Kemenko Polhukam dan Kemenkeu Sepakati Komitmen Tanpa Sri Mulyani
Jum'at, 10 Maret 2023 - 20:51 WIB
JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyepakati komitmen usai diungkapnya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu. Kesepakatan komitmen yang dilakukan di Kantor Menko Polhukam Mahfud MD ini tidak dihadiri Menkeu Sri Mulyani .
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani diwakili oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara. Ikut mendampingi Plt Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu Yustinus Prastowo, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh serta Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi.
Mahfud MD mengatakan, sedianya Sri Mulyani yang akan hadir mewakili Kemenkeu. Namun ternyata berhalangan hadir, sehingga diwakili Wamenkeu.
"Tadi sama Kementerian Keuangan, saya tadinya mau jumpa pers sama Sri Mulyani tapi Sri Mulyani dari Yogya, saya dari Denpasar, lusa saya ke Australia," kata Mahfud MD usai pertemuan dengan Wamenkeu Suahasil Nazara beserta jajarannya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).
Karena padatnya jadwal Menkeu Sri Mulyani, kata Mahfud, kesepakatan komitmen dilakukan dengan Wamenkeu. "Sudah disepakati bersama Wamen saja, kita membangun komitmen hari ini," katanya.
Pertemuan Wamenkeu dan Mahfud MD berlangsung sekitar 1 jam. Mulai dari sekitar pukul 17.00 sampai 18.00 WIB.
Baca juga: Mahfud MD: Transaksi Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan Korupsi tapi Pencucian Uang
Kepada media, Mahfud MD menegaskan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang diungkapnya bukan tindak pidana korupsi tapi pencucian uang. Transaksi janggal ini didasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Mahfud.
"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," kata Mahfud MD.
Mahfud mencontohkan, kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta sebesar Rp56 miliar. Angka itu cukup mengagetkan karena hanya pejabat Eselon III. Kemudian setelah ditelusuri, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang sebesar Rp56 miliar.
"Lalu saya tanya ke PPATK karena saya Ketua Komite Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang, pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu gimana bener gak? Lalu dibuka, Pak ini ada," ucapnya.
"Sudah gitu besoknya ditemukan ternyata Rp500 miliar nah. Yang mungkin korupsinya itu sendiri sedikit, ya mungkin Rp10 miliar atau berapa, tetapi pencucian uangnya yang banyak," kata Mahfud.
Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani diwakili oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara. Ikut mendampingi Plt Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu Yustinus Prastowo, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh serta Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi.
Mahfud MD mengatakan, sedianya Sri Mulyani yang akan hadir mewakili Kemenkeu. Namun ternyata berhalangan hadir, sehingga diwakili Wamenkeu.
"Tadi sama Kementerian Keuangan, saya tadinya mau jumpa pers sama Sri Mulyani tapi Sri Mulyani dari Yogya, saya dari Denpasar, lusa saya ke Australia," kata Mahfud MD usai pertemuan dengan Wamenkeu Suahasil Nazara beserta jajarannya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).
Karena padatnya jadwal Menkeu Sri Mulyani, kata Mahfud, kesepakatan komitmen dilakukan dengan Wamenkeu. "Sudah disepakati bersama Wamen saja, kita membangun komitmen hari ini," katanya.
Pertemuan Wamenkeu dan Mahfud MD berlangsung sekitar 1 jam. Mulai dari sekitar pukul 17.00 sampai 18.00 WIB.
Baca juga: Mahfud MD: Transaksi Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan Korupsi tapi Pencucian Uang
Kepada media, Mahfud MD menegaskan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang diungkapnya bukan tindak pidana korupsi tapi pencucian uang. Transaksi janggal ini didasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Mahfud.
"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," kata Mahfud MD.
Mahfud mencontohkan, kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta sebesar Rp56 miliar. Angka itu cukup mengagetkan karena hanya pejabat Eselon III. Kemudian setelah ditelusuri, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang sebesar Rp56 miliar.
"Lalu saya tanya ke PPATK karena saya Ketua Komite Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang, pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu gimana bener gak? Lalu dibuka, Pak ini ada," ucapnya.
"Sudah gitu besoknya ditemukan ternyata Rp500 miliar nah. Yang mungkin korupsinya itu sendiri sedikit, ya mungkin Rp10 miliar atau berapa, tetapi pencucian uangnya yang banyak," kata Mahfud.
(abd)
tulis komentar anda