Reaksi M Nasir kepada Salah Satu Direktur BUMN Dinilai Tak Tepat
Sabtu, 18 Juli 2020 - 15:16 WIB
JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, sikap Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Muhammad Nasir saat marah kepada salah satu direktur BUMN ketika rapat kerja dengan Komisi VII DPR sesuatu yang tidak etis. Bahkan, menurut dia, sikap Nasir tersebut membuat citra lembaga parlemen tercoreng.
Dia berpendapat, kemarahan Nasir terlalu berlebihan kalau melihat substansi persoalan yang tengah dibahas. "Malahan yang justru terlihat cenderung sebuah intimidasi terhadap mitra kerja. Tentu saja model komunikasi ala Nasir ini membuat citra lembaga parlemen tercoreng. Bagaimana bisa mereka yang menyebut dirinya terhormat justru memperlakukan tamu atau mitra kerja dengan kata-kata yang tidak pantas," ujar Lucius Karus, Sabtu (18/7/2020).
(Baca juga: Pengusiran Bos MIND ID Dalam Rapat DPR Dinilai Berlebihan)
Karena dia mengatakan, hubungan DPR dengan mitra kerja bukan hubungan antara atasan dan bawahan. Mitra yang dimaksud karena ada relasi saling menghormati secara kelembagaan. Maka itu, Nasir dianggap tidak pantas meluapkan kemarahan dengan mitra kerja.
"Walaupun DPR mempunyai kewenangan melakukan kontrol terhadap eksekutif, tak berarti bahwa mereka bisa seenaknya memberikan teguran untuk sesuatu yang bisa dibicarakan baik-baik. Fungsi kontrol itu mengandalkan adanya wibawa lembaga yang memberikan keyakinan pada yang dikontrol akan makna pengawasan yang dilakukan," ujarnya.
Dia melanjutkan, relasi DPR dan mitra kerja harus profesional dan itu sudah diatur dalam kode etik. "Relasi yang profesional perlu diterapkan karena kekuasaan DPR selalu mungkin disalahgunakan untuk mendapatkan keuntungan," kata Lucius.
Maka itu, dia menilai Partai Demokrat patut memberikan teguran kepada Nasir, selain Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Dia berpendapat, Demokrat juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehormatan partai dengan memastikan perilaku kadernya untuk selalu bersikap terhormat.
"Tak hanya DPR yang kena imbas dari perilaku tak pantas ala Nasir ini tetapi juga partai Demokrat. Maka sikap tegas partai agar tak tercoreng oleh perilaku satu kadernya ini harus diperlihatkan Demokrat," ungkapnya.
Sekadar diketahui, Nasir juga dikenal kontroversial karena ulahnya. Dia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Nasir diperiksa KPK pada Senin 1 Juli 2019, dan tim penyidik KPK menggeledah ruang kerjanya pada 4 Mei 2019.
Kemudian, Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility (CSR) kepada PT Pertamina (Persero) saat menjelang Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1/2020) ditutup.
Dia berpendapat, kemarahan Nasir terlalu berlebihan kalau melihat substansi persoalan yang tengah dibahas. "Malahan yang justru terlihat cenderung sebuah intimidasi terhadap mitra kerja. Tentu saja model komunikasi ala Nasir ini membuat citra lembaga parlemen tercoreng. Bagaimana bisa mereka yang menyebut dirinya terhormat justru memperlakukan tamu atau mitra kerja dengan kata-kata yang tidak pantas," ujar Lucius Karus, Sabtu (18/7/2020).
(Baca juga: Pengusiran Bos MIND ID Dalam Rapat DPR Dinilai Berlebihan)
Karena dia mengatakan, hubungan DPR dengan mitra kerja bukan hubungan antara atasan dan bawahan. Mitra yang dimaksud karena ada relasi saling menghormati secara kelembagaan. Maka itu, Nasir dianggap tidak pantas meluapkan kemarahan dengan mitra kerja.
"Walaupun DPR mempunyai kewenangan melakukan kontrol terhadap eksekutif, tak berarti bahwa mereka bisa seenaknya memberikan teguran untuk sesuatu yang bisa dibicarakan baik-baik. Fungsi kontrol itu mengandalkan adanya wibawa lembaga yang memberikan keyakinan pada yang dikontrol akan makna pengawasan yang dilakukan," ujarnya.
Dia melanjutkan, relasi DPR dan mitra kerja harus profesional dan itu sudah diatur dalam kode etik. "Relasi yang profesional perlu diterapkan karena kekuasaan DPR selalu mungkin disalahgunakan untuk mendapatkan keuntungan," kata Lucius.
Maka itu, dia menilai Partai Demokrat patut memberikan teguran kepada Nasir, selain Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Dia berpendapat, Demokrat juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehormatan partai dengan memastikan perilaku kadernya untuk selalu bersikap terhormat.
"Tak hanya DPR yang kena imbas dari perilaku tak pantas ala Nasir ini tetapi juga partai Demokrat. Maka sikap tegas partai agar tak tercoreng oleh perilaku satu kadernya ini harus diperlihatkan Demokrat," ungkapnya.
Sekadar diketahui, Nasir juga dikenal kontroversial karena ulahnya. Dia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Nasir diperiksa KPK pada Senin 1 Juli 2019, dan tim penyidik KPK menggeledah ruang kerjanya pada 4 Mei 2019.
Kemudian, Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility (CSR) kepada PT Pertamina (Persero) saat menjelang Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1/2020) ditutup.
(maf)
tulis komentar anda