agama akhlak dengan mindset Abad 21. Hal itu berbeda dengan agama akhlak pada masa ketika umumnya agama dilahirkan di era awal Masehi.
Dia menjelaskan, abad 21 memiliki mindset yang sudah berubah dengan dua hal yang dominan. Pertama, datangnya era ilmu pengetahuan, ketika ruang publik kini lebih diwarnai oleh arahan temuan ilmiah. Penganut agama di era ini harus mengikhlaskan ilmu pengetahuan yang berperan di ruang publik untuk kebijakan publik.
Kedua, datangnya negara nasional yang membuat konsep umat berubah menjadi konsep warga negara. Dalam konsep umat, identitas masyarakat adalah satu agama. Jika ada umat agama lain, posisinya tersubordinasi. Namun, dalam konsep warga negara, semua diperlakukan sama dan sejajar apa pun agamanya. Penganut agama pun harus mengikhlaskan kesetaraan sosial bagi aneka agama.
"Di abad 21, ruang publik lebih dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan hukum negara nasional. Tapi, kebersihan dan kesucian akhlak tak bisa sepenuhnya dibangkitkan oleh kelimpahan ekonomi dan teknologi tinggi. Di sinilah lokasi agama. Agama akhlak membentuk individu untuk hidup yang teguh dengan prinsip kebajikan, keadilan, dan keberanian melawan kemungkaran. Dari perjuangan akhlak itu pula tercipta meaning of life," katanya.
Denny JA juga menyebut Ramadan, bagi umat muslim, menjadi momen yang panjang yang dapat menghidupkan kembali driving force agama di dalam diri untuk menjadi kekuatan akhlak.
"Tindakan beragama perlu kita tafsirkan sebagai kegiatan yang fokus membersihkan akhlak. Itu perbuatan yang terus menerus membersihkan diri, menyucikan pikiran. Ini agar hati kita semakin diisi oleh prinsip compassion, prinsip kebajikan, prinsip berbagi dan prinsip keadilan," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda