Ahli Hukum Tata Negara: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Berpotensi Ciptakan Kekacauan
Jum'at, 03 Maret 2023 - 03:09 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan penundaan Pemilu 2024 . Putusan tersebut dinilai bercorak ultra vires dan potensial menciptakan kekacauan ketatanegaraan.
“Secara hukum putusan hakim dalam perkara No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst adalah ultra vires atau dengan kata lain beyond the power sehingga konsekuensi yuridisnya dari status putusan yang demikian ini adalah bersifat null and void atau bersifat van rechtswege nietig/null end void sehingga tidak dapat di eksekusi,” ujarnya, Kamis (2/3/2023).
Fahri Bachmid, hal tersebut menjadi penting untuk melindungi kesisteman kerangka hukum pemilu. Berdasarkan desain konstitusional pemilu yang berlaku saat ini, penyelesaian sengketa pemilu sesuai UU No. 7/2017 tentang Pemilu, telah mengatur dan membagi frame penegakan hukum menjadi dua jenis yaitu pelanggaran dan sengketa.
Pelanggaran di dalam UU Pemilu terbagi menjadi tiga jenis yaitu pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik dan pelanggaran pidana, sedangkan untuk sengketa terbagi menjadi dua yaitu sengketa proses dan sengketa hasil. “Secara teknis sesungguhnya UU Pemilu telah mengonstruksikan saluran hukum penyelesaian jika terdapat permasalahan berupa "dispute" baik pelanggaran maupun sengketa,” katanya.
Menurut Fahri, secara spesifik UU Pemilu memberikan otoritas yang berbeda-beda sesuai dengan kompetensinya dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepada Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pengadilan Negeri (PN), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkmah Konstitusi (MK) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 ayat (1) yang mengatur (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU Keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota,” katanya.
Selanjutnya ketentuan Pasal 470 ayat (1) UU Pemilu mengatur sengketa proses Pemilu melalui PTUN meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik caton peserta pemilu, atau bakal pasangan calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU lhbupaten/Kota.
“Secara hukum putusan hakim dalam perkara No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst adalah ultra vires atau dengan kata lain beyond the power sehingga konsekuensi yuridisnya dari status putusan yang demikian ini adalah bersifat null and void atau bersifat van rechtswege nietig/null end void sehingga tidak dapat di eksekusi,” ujarnya, Kamis (2/3/2023).
Fahri Bachmid, hal tersebut menjadi penting untuk melindungi kesisteman kerangka hukum pemilu. Berdasarkan desain konstitusional pemilu yang berlaku saat ini, penyelesaian sengketa pemilu sesuai UU No. 7/2017 tentang Pemilu, telah mengatur dan membagi frame penegakan hukum menjadi dua jenis yaitu pelanggaran dan sengketa.
Pelanggaran di dalam UU Pemilu terbagi menjadi tiga jenis yaitu pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik dan pelanggaran pidana, sedangkan untuk sengketa terbagi menjadi dua yaitu sengketa proses dan sengketa hasil. “Secara teknis sesungguhnya UU Pemilu telah mengonstruksikan saluran hukum penyelesaian jika terdapat permasalahan berupa "dispute" baik pelanggaran maupun sengketa,” katanya.
Menurut Fahri, secara spesifik UU Pemilu memberikan otoritas yang berbeda-beda sesuai dengan kompetensinya dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepada Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pengadilan Negeri (PN), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkmah Konstitusi (MK) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 ayat (1) yang mengatur (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU Keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota,” katanya.
Baca Juga
Selanjutnya ketentuan Pasal 470 ayat (1) UU Pemilu mengatur sengketa proses Pemilu melalui PTUN meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik caton peserta pemilu, atau bakal pasangan calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU lhbupaten/Kota.
tulis komentar anda