Rontoknya Tiga Jenderal Polisi dalam Skandal Djoko Tjandra

Sabtu, 18 Juli 2020 - 09:10 WIB
Masih dalam surat yang sama, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Kombes Andian Rian R. Djajadi diangkat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri menggantikan Brigjen Prasetijo Utomo.

Pencopotan tiga jenderal itu membuktikan bahwa Kapolri tidak main-main terhadap anak buahnya yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Jelas ini kesalahan fatal karena merusak marwah institusi Polri. ”Sikap Bapak Kapolri jelas dan tegas. Ini merupakan bagian dari bersih-bersih oknum Polri nakal," tegas Argo.

(Baca: Pejabat Bareskrim Polri Dicopot Terkait Surat Jalan Djoko Tjandra)

Selain dicopot dari jabatannya, sanksi pidana juga menanti tiga jenderal tersebut. Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menegaskan seluruh personel yang terlibat membantu Djoko akan diberikan sanksi pidana.

"Jadi saya tegaskan sekali lagi, di kepolisian ada 3 jenis penanganan. Disiplin, kode etik dan pidana. Jadi terkait dengan seluruh rangkaian kasus ini, maka akan kita tindaklanjuti dengan proses pidana," kata Listyo.

Dia mengatakan saat ini pihaknya telah membuat tim khusus yang terdiri dari sejumlah divisi untuk menggusut tuntas kasus ini. "Kita tidak main-main dengan mereka yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi," tandasnya.

Pelarian Djoko memang sensasional. Secara langsung dia menampar Lembaga Negara Republik Indonesia, dan mencoreng penegak hukumnya.

Menyandang status buron, tiba-tiba dia muncul Juni 2020 lalu. Di masa pandemi Corona, Djoko Tjandra datang mengurus e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Tak sampai dua jam e-KTP langsung jadi. Bersama pengacatanya dia bergegas ke Kantor Pelayanan Satu Atap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya. Usai mengurus semuanya, Djoko kembali ke luar negeri dengan santainya.

(Baca: Pemuda Muhammadiyah: Surat Jalan Djoko Tjandra Rusak Agenda Pemberantasan Korupsi)

Bagaimana dengan pihak imigrasi? Apa benar klaim Kementerian Hukum dan HAM yang mengaku tidak mengetahui adanya perlintasan Djoko di bandara?

Lalu, bagaimana pula dengan Kejaksaan Agung yang lalai dalam pengawasan? Bukankah seharusnya hal itu menjadi tugas utama eksekutor terhadap setiap narapidana?

Ada pula pertanyaan soal eksistensi Kementerian Luar Negeri yang tidak sama sekali mencium adanya gerak-gerik Djoko di dua negara, Malaysia dan Papua Nugini.

Bahkan terakhir, Djoko dilaporkan berada di sebuah Rumah Sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Ironi memang. Meski berstatus buron dia berhasil mengelabui negara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More